11 - Dearest

Thanks untuk semua yang sudah membaca cerita ini.
Tinggal beberapa bab tersisa, mohon maaf kalau banyak kosa kata ataupun alur cerita yang tak berkenan, akan author perbaiki di cerita-cerita selanjutnya.

Btw, vote nya jangan lupa, yes...


Setelah hari itu aku selalu bermipi buruk, aku selalu menjadi kelelahan karena mimpi-mimpi tidak berkesudahan. Ketika paginya, aku harus bergegas mengubah takdir seseorang. Aku lelah, tapi aku bersyukur karena mimpi-mimpi sialan ini membuatku sedikit banyak melupakan Dennis. Aku tidak harus berlama-lama memikirkannya dan apa yang terjadi pada kami.

Kakak beradik, Martin dan Grace juga tidak pernah muncul lagi. Syukurlah.

Tapi malam ini berbeda. Lagi-lagi aku terbangun dengan keringat yang mengalir deras, dengan jantung yang yang berdetak lebih cepat, dengan napas yang tidak beraturan. Aku benci mimpi ini. Aku benci!

Aku mondar-mandir didalam kamarku, membuat rencana apa yang harus kulakukan. Aku harus memikirkan sesuatu. Aku tidak bisa tidak melakukan sesuatu kalau ini berkenaan dengan Dennis.

Aku melihat dua bersaudara itu di mimpiku. Aku melihat mereka berdua datang ke kantor kami, aku melihat Grace mencoba mendorong Dennis dari atas rooftop dan itu mengerikan.

Mungkin saja Dennis mengacuhkanku saat ini. Tapi aku tidak bisa mengacuhkannya, apalagi ini masalah nyawa.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengirim sms peringatan ke Dennis.

Jangan pergi ke atas rooftop pagi ini
Aku melihat dua bersaudara itu mengincarmu di sana.

Dan dia membalasnya.

Tidak perlu memperingatiku
Kau harus waspada dengan mimpimu
Jangan terpancing, dan jangan sok jadi pahlawan

Aku mendengus kecewa. Apa Dennis juga tidak percaya dengan peringatanku. Dia kasar sekali.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Aku menghambur keluar lift. Aku butuh menaiki tangga satu lantai lagi untuk dapat mencapai rooftop. Dennis boleh tidak percaya padaku, tapi aku harus meyakinkan diriku sendiri kalau dia memang tidak naik dan Martin serta Grace tidak menyerangnya.

Aku sampai di lantai paling atas. Menyusuri koridor yang berujung pintu dengan jendela kaca kecil di kanan kirinya. Aku membuka pintu itu dan menemukan halaman luas terbuka yang langsung beratapkan langit. Aku menyisiri seluruh sudut rooftop dengan mataku, lalu menarik napas lega karena Dennis dan Martin serta Grace tidak ada disana.

"Aman," Gumamku.

Aku hendak meninggalkan tempat itu ketika jendela kecil di pintu itu pecah.

Prang!

Yang kanan...lalu...

Prang!

Yang kiri.

Refleks aku menunduk. Sial, sepertinya aku tau ini perbuatan siapa. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari. Dan ternyata Martin ada di sana. Berdiri di tepian pagar pembatas, di sisinya Grace mencibir menghina ke arahku. Rambut pirangnya mengkilat di terpa matahari pagi.

Mendadak aku berkeringat. Aku ingin berlari menuju pintu di belakangku tapi kakiku gemetar tidak mampu melangkah.

"Kamu takut?" Tanya Grace seperti bukan sebuah pertanyaan. Sudah pasti dia mendengar apa yang kupikirkan.

"Yah, dia akan tiba sebentar lagi." Grace menatap Martin.

"Dia disini?" Tanya Martin, Grace mengangguk.

Dia? Apakah yang di maksud adalah Martin? Pikiranku kacau sekali.

"Tepat! Itu dia di belakangmu!" Grace menunjuk ke belakangku dengan tatapan matanya.

Aku memutar kepala, Dennis sedang terengah di belakangku. Menatap penuh peringatan ke kedua bersaudara itu.

"Dennis," Desisku, menatapnya, merasa bersyukur karena dia ada disini.

"Jangan memikirkan apapun," Katanya pelan tanpa menatapku. Pandangannya tetap tertuju ke Martin dan Grace.

Jangan berpikir? Bagaimana....

Dan tanpa rencana sebuah lagu terdengar mengalun dalam otakku.

Amazing grace how sweet the sound
That saved a wretch like me.
I once was lost but now I'm found.
Was blind but now I see.
'Twas grace that taught my heart to fear
And grace my fears relieved.
How precious did that grace appear
The hour I first believed.
When we've been there ten thousand years
Bright shining as the sun
We've no less days to sing God's praise
Then when we first begun.
Amazing grace, how sweet the sound
That saved a wretch like me.
I once was lost, but now I'm found.
Was blind, but now I see

Aku melihat Grace mendelik ke arahku, dia mencibir pilihan laguku. Who cares, aku hanya bisa memikirkan lagu itu sekarang. Aku juga melihat Dennis mendengus, sepertinya dia tau lagu pilihanku dengan membaca pikiran Grace.

"Pilihan lagu macam apa itu?" Tanyanya tanpa butuh jawaban. Aku mencibir dan terus mengulang-ulang lagu yang sama. Aku tidak boleh memikirkan apapun. Grace tidak boleh mendengar pikiranku.

"Kamu berisik sekali!" Grace berlari dengan sangat cepat ke arahku. Kedua tangannya lurus kedepan dengan telapak tangan terbuka seakan hendak mencekikku.

Aku menutup kedua mataku, ketika Dennis menarik tanganku dan menyembunyikanku di belakang tubuh tingginya.

Kubuka mataku karena terkejut. Aku melihat tangan Grace di leher Dennis, tangan kiri Dennis memegang pergelangan tangannya menahan cengkraman. Sedang tangan kanannya memegang pergelangan tanganku di balik tubuhnya.

Martin mendekati kami. Lalu menatap ke arah Grace dan Dennis bergantian.

"Apa kau akan membunuhnya, Grace?" Tanya Martin sambil terkekeh jahat.

Grace menahan napasnya, mengigit bibir bawahnya keras. Mendorong Dennis sampai ke tepi. Tangan Dennis terlepas dariku. Aku tidak bisa lagi melakukan Amazing Grace. Otakku buntu. Bahkan aku tidak bisa berpikir sama sekali saat ini.

Pemandangan ini, sama seperti yang kulihat dalam mimpiku semalam. Dan lagi-lagi, ada scene yang terlewat. Lagi-lagi Dennis mendapatkan masalah untuk menyelamatkanku.

Aku masih melihat Dennis yang di cekik oleh Grace di tepi gedung. Tubuhnya yang tinggi menjulang melewati tinggi pagar pembatas. Martin tertawa-tawa di sisi mereka. Grace bisa saja mendorongnya terus hingga terjatuh. Dennis sama sekali tidak melakukan perlawanan.

"Hentikan Dennis!" Pekik Grace semakin menguatkan cengkramannya.

"Hentikan Dennis!" Pekiknya semakin melengking.

Sepertinya Dennis memikirkan sesuatu dan membiarkan Grace mendengarnya, dan sepertinya apa yang dipikirkan Dennis tidak menyenangkan untuk Grace dengar.

Grace melepaskan cengkramannya. Lalu dengan marah menampar Dennis keras.

"Aku membencimu!" Lalu dia meninggalkan Dennis marah, melotot ketika melewatiku. Martin mengikutinya dari belakang dengan bingung.

"Memangnya apa yang dia pikirkan, sih?!" Teriaknya sambil mengikuti Grace.

Aku melihat mereka menghilang di balik pintu. Aku berlari menghampiri Dennis yang saat ini bersimpuh dengan napas tersengal. Wajahnya pucat.

Aku menatapnya dengan sedih.

"Sudah kukatakan supaya waspada dengan mimpimu dan jangan terpancing. Dasar keras kepala! Kalau terus seperti ini, bagaimana caranya aku bisa menjauh dan meninggalkanmu?" Desisnya sambil menatapku dengan pandangan sebal.

"Apa sekarang kau tidak akan membantuku berdiri? Setelah aku hampir mati untukmu?" Tanyanya ketika melihatku hanya mematung dengan mata berkaca-kaca ke arahnya.

Aku menghambur memeluknya. Memeluk kesayanganku, yang sudah berkali-kali menyelamatkan hidupku.

🌛🌛🌛🌛🌛🌛🌛

Sisa 3 bab lagi....

Sebenarnya apa hubungan Dennis dengan Grace serta Martin, sampai mereka begitu kesal dengannya?

Dan apa jawaban tentang Dennis yang tidak bisa mendengar pikiran Dreamer dan mengapa Dreamer menjadi cela baginya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top