03》[Bukan] Tukang Modus!
Ruangan yang menakjubkan. Hanya itu kalimat yang terlintas pertama kali sejak masuk kamar yang dindingnya nyaris tak terlihat.
Lemari- lemari menjulang menutup dua sisi dinding. Sisi lain, tertutup poster-poster. Semua buku-buku fantasi di balik kaca transparan menyedot perhatian hingga kelima jari tertuntun membuka sliding door. Dia hampir hanyut dalam aroma buku sebelum sesuatu menimpuknya sangat keras.
"Bi Nuuur, Pak Hamiiid!" Gadis itu tak hentinya berteriak.
Suara tingginya melengking, benar-benar berbanding terbalik dengan postur tubuh yang mungil. Tenaganya pun cukup besar. Timpukan buku tebal itu mengalirkan sensasi ngilu. Dia memukul dengan penuh semangat, meski sedikit kesulitan.
Dengan sekuat tenaga, gadis dengan rambut dikucir itu menghantamkan kembali bukunya ke perut Nirvand. Refleks, tangannya melindungi area perut. Benda itu berpindah ke punggung, bertubi-tubi.
"Ah, apaan, sih. Aduh, aduh. Dasar, gila!"
"Bi Nuuur, Pak Hamiiid!!!" Gadis berseragam OSIS itu mengabaikan keluhan Nirvand. Dia terus menghujaninya dengan pukulan. Serangan itu makin menjadi-jadi ketika buku di tangan Nirvand terlempar ke lantai dalam keadaan terbuka. Parahnya, Ujung sampul robek!
"The Dreaming of Lucifer gue!" Dia berjinjit demi bisa menimpuk bagian kepala, berkali-kali. Amarahnya nyaris mencapai batas maksimum. Meski terengah, tidak ada niat menghentikan serangan. "Dasar maling, lo harus ganti buku gue!"
"Hentikan, Fae!"
"Fae?" Tangan Fae yang sudah di udara mematung mendengar maling di depan mata memanggilnya. Tunggu, Fae memang terkenal sebagai anak sultan di kawasan SMANSA, tetapi dia belum se-famous itu sampai terkenal di kalangan maling segala. Tangan Fae di udara dicekal dan ditarik ke belakang dengan cepat. Gadis berkucir tinggi tersentak saat tangan kanannya terkunci di punggung yang menempel ke dada Nirvand. "Sial, penipu!"
"Aku bisa apa kalau kamu terus menyerangku?"
Fae cukup puas mendengar maling itu terengah-engah. Saat cowok itu mengibaskan kepala menyingkirkan rambut yang memenuhi kening, Fae yang mendongak menangkap kembali gurat luka yang disebabkan benda tajam.
Otaknya terputar cepat, di mana dia bisa melihat luka yang sama. Fae memejamkan mata menghirup aroma tubuhnya. Dia ingat, lelaki baik hati yang memberikan buku Si Peri Kecil.
"Nirvand!" Fae mencoba menangkap sosok raut itu sekali lagi, sayang terlalu tinggi. Pitingan Nirvand terlalu erat. Semakin memberontak, hanya pegal yang menguasai tubuhnya. "Lepasin gue!"
"Sayangnya, kamu tidak dalam keadaan yang bisa memerintah," jawab Nirvand tepat di telinganya. Suara rendah menyerupai bisikan itu membuat Fae meremang.
"Ada apa ini, ribut banget?" Suara Ginanjar merebut kembali konsentrasi keduanya. Pitingan Nirvand semakin longgar. "Oh, astaga."
Ginanjar melongo di tempatnya berdiri. "Anak-anak ...."
"Ini enggak seperti yang Ayah pikirkan," jawab Fae sambil memberontak. Dia berlari ke arah ayahnya.
"Ya, ampun. Wajahmu, Vand."
"Enggak apa-apa, Om. Ini hanya kesalahpahaman kecil."
Ginanjar menatap Fae dengan tajam. Gadis itu tergagap mendapat tatapan seperti itu. Semua pembelaan yang nyaris dimuntahkan kembali tertelan. Di depan Ginanjar, orang-orang yang memiliki kemampuan bicara pun sepertinya tidak berguna.
Fae menatap ganar The Dreaming of Lucifer yang tergeletak di lantai. Dia berjalan perlahan untuk memungut dan mendekapnya erat. "Prince," desisnya.
"Maaf atas ketidaknyamanan ini, Vand. Harusnya tadi aku tidak memintamu menunggu di sini. Ayo," ajak Ginanjar sembari merangkulnya.
Nirvand melirik ke arah Fae sekali lagi sebelum keluar kamar.
"Nirvand ...." Fae bergumam pada dirinya sendiri setelah kepergian mereka.
Nama itu ... tidak akan pernah terlupakan dengan mudah! Fae janji. Sama seperti itu, lelaki bernama Nirvand harus membayar untuk apa yang terjadi hari ini.
Si tukang MODUS! Ternyata, sikap baiknya di toko buku cuma pencitraan. Ada udang dibalik batu. Jadi ini maunya! Gue enggak akan pernah lupa hari ini. Mulai sekarang, bermasker atau enggak, gue akan mengenalinya! Di mana pun.
Fae mengusap buku penuh kasih sebelum menjejalkan The Dreaming of Lucifer ke tempatnya. Dia juga menghirup aroma buku dengan mata yang terpejam. Hatinya bergejolak, kerinduan akan seseorang selalu mengalir saat dia mencium aroma buku.
Sebelum menguak kebenaran orang asing yang sangat dekat dengan Ginanjar, Fae tidak tenang. Dia bahkan tidak membersihkan diri ketika turun. Hanya memakai tunik hitam bergambar jeruk mandarin, dipadukan leging oranye dengan warna yang sangat lembut.
"Lama sekali, Fae. Ayo, cepat."
Ginanjar mengulang kalimatnya saat gadis itu justru membatu di anak tangga. Kemarahannya sama sekali belum reda. Semburat merah tergambar jelas di wajah bulat itu.
"Ay--" Ucapannya terpotong suara Nirvand yang mengaduh.
"Om, enggak usah repot. Nirvand bisa sendiri, kok."
Bagi Fae, melihat sang ayah dengan obat-obatan di tangannya seperti pemandangan ajaib. Kemampuan Ginanjar dalam merawat luka sangat ... meragukan. Tanpa sadar Fae ikut nyengir saat Nirvand merasakan entah perih atau nyeri. Selain lebam, ternyata ujung bibirnya terluka.
"Ayah dengar, kan, dia bisa merawat dirinya sendiri."
"Dia itu tamu ayah, kamu malah menghajarnya sampai begini. Apa yang akan ayah katakan pada orang tuanya?"
"Tapi, mengobati bukan keahlian Ayah," ucap Fae sangat lirih. Dengan menarik napas cepat dia melanjutkan, "Fae panggilkan Bi Nur."
Mengapa ucapannya seperti tidak ada artinya sama sekali. Mereka berdua sibuk berbincang. Terserahlah!
Bolak-balik ke dapur, Fae tidak menjumpai Bi Nur di mana-mana. Dia merasa heran, sementara perutnya mulai merasa lapar.
"Ayolah, Ayah. Fae udah lapar," rajuknya.
Berharap Ginanjar mempercepat proses pengobatan itu. Lagi pula, manja sekali luka seperti itu sudah membuat kesakitan! Padahal, kan, laki-laki. Selain tukang modus, maling, ternyata dia juga lemah. Komplit sekali!
"Ini semua salahmu, sini bantu ayah."
"Bi Nuuur!" teriak Fae.
"Bi Nur enggak di rumah. Cepat, nanti kita makan."
"A-Aku?"
"Ya, ambil ini dan rawat dia."
Ginanjar beranjak, tetapi berhenti dan menoleh saat putrinya masih menyebut anak temannya ini maling. Fae meremas kapas putih itu menjadi bulatan kecil. Ketenangan hidupnya terganggu bahkan ketika belum genap sehari mengenal Nirvand.
"Siapa, sih, lo?"
"Ternyata selain galak, pelupa akut?"
"Apa?! Eh, nyolot banget, lo! Obatin sendi--"
Gemuruh perutnya menghentikan ucapan Fae. Pipinya memanas, dia berharap tukang modus itu tidak mendengarnya.
"Galak, pelupa, pemarah pu--"
"Diam! Gue enggak sepelupa itu. Sebenarnya lo tahu maksud pertanyaan gue, kan?" Semburat merah pasti mengumpul di seluruh wajahnya yang sudah memanas. Lebih-lebih saat Nirvand justru tersenyum. Cukup manis, tetapi menyebalkan--untuk mengakuinya.
"Buruan obati, nanti perut lo nyanyi lagi."
Wajah bulat yang menunduk menahan tawa membuat Fae semakin geram dan naik pitam.
"Fae, kok, belum selesai." Ginanjar muncul begitu saja membuat Fae terkejut. Pantas Nirvand menahan tawa.
Dasar modus!
***
📚📚📚
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top