Bab 4

Song : IZ*ONE - FIESTA

* * *

Ye Hyo dan Hyun Woo sedang berjalan beriringan di keheningan malam. Sembari memegang susu pisang di tangan masing-masing.

"Oh iya, Hyun Woo. Kamu dapat undangan penyambutan mahasiswa baru?" tanya Ye Hyo di sela-sela menyedot susu pisang miliknya.

Hyun Woo menoleh. "Aku sudah dapat sejam lalu. Dalam bentuk kode QR lebih tepatnya. Acara itu seberapa mewahnya sampai ada kode QR segala? Padahal cuma menyambut mahasiswa baru jurusan kita."

"Sunbae kita kaya-kaya. Makanya dia sewa restoran ayam untuk semalam supaya dipakai dalam acara itu."

"Lalu kode QR diapakan?"

"Katanya akan dapat nomor undian jika dipindai. Juga dicatat di buku pengunjung daring sistem mereka." Ye Hyo menjelaskan secara detail dan membuat Hyun Woo hanya menganggukan kepala.

"Acaranya kapan? Sunbae tadi cuma mengirim kode QR soalnya."

"Besok malam. Persiapkan saja dirimu. Hanya beberapa orang dari kelas kita yang diundang. Termasuk Min Hyuk hyung."

Hyun Woo terkejut ketika sahabatnya menyebut nama Min Hyuk. Apa tidak salah, si pendiam di kelasnya malah diundang ke acara?

Selama sepekan melewati berbagai perkuliahan, Hyun Woo telah membaca sifat Min Hyuk yang banyak berubah dari SMA. Min Hyuk lebih banyak diam dan fokus memperhatikan bukunya. Dibanding dulu, Min Hyuk adalah orang yang ceria. Sama seperti Ye Hyo. Ada apa dengan pemuda berkacamata itu?

Hyun Woo nyaris saja menumpahkan susu pisangnya saat dirinya banyak melamun. Untung Ye Hyo segera memposisikan botol yang dipegang Hyun Woo.

"Aish, yaa! Kamu hampir membuatnya terbuang. Padahal mahal kubelikan," gerutu Ye Hyo mendadak.

Hyun Woo cepat- cepat mengembalikan kesadarannya sembari mengucek mata. "Oh, mian. Aku refleks menumpahkannya."

"Mentang-mentang menyuruhku membelikan susu pisang banyak-banyak, justru kamu tumpahkan seenaknya. Jangan ulangi lagi kalau tidak ingin melihat temanmu marah," ujar Ye Hyo masih terbawa kesal.

Hyun Woo tersenyum dan mencoba menghibur Ye Hyo dengan merangkul leher. "Aigoo, baru pertama melihat temanku bisa semarah itu."

Tangan Hyun Woo tak henti-hentinya mencubit pipi gemas Ye Hyo. "Hei, katanya kamu risih kalau aku memperlakukanmu begitu. Sekarang malah terbalik. Aku juga risih, tahu."

"Iya, iya, maaf." Hyun Woo menyerah, memenuhi permintaan temannya untuk melepas.

Mereka masih berjalan menikmati indahnya kota Seoul di malam hari. Jujur, kerumunan orang yang mereka lewati rata-rata adalah wisatawan asing. Banyak di antara para wisatawan yang memanfaatkan waktu untuk berjalan-jalan. Bahkan banyak pula yang menjajakan berbagai makanan khas Korea. Seperti tteokbbeoki, kimbap, jumeokbap, sotteok-sotteok, dan sebagainya.

Hyun Woo dan Ye Hyo tak ingin menghabiskan uang untuk membeli jajanan karena tadi sore mereka sudah lebih dulu mengisi perut di minimarket tempat Deok Hye bekerja. Hyun Woo sendiri yang memilih, tentu saja.

"Oh iya, Hyun Woo. Banyak yang bilang kalau kamu dan Deok Hye pacaran. Benar yang mereka katakan?" tanya Ye Hyo seolah ingin meluruskan rumor yang ia dengar.

Hyun Woo menghela napas seraya mengusap wajahnya kasar. Rasanya gosip itu belum hilang juga. Mengapa bisa sampai tersebar di sekitar kampus? Bukannya sudah jelas dan mengklarifikasi bahwa ia dan Deok Hye tak pacaran?

"Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa/ Hanya teman saja."

"Serius cuma teman?"

"Aku serius, Ye Hyo. Aku sudah bilang beberapa kali ke mereka?" Hyun Woo geram seraya menggertakkan gigi.

Tak lama kemudian, ponsel Hyun Woo berdering. Ia merogohnya dari kantong celana jinsnya.

Ia ditelepon Deok Hye. Melihat nama "Jung Deok Hye" terpampang di display name membuat Hyun Woo membuang napasnya kasar.

"Sebentar. Kita berhenti dulu. Ada telepon," kata Hyun Woo memegang lengan Ye Hyo, menghentikan langkah.

"Siapa yang meneleponmu?" tanya Ye Hyo penasaran.

"Bukan apa-apa." Hyun Woo tak ingin memberitahu dan cepat-cepat menekan tombol hijau.

"Kenapa?" sapa Hyun Woo biasa.

"YAA!!!!" Teriakan Deok Hye di telepon sukses membuat Hyun Woo menjauhkan ponselnya dari telinga. "Kamu sengaja ya memberitahu ke teman-teman kalau kita ini pacaran? Kamu sudah gila, ya?"

Hyun Woo seolah mendapat keputusasaan berkali-kali. Mengapa sampai harus kena semprot Deok Hye?

"Aku sudah menyangkalnya. Lagipula, memang kalau kita cuma menanyakan tugas dan lain-lain dianggap pacaran? Siapa juga yang mau gadis sepertimu?" gerutu Hyun Woo tak kalah kerasnya.

"Sembarangan ya! Aku terus ditanya-tanya soal kita pcaran dan sebagainya. Aku capek bilang 'tidak' 'tidak' 'tidak' ke teman-teman lain."

"Aku juga capek! Lebih baik jangan telepon aku lagi."

Hyun Woo sontak menutup telepon dan mengerucutkan bibir, kesal.

"Itu Deok Hye yang telepon?" tanya Ye Hyo.

"Ya, kamu lihat sendiri."

"Berasa artis kamu. Ditanya-tanya terus," kata Ye Hyo terkekeh. "Kalau kupanggil paparazi dan membuntuti kalian, tidak ada yang bisa disangkal lagi."

"Ah, sudahlah. Kita pulang saja. Tidak baik menghalangi arus-arus para wisatawan malam."

Hyun Woo menarik tangan Ye Hyo dan berjalan lurus mengarah ke rumah mereka masing-masing.

* * *

Keesokan harinya, Hyun Woo dibangunkan oleh alarm ayam berkokok di ponselnya. Hyun Woo dengan posisi tidurnya yang aneh mencoba menghentikan bunyi alarm tersebut.

"Emm ... hentikan suara itu. Berisik." Suara Hyun Woo masih lemah, belum mendapat energi penuh.

Tangan Hyun Woo meraba-raba sampingnya. Mencari ponsel yang terus membunyikan alarm ayam berkokok volume tinggi.

Beruntung cepat bereaksi dan langsung mematikan alarm tersebut.

Hyun Woo masih mengumpulkan energinya untuk bangun. Ia bangkit dan berjalan menuju kulkas untuk mengisi perut di pagi hari.

Pemuda itu tinggal sendirian di apartemen unit 802. Jauh dari sang ayah di Incheon. Harusnya ada pengiriman makanan hari ini. Katanya ayahnya sudah mengirim satu baskom kimchi dan pa kimchi buatan bibinya. Tapi di mana?

Biasanya bibi datang ke apartemennya pagi-pagi sekali untuk memasukkan kimchi atau makanan lainnya ke dalam kulkas.

Apa ditaruh di luar?

Hyun Woo mencoba membuka pintu apartemen. Dan benar dugaannya. Ada dua baskom yang terdiam manis di depan unitnya. Ada pula satu kotak bekal besar yang diyakini adalah banchan.

Di dalam kantongan berisi kotak makan banchan itu, ada sepucuk surat yang membuat Hyun Woo salah fokus.

Ia membuka lipatan surat tersebut dan membaca tulisan indah dari sang ayah.

Hyun Woo-ah

Untuk makanan hari ini, bukan Imo-mu yang kirim ke apartemen. Tapi ayah sendiri.

Karena ... ayah sangat merindukan putera ayah satu-satunya.

Bagaimana perkuliahannya?

Berjalan lancar 'kan?

Ayah tahu kalau kamu memakai gaji paruh waktumu untuk membayar biaya kuliahmu

Kamu lelah berjuang menghidupi kebutuhan di Seoul

Maafkan ayah kalau ayah tak pernah memperhatikanmu

Namun kabar baik

Ayah sudah naik jabatan dan mungkin rencananya ayah akan pindah ke Seoul

Jadi ayah akan setiap saat menengokmu di apartemen

Ayah tidak enak membuatmu mandiri sendirian

Ayah macam apa aku ini sampai tak memperhatikan anaknya sendiri?

Sebagai imbalan atas semuanya, ayah secara khusus membuat banchan untukmu

Walau nanti kamu cicipi tidak enak, tapi terima saja

Juga, ayah sudah transfer semua biaya kuliah yang kamu bayar kemarin

Hitung-hitung tercukupi biaya hidupmu di Seoul

Tetap jaga kesehatan

Baik-baik di Seoul ya, nak

Ayah akan terus mengirimimu pesan

Salam dari ayah

Kim Chul Jin

*

Hyun Woo tampak biasa saja membaca surat itu. Bukannya tidak merindukan sang ayah, tapi ia diajarkan untuk tidak menjadi lembek hanya karena tidak pernah bertemu dengan seseorang. Meski pada akhirnya ia tetap meneteskan air mata sebab ayahnya.

Hyun Woo kembali mengucek matanya dan langsung membawa dua baskom tadi ke apartemennya.

* * *

20 Juni 2020

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top