4 - It's You in My Dream

Sepanjang hari ini aku merasa sangat tidak tenang. Aku tidak bisa berkonsentrasi dalam pekerjaanku dan merasa kalau hari berjalan sangat lambat.

Aku melirik jam di tangan, hampir jam 7 malam. Segera kumatikan laptop, meraih tas dan handphoneku.

"Mau kemana?" tanya Maya ketika melihatku seperti tergesa-gesa.

"Pulang, lah," jawabku sambil melambai dan menghilang dibalik pintu.

Aku agak kecewa ketika tidak melihat Dennis didepan pintu seperti biasa, dan dicegat oleh Rina -sekertarisnya- ketika hendak memasuki ruangan karena Dennis masih meeting.

Aku akhirnya memutuskan untuk menunggunya didepan ruang meeting. Gelisah melihat jam menunjukkan 7:30 malam.

Mengapa hari ini semua tidak berjalan seperti semestinya. Seharusnya Dennis menyelesaikan meetingnya sejak tadi, jadi aku bisa memintanya untuk menemaniku di coffee shop seberang jalan, menghabiskan waktu setidaknya sampai melewati jam 8:15 dimana kejadian dalam mimpiku berlangsung.

Aku harus bisa mencegahnya berurusan dengan orang-orang sialan dalam mimpiku itu. Jadi dia tidak perlu terluka. Jadi aku tidak perlu merasa bersalah.

Jam 7:50, pintu ruang meeting terbuka, aku melihat Dennis keluar diikuti beberapa direksi di belakangnya. Mereka terlihat masih berdiskusi, sampai ketika Dennis melihatku berdiri mematung menatapnya. Dia mempersilahkan para direksi meninggalkannya terlebih dahulu.

Aku tersenyum dan menunduk dengan hormat ketika para direksi itu melewatiku.

Dennis menatapku, lalu mendekatiku dia berhenti dua langkah didepanku.

"Nungguin aku?" tanyanya dengan nada ragu. Aku menggangguk.

"Wow!" Dia menantapku dengan tatapan tidak percaya kali ini.

"Mau pulang sekarang?" tanyanya lagi. Aku menggeleng, "mau ngopi..." Ajakku.

"Deal!" katanya menyanggupi ajakkanku.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku gelisah saat menghirup wangi latteku. Aku juga melihat Dennis gelisah. Aku gelisah mengingat mimpiku semalam, dan aku tidak mengerti apa yang membuat Dennis gelisah.

Beberapa kali aku melihat jam tanganku, 10 menit sebelum jam 8:15. Harusnya setelah itu takdirnya sudah berubah.

Dennis menghirup kopinya dalam, lalu menatapku dalam.

"Ada sesuatukah, sampai kamu mau menunggu hari ini? Biasanya kamu langsung menghilang...wushhhh....!" Dennis membuka telapak tangannya diudara seperti pesulap yang melakukan mantra.

Aku nyengir, "lagi pengen aja....sekalian mau nagih janji dianterin pulang. Lumayan hemat ongkos...." Celetukku.

Tawa Dennis pecah, "cewek gratisan...." Ejeknya yang kusambut dengan menjulurkan lidahku meledek.

"Apa setelah ini kamu ada janji?" Tanyanya, "aku lihat kamu sejak tadi melihat jam tangan terus...".

Rupanya Dennis memperhatikan gelisahku sejak tadi.

"Kamu sendiri? Kamu juga tidak kalah gelisah..." Aku balik bertanya.

Air wajah Dennis berubah, sepertinya dia tidak mengira kalau aku memperhatikan tingkahnya. Lalu dia hanya meringis malu.

Aku melirik jam tanganku, 8:15.

"Sebaiknya aku pulang sekarang..." Kataku.

"Jangan dulu..." Serunya, lalu melihat jam tangannya, "sebentar lagi...oke..." Pintanya.

"Baiklah...." Aku mengiyakan.

"Oiya, mengenai pernikahan temanmu minggu depan..." Dennis mengingatkanku akan pernikahan Cinta dan Roy, "apa kau harus datang?" Tanyanya.

Aku mengerutkan keningku, "tentu saja...mereka sahabatku sejak lama, mana mungkin aku tidak datang?" Jelasku.

"Tapi minggu depan, aku..." Dennis tampak ragu.

"Kalau kamu tidak bisa ikut, tidak apa..." Sambarku, "mereka juga tau kok aku single...hehehe".

"Tidak-tidak...." Wajah Dennis berubah tersenyum, "aku akan datang....aku ga tega kamu dianggap ngga laku....hehehe...".

Sial!

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

"Apa tidak ada jalan lain masuk ke perumahanmu?" Tanya Dennis dalam perjalanan pulang kami.

"Tidak ada...." Jawabku, "hanya ada satu pintu, kenapa?" Aku balik bertanya.

"Ga kenapa-napa....hanya saja kupikir ada jalan yang lebih cepat..." Jawabnya dan menurutku itu aneh. Lalu dia membelokkan mobilnya kekiri masuk keperumahan.

Kami melalu satpam yang melambai ketika melihat wajahku dibalik jendela mobil. Mereka sudah mengenalku dengan baik.

"Dengan hanya ada satu pintu keluar masuk, perumahan kami jadi lebih aman. Jadi kan tersortir semua orang yang keluar masuk...." Aku berbicara sambil menatap wajahnya yang terlihat was-was.

"Aman ya? Hmmm sepertinya tidak juga...." Dennis berkata sambil mengerem mobilnya mendadak, aku hampir terpental kalau saja aku tidak menggunakan seat belt.

Aku menatap kaget kejalan didepan kami. Sepeda motor dengan dua orang diatasnya nampak memblokir laju mobil kami. Dan aku baru menyadari kalau lampu jalan ditempat kami berhenti mati, jalan jadi terlihat gelap.

"Dennis...." Aku mendesis, ada sedikit rasa takut ketika kedua orang itu turun dari motor dan menghampiri mobil.

Wajah mereka semakin jelas, dan aku begitu terkejut ketika menyadari kalah wajah mereka adalah wajah yang sama dengan yang ada dimimpiku kemarin malam.

Aku melihat jam tanganku, 9:16 malam. Bagaimana mungkin? Ini sudah lewat satu jam dari waktu yang aku lihat dimimpiku semalam.

Aku melihat Dennis mau membuka pintu, aku langsung menahannya. "Jangan..." Seruku.

Dennis menatapku bingung.

"Percaya atau tidak, aku tau kalau kamu akan terluka kalau kamu keluar dari mobil ini....".

Dennis masih menatapku, lalu menatap keluar mobil, kedua orang itu hampir mendekat.

Lalu dia tetap membuka pintu, melangkah keluar "kamu, tetaplah disini..." Pintanya.

Aku membuka mulutku hendak protes, bagaimana mungkin aku diam saja kalau aku tau dia akan terluka?

"Pleaseee...." Dennis melanjutkan kata-katanya, memohon. Lalu menutup pintu dan menghampiri kedua orang tersebut.

Aku melihat mereka berbincang dengan sangat serius. Salah satu dari kedua orang itu -yang kurus- terlihat tidak sabar dan mulai mendorong Dennis dengan tangannya. Yang satunya -si tinggi, bahkan lebih tinggi dari Dennis- terlihat menahan temannya. Tapi sikurus nampaknya tidak senang dan dia menarik Dennis hingga tersungkur berlutut didepannya.

Aku melihat jam, 9:25 menit. Tidak mungkin, ini sudah jauh dari waktu yang kulihat. Apa aku salah? Apa aku salah melihat waktu?

Refleks aku keluar dari mobil. Ketika pada saat itu aku mendengar si kurus berteriak "mata balas mata! Gigi balas gigi! Dan wanita? Balas dengan wanita!" Dan matanya berkilat kearahku yang terpatung beberapa langkah dibelakang Dennis.

Apa yang sebenarnya aku lakukan? Batinku. Seharusnya aku diam saja. Tapi bagaimana mungkin aku bisa diam ketika aku sudah mengetahui bagaimana akhir dari cerita ini akan berakhir?

Dennis memutar kepalanya kebelakang, dan terkejut ketika melihatku ada dibelakang.

Mulutnya bergerak "apa yang kau lakukan?" Tanpa suara. Raut wajahnya berubah kuatir.

Si kurus hendak melangkah kearahku, ketika Dennis serta merta menarik tangannya hingga jatuh disisinya.

"Jangan sentuh dia, dia tidak ada sangkut pautnya..." Suaranya terdengar berat.

Sikurus meninjunya di pipi kiri lalu bangkit berdiri. Lalu mulai menendangnya. Aku menutup tanganku dengan tidak percaya. Lalu si tinggi mulai mengikuti apa yang dilakukan sikurus. Mereka meneroyoknya. Ini benar-benar seperti yang aku lihat dimimpiku.

Pada suatu kesempatan, Dennis tiba-tiba berdiri. Dia menatapku sekilas sebelum akhirnya dengan kekuatan darimana balik melawan mereka. Ketika akhirnya dia berhasil mencengkram si tinggi dengan pitingnya. Si kurus langsung berlari kearahku dan mengancamku dengan sebilah pisau kecil yang entah bagaimana ada ditangannya.

Aku terkejut bukan main. Seharusnya aku tidak ada dalam scene ini. Bukan seperti ini mimpi yang aku lihat.

"Hentikan!" Teriak si kurus membuat Dennis dan si tinggi berhenti bergulat.

Dennis menatap wajahku yang kurasakan memucat. Aku ketakutan, aku kebingungan.

Pisau itu mengancam dileherku. Si kurus terlihat serius.

"Man! Jangan pakai pisau! Ayolah, gue ga mau balik kepenjara..." Seru si tinggi.

"Lepaskan dia...dia ga ada hubungannya dengan ini..." Dennis bicara hati-hati.

Aku memejamkan mataku, rasa takutku semakin menjadi karena mata pisau yang yang dingin sedikit-sedikit menyentuh leherku.

Si kurus menyuruh temannya untuk mendekatinya. Lalu aku digiring kearah motor mereka.

Dennis memperhatikan hati-hati, berjaga-jaga, matanya tidak lepas dari padaku.

"Gue akan sampein apa yang lo bilang ke Martin....pastikan 2 minggu lagi pas dia balik ke Indonesia, lo sudah mendapatkan jawabannya...." Si kurus berkata begitu lalu melepasku dengan sedikit mendorongku hingga aku terjatuh. Dan mereka langsung pergi.

Aku menunduk....aku merasa frustasi dengan kenyataan ini. Ini tidak seperti dalam mimpiku. Aku tidak pernah melihat scene ini. Lagi-lagi aku ada dalam scene dimimpiku dimana aku tidak pernah melihat aku didalamnya. Lagi-lagi ada Dennis disana dan aku juga menjadi salah satu korban.

Tidak terasa aku meneteskan air mata karena aku merasa benar-benar frustasi dan tidak berguna. Aku bermimpi tapi aku tidak bisa mencegahnya.

Dennis segera menghampiriku, "kamu tidak apa-apa?" Tanyanya sambil mengangkat kepalaku dengan telapak tangannya. Seketika tangisku pecah, karena aku merasa kecewa.

Dennis begitu terkejut melihat reaksiku. Mungkin dia merasa kalau aku sangat terguncang. Refleks dia memelukku erat, berusaha menenangkanku...

"Seharusnya tidak begini..." Aku masih menangis, aku berbicara dalam tangisku. "Bukan ini yang kulihat dalam mimpiku....maafkan aku, Dennis..." Segukku.

Dennis menghentikan usapan dipunggungku.

"Apa yang kau katakan barusan, mimpi?" Tanyanya dengan tetap memelukku.

Aku bisa merasakan kemejanya basah karena airmataku. Aku kacau sekali. Sepertinya aku harus berbagi mengenai rahasiaku sekarang, kalau tidak mungkin aku akan menjadi gila. Mengapa setiap mimpiku tentang Dennis, selalu berjalan tidak sesuai dengan yang kuimpikan?

"Its you in my dream, Dennis....kamu terluka, selalu terluka..." Kataku pelan. Dan gelapnya malam terasa semakin gelap.

Sudah saatnya....
Ya sudah saatnya....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top