36 | The Beach [Part 1]

Haloooo, maaf banget nggak up lebih dari tiga bulan. Spesial buat kalian, aku up dua chapter sekaligus dengan total 2000+ words!

Happy reading

*****

Tadashi Reyes membuka kedua netranya, menatap langit-langit ruangan sejenak. Sinar matahari pagi menembus melalui celah di antara tirai kamar. Ia menggeliat, mengumpulkan nyawa sebelum bangun dan duduk tegak. Pemuda itu mengambil ponsel di atas nakas, kemudian tersenyum simpul ketika melihat tanggal yang tertera.

Setelah melewati minggu yang sangat panjang, akhir pekan tiba. Mengetahui cucunya telah mengalami banyak hal, Dakota tidak melatih Tadashi sekeras biasanya. Pemuda berambut hitam itu lebih banyak menggunakan waktunya untuk beristirahat dan fokus belajar untuk ujian akhir. Alhasil, di Sabtu pagi yang cerah ini, energinya sudah terisi penuh. Suasana hatinya membaik, pikirannya kembali segar.

Hari ini, ia dan sang ayah berencana untuk berlibur. Keduanya sudah muak dengan polusi kendaraan dan kemacetan. Andrian yang sedang terbebas dari deadline pekerjaan kantor memiliki tempat yang sempurna untuk mereka kunjungi. Tadashi melewati Sabtu pagi dengan senyum yang cemerlang. Ia bergegas mempersiapkan diri, tidak sabar untuk melepas penat bersama Andrian. Apalagi, hubungan ayah dan anak itu semakin erat sejak mereka memutuskan untuk saling bicara, seolah-olah tembok besar yang ada di antara mereka runtuh begitu saja.

*The Script - Superhero
Play this song for a better experience

Matahari sudah naik, meskipun belum bertengger di puncak. Ford maroon yang mereka kendarai telah sampai di jalan tol. Ditemani oleh 'Superhero' dari The Script, ayah dan anak itu mengobrol santai, terkadang disertai oleh canda tawa. Ada saatnya mereka berdua diliputi keheningan panjang, hanya terdengar musik hits tahun 2010-an dari radio mobil.

Hubungan Tadashi dan Evelyn juga membaik, dibuktikan dengan notifikasi yang beberapa kali masuk ke ponsel pemuda itu. Ketika sedang senggang, keduanya terbiasa bertukar pesan singkat. Andrian melirik Tadashi tiap kali ponsel yang digenggam putranya bergetar. Melihat pemuda itu tersenyum kecil, pria berusia empat puluh tahunan itu jadi ingin menggodanya.

"Who's that?" tanya Andrian sambil mengemudi, "apakah itu Evelyn?"

Senyum di wajah Tadashi otomatis pudar, tergantikan oleh kepanikan. "What?"

Andrian terkekeh. "Dad sering mendengar kau dan kakekmu membicarakan seorang gadis yang bernama Evelyn. Hanya menebak."

Tadashi mengunci ponsel, kemudian menaruh benda itu di atas paha dalam posisi terbaik. "Um ... yeah, kau tidak salah," ucapnya kikuk.

Andrian menyikut lengan putranya. "Hei, kau tidak perlu malu seperti itu. Dad juga pernah menjadi remaja."

Tadashi menggeleng cepat. "Aku tidak malu, tapi ... aku dan Evelyn hanya teman, bukan pasangan sungguhan, jadi memang tidak ada yang bisa kuceritakan padamu." Kemudian ia mendesah pelan. "Lagi pula aku tidak punya waktu untuk memikirkan hal itu. Maksudku, ujian akhir sudah semakin dekat."

"Tapi kau menyukainya, 'kan?"

"Yeah, um ... sedikit."

Mendengarnya, Andrian tersenyum. Tadashi memang berbeda. Pemuda itu begitu menomorsatukan pendidikan, padahal banyak remaja seusianya yang sudah memiliki pacar, membawa seorang gadis ke pesta dansa prom atau sejenisnya. Entah ia harus bangga atau khawatir akan keseriusan putranya.

Keheningan kembali meliputi mereka. Tadashi menopangkan pipi, pandangannya tertuju pada jendela mobil, mengamati beberapa kendaraan yang melintas serta gumpalan-gumpalan kapas di langit. Tiba-tiba saja, dirinya terpikirkan akan satu hal.

"Hey, Dad, bagaimana kau bisa mengenal Mom?" tanya Tadashi.

Andrian terkekeh. "Mengapa kau tiba-tiba penasaran dengan hal itu?"

Tadashi mengedikkan bahu. "Well, Dad sudah menanyakan kisah-asmara-remajaku-yang-tidak-seseru-film-film. Kini, giliranku yang bertanya."

"Tidak ada yang istimewa. Kami hanya bertemu, berkenalan, kemudian ... ya, kira-kira sama seperti pasangan suami istri lainya." Andrian menoleh ke arah putranya. "You want to know about something, huh?"

"Well, you read my mind." Tadashi menyandarkan tubuh ke kursi penumpang. "Maksudku, ketika kau lembur di kantor, Mom bertarung melawan anak buah dari seorang dukun suku Indian sinting dengan ... katana! Apakah ada ibu rumah tangga lainnya yang dapat bertarung seperti samurai selain Mom?"

Mendengarnya, Andrian terbahak, masih berkutat dengan kemudi mobil. "Oh, aku tahu apa maksudmu."

"Sebelum menikah, apakah Mom tidak memberitahumu soal dirinya dan ... soal Grandpa? Soal kehidupannya? Dan bagaimana responsmu?"

"It's a long story." Andrian memutar kemudi sekitar tiga puluh derajat ketika ada tikungan di jalan tol. "Do you really wanna know about that?"

"Yeah!" Tadashi mengangguk antusias.

"Oke. Kalau begitu, bagaimana jika aku menceritakannya sambil menikmati dessert?"

"Itu bukan ide yang buruk." Tadashi menoleh ke arah jendela. Di kejauhan, terlihat garis horizon lautan yang begitu jernih. Tidak ada lagi gedung-gedung pencakar langit yang menjulang di daratan. "Kita pergi jauh sekali dari rumah. Ke manakah tujuan kita sebenarnya?"

"Tempat yang memiliki dessert enak, tentu saja," jawab Andrian singkat.

*****

Keduanya sampai di Long Beach Boardwalk, pantai di pinggiran Kota New York. Sejauh mata memandang hanya terlihat pasir dan lautan, serta kios-kios kecil yang berjejer. Setelah Andrian memarkirkan Ford maroon-nya, Tadashi keluar dari dalam mobil. Kedua netranya otomatis menyipit ketika teriknya sinar matahari menusuk indra penglihatan dan perabanya. Angin menerpa wajahnya pelan, tidak dingin, tetapi juga tidak terlalu panas.

"Pantai? Di siang yang terik seperti ini?" protes Tadashi sambil menutupi matanya dari sinar matahari. "Setidaknya katakan lebih awal agar aku tidak lupa menggunakan tabir surya dan membawa topi."

"But hey ... it's perfect weather for an ice cream, isn't it?" respons Andrian.

"Well, yeah. Kita butuh sesuatu yang segar."

"Kalau begitu, ayo!"

Ayah dan anak itu menelusuri jalanan beraspal yang memisahkan kios-kios dan pantai. Di kanan kiri mereka banyak manusia yang berlalu lalang, sebagian besar dari mereka mengenakan kaus dan celana pendek santai. Andrian lebih tertarik untuk menikmati udara yang bebas dari asap kendaraan serta deburan ombak yang menenangkan, sedangkan Tadashi lebih fokus pada pedagang makanan yang ada di sana, mencari sesuatu yang dapat menetralisir panasnya cuaca.

Banyak pedagang es krim di sana, baik yang berbentuk kios maupun gerobak, tetapi ada satu yang menarik perhatian Andrian. Pria itu berbelok, berjalan menuju sebuah kios yang didominasi oleh warna merah. Di sana, terlihat rak kaca pendingin berisi es krim dengan berbagai rasa. Antreannya cukup panjang jika dibandingkan dengan kios lainnya.

Sambil mengantre, Tadashi bertanya, "Dad, have you been here before?"

"Hanya sekali, tetapi begitu berkesan," jawab Andrian singkat.

Pada akhirnya mereka sampai di antrean paling depan. Andrian membeli masing-masing satu cone es krim cokelat untuk Tadashi dan bubblegum untuk dirinya. Setelah itu, keduanya kembali membelah kerumunan manusia di sepanjang jalanan setapak beraspal, mencari bangku yang kosong.

"Jadi, bagaimana awal mulanya kau dan Mom bertemu? Bagaimana bisa kau ... errr, tahu sisi lain dari kehidupan Mom?"

Andrian melumat es krim bubblegum itu, kemudian bergeming sejenak. Pandangannya tertuju pada birunya laut sejauh mata memandang. "Dad tidak terlalu mengingat detail bagaimana bisa mengetahui kenyataannya, yang kuingat hanyalah darah, makhluk-makhluk takhayul, segalanya yang horor-horor."

Kedua netra Tadashi membola. "Dan kau tetap ingin menikahinya?"

Pria berambut pirang itu tertawa. "Bukan salahku jika ibumu secantik itu, 'kan? Tentu saja aku tetap ingin menikahinya!"

"Oke, aku semakin penasaran." Tadashi mengubah posisi duduknya, bersiap untuk mendengar cerita ayahnya. "Ceritakan lebih banyak tentang masa lalu kalian berdua!"

Melihat putranya seantusias itu, Andrian merasa gemas. Ia terkekeh pelan, kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi komunal berbahan kayu dan bertumpang kaki. "Oke oke. Aku akan menceritakan segalanya yang kuingat."

Dukung Dream Walker dengan menekan bintang di pojok kiri bawah 🌟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top