59 | The Long Night [Part 6]

Ketika Noah sedang memanjat tiang, membakar sulur tanaman yang melilit kaki Akando, lagi-lagi terdengar lolongan binatang buas di kejauhan. Tadashi yang panik, mendongak ke arah tiang dan berseru, "Cepatlah!"

Setelah mendengar lolongan itu, Noah turut panik. Ia mempercepat apa yang dilakukannya, tetapi sulur tanaman yang tercipta dari sihir Wendigo tidak bisa hancur semudah itu. Tadashi kembali waspada, menoleh kanan kiri dan bersiap dengan kuda-kudanya. Di dalam keheningan, Tadashi mempertajam pendengarannya, mengantisipasi jika ada pergerakan dari arah mana pun, berhubung kabut yang berada di sekelilingnya cukup tebal dan jarak pandangnya menjadi terbatas. Adrenalin mereka terpacu.

Dari kejauhan, Noah melihat pergerakan di dekat Tadashi dengan sudut matanya. Pemuda itu menoleh dan berteriak, "Tadashi! Di belakangmu!"

Tadashi refleks berbalik, mengarahkan telapak tangan pada siluet yang bergerak di belakangnya dan menyambarnya dengan petir. Wendigo Beta yang terkena serangan melolong kesakitan dan berjalan mundur, kemudian roboh. Dari arah lain, beberapa beta berlari cepat ke arah Tadashi. Pemuda berambut hitam itu kembali mengeluarkan petirnya.

Lalu, Tadashi menoleh pada Noah dan Akando. Ia berkonsentrasi untuk menjauhkan mereka dari kawanan para beta. Hanya dengan pikirannya, tiang tersebut bergerak menjauh, turut membawa Akando serta Noah yang sedang memanjat. Pemuda berambut pirang itu kehilangan keseimbangan dan nyaris terjatuh.

"Hei! Hati-hati!" protes Noah.

Namun, beberapa beta berjalan memutar dan mulai menjadikan Noah dan Akando sebagai sasaran. Tadashi berdecak kesal. Kemudian, ia menarik kembali tiang tersebut hingga posisinya berada sekitar tiga meter darinya. Semua itu tidak ada artinya jika Noah tidak ikut serta menangani para beta bersamanya.

"Bantu aku melumpuhkan para beta terlebih dahulu!" teriak Tadashi pada Noah.

Melihat sekitar setengah lusin Wendigo Beta yang mendekat ke arah Tadashi, Noah terpaksa menunda pekerjaannya dan melompat dari atas tiang, kemudian mendarat di sisi lain Tadashi, lalu menembakkan lidah api pada salah satu beta.

Tadashi kembali fokus menyambar petir dan menjauhkan para beta dari Akando. Meskipun dengan hadirnya Noah, jumlah para beta masih terlalu banyak untuk mereka hadapi berdua. Kawanan makhluk itu berlarian dari segala arah, membuat Tadashi dan Noah terkepung.

Karena kabut yang cukup tebal, pandangan Tadashi menjadi lebih terbatas, dan pertarungannya di alam mimpi Kagumi terasa lebih berat untuknya. Ketika sedang menyambar salah satu beta dengan petir, beta yang lainnya menyerang dari belakang. Cakarnya yang tajam mengoyak bahu belakangnya. Kembali terdengar koakan gagak dan asap hitam tipis yang mengepul dari lukanya. Tadashi berbalik, menendang makhluk itu cukup keras. Ketika beta itu limbung, Tadashi menyambarnya dengan petir hingga kulitnya menjadi kehitaman, lalu ambruk.

Tadashi merasakan perih selama beberapa detik. Perlahan-lahan, bahunya terasa sejuk dan rasa sakitnya berangsur-angsur hilang. Daging dan hoodie-nya yang terkoyak diselimuti asap hitam tipis, perlahan-lahan tersambung kembali seperti semula.

Tadashi membelalak ketika teringat hal yang begitu penting. "Mantra perlindungan Mom ...," lirihnya. Ah, mengapa ia baru mengingatnya sekarang? Tadashi telah menghabiskan dua mantra perlindungan. Kini, dirinya hanya memiliki satu kesempatan lagi, dan ia tidak boleh menyia-nyiakannya. Tadashi harus segera melumpuhkan kawanan beta di hadapannya dan membawa Noah serta Akando keluar dari alam mimpi.

Tadashi dan Noah kini berdiri di dekat tiang dengan punggung saling membelakangi, menembakkan api dan petir pada makhluk-makhluk haus darah di sekitar. Ketika ada satu yang roboh, beberapa beta akan melindunginya hingga makhluk itu memikiki cukup waktu untuk memulihkan diri. Setelah beta yang terkena serangan kondisi fisiknya telah prima, ia berdiri dan menyerang kembali.

Dua pemuda itu mulai kewalahan melumpuhkan kawanan Wendigo yang tidak ada habisnya, terlebih lagi dengan kehadiran kabut yang membuat segalanya semakin sulit. Semua ini tidak akan berakhir kecuali Noah berhasil melepaskan Akando, lalu Tadashi menggunakan kemampuan dream walking-nya untuk membawa mereka pulang.

Tidak hanya mereka berdua, para beta pun mulai kewalahan. Hampir setengah dari mereka sudah tumbang dan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulihkan diri. Noah melihat sedikit peluang untuk menyelamatkan Akando dan memutuskan untuk berhenti menembakkan api. Pemuda itu berlari menuju tiang.

Namun, Tadashi melihat seekor beta yang melesat cepat menuju ke arah pemuda itu, dan sayangnya Noah tidak menyadarinya akibat kabut di sekitar. Pemuda itu pun telah menurunkan pertahanannya. Refleks, Tadashi menggeser tanah di sekitar Noah, menjauhkannya dari beta yang hendak menyerang. Noah pun limbung dan terjatuh. Meskipun begitu, area di sekitar pemuda itu aman dari kawanan beta.

Fokus Tadashi sempat teralihkan dari medan pertarungan. Tanpa Tadashi sadari, seekor beta mengayunkan cakarnya pada bahunya. Lagi-lagi, kepulan asap hitam keluar dari luka di bahu Tadashi, disusul oleh suara gagak yang melengking. Tadashi meringis, mencengkeram bahunya untuk menahan darah yang keluar. Ia mengarahkan tangannya yang lain pada beta tersebut. Petir menyambar dari langit, meruntuhkan makhluk di hadapannya hingga jatuh tersungkur.

"What the hell are you thinking?" bentak Tadashi pada Noah sambil memegangi bahunya yang sedang memulihkan diri.

Dengan segera Noah bangun dan kembali ke medan pertarungan. "Kita tidak bisa melakukan ini selamanya dan harus ada yang melepaskan Akando!" Noah balas membentaknya. Dari sudut mata, Noah melihat ada beta lain yang berlari ke arahnya. Ia menyikut makhluk itu dan kembali mengeluarkan api.

Tiba-tiba, Tadashi melihat bayangan dirinya di atas tanah menjadi lebih pekat. Dirinya mendongak, melihat bulan yang menggantung di angkasa menjadi lebih terang dari sebelumnya. Noah yang menyadari hal itu pun menjadi lebih waspada, mengantisipasi serangan lain yang mungkin dilakukan para beta. Atau lebih buruknya ... kehadiran sang alpha. Mereka tidak tahu apakah di dunia nyata Kele berhasil membakar jantung makhluk itu atau justru sebaliknya, Kele dan suku Indian telah kalah, dan Wendigo Alpha mendatangi alam mimpi untuk menghabisinya.

Tadashi mempertajam penglihatan dan pendengarannya, memperhatikan sekecil apa pun gerakan ataupun suara di kejauhan. Di balik kabut yang cukup tebal, Tadashi mendengar beberapa beta meraung liar, tetapi mereka diam di tempatnya. Noah membelalak ketika melihat banyak sulur tanaman berwarna hitam menggeliat di kejauhan, terlihat hidup seperti tentakel gurita. Pemuda itu kemudian menyipit untuk memastikan apa yang dilihatnya.

Rupanya itu bukan sulur tanaman. Sebuah materi berwarna hitam pekat tercipta dari bayangan beta yang berlari ke arah Tadashi. Bagaikan pedang panjang, materi itu melesat cepat dan menusuk jantung sang beta, membuatnya berhenti berlari dan meraung liar, berusaha menahan sakit. Tadashi dan Noah pun melihat banyak pedang bayangan menusuk tubuh beta lainnya. Tidak hanya di jantung, pedang-pedang panjang itu menusuk kepala dan perut mereka.

Dari bayangan di tanah, juga tercipta rantai berwarna hitam pekat yang menjulang ke atas seperti tentakel. Beberapa Wendigo Beta yang berada dalam lingkup pandang Tadashi dan Noah pun meraung-raung ketika tangan dan kakinya terjerat oleh rantai. Dua pemuda itu mengedarkan pandangan. Semua beta kini telah terjebak, tidak lagi memiliki ruang bebas untuk bergerak. Para beta tidak cukup kuat untuk melepas rantai yang menjerat mereka, juga tidak memiliki energi yang tersisa setelah tubuh mereka ditikam secara brutal.

Dari balik kabut tebal, hadir sosok yang lain. Kagumi menampakkan dirinya. Raganya yang semula hanya berupa bayangan, perlahan-lahan memadat menjadi tubuh yang lebih sempurna. Wanita itu berdiri memunggungi Tadashi dan Noah, mengangkat kedua tangan yang bergetar cukup hebat untuk menahan sihir rantai bayangannya.

"Selamatkan Akando! I got this!" teriaknya.

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Tadashi berkonsentrasi untuk menarik tiang di mana Akando terikat. Setelah Akando berada di hadapannya, Noah memanjat dan membakar sulur-sulur tanaman yang menjerat pria tua itu. Dibantu Tadashi, ia menurunkan Akando, lalu menyandarkannya ke tiang. Tanpa harus dibangunkan, rupanya pria itu sudah membuka mata.

"What happened?" tanya Akando parau. Suaranya tidak terdengar jelas. Pria itu mengedarkan pandangan, menyaksikan sekitar satu lusin Wendigo Beta mengelilingi tiang dengan tangan dan kaki terikat, serta kabut tebal yang mendominasi sekitar. Ia bertanya lagi. "Di mana aku? Ini bukan alam mimpi yang diciptakan Wendigo."

"Aku memindahkan kita semua ke alam mimpi ibuku. Meskipun begitu, para beta masih bisa mengikuti kita ke sini. Bertahanlah, aku akan membawamu kembali ke dunia nyata," terang Tadashi.

"Tunggu!" Dengan cepat Akando menahan lengan Tadashi sebelum pemuda itu berdiri. Ia melirik Kagumi yang berdiri sekitar lima meter darinya. "Bangunkan para beta terlebih dahulu. Tenaga ibumu akan terkuras jika harus terus-terusan menahan mereka dengan sihir bayangannya. Kita tidak bisa kembali begitu saja."

Kedua alis Tadashi terangkat. "Itu konyol! Bagaimana bisa aku membangunkan Wendigo begitu saja?"

"Dengarkan aku, Tadashi." Akando mencengkeram kedua lengan Tadashi. "Wendigo Beta masih memiliki sisi manusia di dalam dirinya. Kau bisa membangunkan mereka layaknya membangunkan para Indian. Ketika mereka terbangun di dunia nyata, entah di mana pun, mereka akan kembali pada wujud manusianya."

Ah, mengapa Tadashi baru mengingatnya sekarang? Para beta adalah Wendigo yang terlahir dari manusia yang serakah dan haus darah. Tidak ingin membuat Kagumi harus bertahan lebih lama lagi, pemuda itu beranjak, berlari kecil dan berdiri di samping sang ibu. Kedua matanya memancarkan cahaya kemerahan, kalung serigalanya kembali aktif. Satu per satu makhluk haus darah di hadapannya perlahan menyublim menjadi asap kemerahan dan lenyap ditelan kabut.

Alam mimpi Kagumi seketika senyap, tidak ada suara raungan maupun tubuh yang menggeliat. Setelah tidak ada lagi Wendigo yang mendiami alam mimpinya, Kagumi dapat bernapas lega. Ia menurunkan tangannya dan berlutut di tanah, berusaha mengatur napas dan detak jantungnya. Rantai yang dibuatnya kini kembali menjadi bayangan di tanah. Dengan cepat Tadashi membantu wanita itu berdiri.

"Mom? Hey, hey, it's okay. Mereka sudah pergi," bisik Tadashi.

Alih-alih menjawab, wanita itu mendekap putranya erat, lalu mengecup keningnya. Napasnya masih memburu. "You okay, Honey? Are you hurt?"

Dalam pelukan Kagumi, Tadashi menggeleng. "Tidak berkat sihir perlindungan darimu."

Wanita itu melepas pelukannya. "Bagaimana bisa kalian semua ada di mimpiku?"

Tadashi menjadi satu-satunya orang yang mengingat segalanya, berhubung ia adalah seorang dream walker yang tidak terpengaruh sihir Wendigo dan tidak perlu melewati fase tidur-bangun-kemudian-tidur-kembali. Ia menjelaskan segalanya pada sang ibu, termasuk rencana Kele yang sudah dibangunkan terlebih dahulu untuk membakar jantung sang alpha. Begitu pula Kagumi yang menjelaskan seperti apa keadaan terakhir di medan pertarungan.

"Kalau begitu, semua ini tergantung pada Kele, 'kan?" tanya Noah.

"Dan tergantung pada kita," tambah Tadashi. Ia melirik Noah, Akando, dan Kagumi bergantian. "Karena kita semua yang dapat membantunya masih terjebak di sini."

"Bawa kami kembali ke dunia nyata, sekarang!" perintah Akando pada Tadashi.

Tadashi mengangguk dan kalung taring serigalanya kembali aktif. Dalam sekejap, jiwanya berpindah dan dirinya kembali membuka mata. Dalam posisi berbaring, ia melihat awan keruh masih menutupi cahaya bulan. Ia mendengar suara erangan di sampingnya. Ketika menoleh, Tadashi melihat Noah yang berbaring di sampingnya pun kini telah bangun dan berjuang untuk menegakkan tubuh. Pemuda berambut pirang itu memijat pelipisnya yang terasa sakit. Tadashi duduk tegak, lalu beranjak sambil menopang lengan Noah untuk membantu pemuda itu berdiri.

Keheningan yang cukup ganjil meliputi Queens Forest Park. Keduanya sudah siap untuk kembali bertarung, tetapi tidak terlihat presensi musuh yang harus dihadapi. Pejuang suku Indian tergeletak di tanah dengan darah di sekujur tubuh, tombak-tombak menancap di tanah dan sebagian lagi berserakan begitu saja. Pohon sakral masih utuh berdiri. Kobaran yang berasal dari api dan petir pun sudah mengecil.

Panik, Tadashi mengedarkan pandangan. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Kele di tempat ini, begitu pula dengan makhluk haus darah itu. Seketika napasnya memburu, jantungnya berdetak lebih cepat. Rasa takut yang begitu hebat menjalar di seluruh tubuhnya.

Tidak. Kele tidak mungkin gagal membakar jantung makhluk itu, 'kan?

Dukung Dream Walker dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

13 Agustus 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top