Part 4

Rea's :

"Kali ini aku harus mendapatkannya," aku memukul telapak tanganku dengan kesal.

Setelah kejadian tabrakan tadi pagi, yang menjadi kecelakaan tabrak lari itu otakku terus berpikir bagaimana caranya mendapat perhatian laki-laki yang selama ini selalu memimpikanku setiap malam.

Hayden. Ya, Hayden adalah lelaki yang selalu memimpikan aku selama lebih dari tiga tahun ini, dan tanpa sengaja dia pulalah yang dapat menarikku keluar dari alam mimpi ke alam nyata. Berkat mimpi-mimpinya itu lalu aku bisa muncul dan memberikan hal yang sama seperti apa yang dia impikan selama ini.

Aku datang dari alam mimpi ke alam nyata dalam wujud manusia biasa yang baru saja meninggal. Dengan syarat bahwa si manusia yang sudah berwujud jasad itu harus mempunyai mimpi sebelum kematiannya.

Seperti reinkarnasi namun beda tempat dan kepribadiannya saja.

Pagi itu aku memakai tubuh seorang perempuan cantik yang rela menabrakan diri pada mobil seseorang yang selalu memimpikanku. Sial, laki-laki itu malah mengabaikanku dan membiarkan tubuhku tergolek begitu saja di jalanan.

Untung saja aku bukan manusia, dan tubuhku itu bukan berasal dari kota ini hingga aku dengan mudah memindahkan tubuh yang sudah tidak terpakai lagi itu ketempatnya semula.

Malam ini aku sedang berkeliling di kota-kota besar mencari manusia yang baru saja meninggal dunia dan bermimpi sebelum ajal merenggut nyawanya.

Kukedipkan mataku tidak percaya saat tahu baru saja seorang perempuan meninggal dunia dan tak memiliki satupun mimpi dihidupnya. Oh, pasti hidupnya sangat menjemukan.

Menjelang pagi, aku berhenti melawan angin yang meniupkan hawa kematian sebelum mimpi datang dari arah lorong gelap disudut jalan kecil ini.

Dengan cepat aku menghampiri tempat gelap dan lembab itu. Sesosok gadis terkulai lemas disisi tembok pembuangan air kotor. Wajahnya pucat dengan bibir membiru dan mata yang terpejam damai. Gadis itu baru saja meninggal dunia dan telah bermimpi sebelumnya.

Aku mengulas senyum, tubuhnya akan kupakai untuk menyelesaikan tugas ini. Lalu kumasuki tubuh itu dengan jiwaku. Ada rasa bersalah saat kutahu mimpinya sebelum dia meninggal. Gadis ini tidak ingin dirusak. Dia bermimpi bahwa kesuciannya akan kembali lagi setelah seorang lelaki biadab mengambilnya dengan paksa.

Dalam hati aku menggeram mengingat-ingat wajah lelaki si pendosa itu yang terlintas dimimpi gadis malang ini.

"Lihat saja, akan kubalas kau bajingan!"

Aku segera pergi dari tempat itu, untuk bersiap menemui targetku hari ini, Hayden. Dan kali ini tidak boleh gagal sama sekali. Aku harus menyusun rencana yang matang seperti kata Eam kemarin.

°°°

Tidak seperti kemarin, pagi ini Kio datang kerumah Hayden dengan damai. Dia bahkan membawa buket bunga peony untuk diberikan pada Ann, ibu Hayden.

"Kio sayang,," Ann memeluk Kio dengan erat lalu tersenyum setelah melepas pelukannya.

"Kau tampak segar hari ini, Kio," Ann membimbing keponakannya itu menuju meja makan didekat dapur.

Kio tersenyum lagi menanggapinya lalu segera duduk disalah satu kursi di meja makan itu.

"Aku sedang bersemangat hari ini, bibi,"

"Sayang, mulai hari ini kau boleh memanggilku ibu jika kau menginginkannya." Ann menyodorkan sepiring spagethi fetuchini dihadapan Kio langsunh menghirup aroma makanan itu dengan antusias.

"Baunua enak sekali," Kio menatap Ann, "Ibu," lirih Kio lalu tersenyum kecil mengambil sendok dan garpu disisi piringnya.

Ann membelai kepala belakang Kio lalu duduk di kursi lainnya.

"Apa Hayden sudah bangun?" Kio sudah mulai menyuap makanannya dan langsung berkomentar bahwa masakan bibinya itu luar biasa enak persis seperti buatan ibunya sendiri saat masih hidup.

Ann tersenyum melihat haru pada keponakannya. Hatinya merasa tersayat bila mengingat pembunuhan yang dilakukan oleh Kenshi, ayah Kio, terhadap Marry adik satu-satunya yang dia sayangi.

"Jika sudah lapar, Hayden pasti turun kemari," jawab Ann tenang.

Kio menghabiskan spagethinya dan segera meminum susu yang disajikan Ann, ibu barunya.

"Aku akan menyusulnya," Kio berdiri mendorong kursi kebelakang dan berjalanninggalkan meja makan untuk menemui sepupunya, Hayden.

Tiba dilantai dua rumah sederhana itu, Kio mendorong pintu bercat cokelat didepannya, kamar Hayden.

Tak ada tanda-tanda kehidupan disana, sang pemilik kamar rupanya belum mau beranjak dari kasurnya.

"Hayden," Kio mendekati ranjang disampingnya.

Hayden tampak masih mendengkur, menandakan laki-laki pirang tampan itu masih terlelap dalam tidurnya yang damai.

"Hayden," kali ini Kio duduk dipinggiran ranjang mencoba membangunkannya perlahan.

"Moya, jangan---" gumam Hayden pelan dan terdengar jelas oleh Kio.

"Moya?" Kio mengulang nama yang disebutkan Hayden dalam tidurnya itu, "Pacar barumu-kah?"

"Moya, jangan pergi," kali ini Hayden terdengar memilukan, tangannya menggapai-gapai mencoba menangkap sesuatu yang tidak terlihat oleh Kio.

"Hayden kau bermpi, bangunlah!" ujar Kio mulai khawatir karena Hayden tampak terlalu meresapi mimpinya itu sampai-sampai terlihat setetes air bening mengalir dari sudut matanya yang terpejam.

"Hayden, kau membuatku takut, Hayden," Kio mulai mengguncang-guncang tubuh Hayden dengan frustasi.

"Bangunlah, kau bermimpi buruk, ayo bangunlah Hayden!"

"Moyaaa!!!" Hayden terhenyak, bangun seketika dan meneriakan nama itu dengan lantang lengkap dengan tangan yang menggapai udara secara berlebihan.

Mata Kio membulat kaget dengan cara bangun Hayden yang terlalu didramatisir oleh mimpi buruknya.

"Hayden," panggil Kio.

"Moya?" Hayden tersadar lalu menoleh pada sumber suara disampingnya.

"Kio," Kio nyengir membuat Hayden sedikit kecewa, buru-buru menyadarkan diri lantas melompat cepat dari tidurnya.

"Kau mimpi buruk?" tanya Kio masih duduk ditempatnya semula.

"Kau tidak mengetuk pintu dulu?" cicit Hayden tak menjawab pertanyaan Kio.

"Sudah, kau saja yang tidak mendengar," Kio bangki lalu mendekati Hayden yang tengah membuka tirai jendelanya.

Hayden tidak menjawab, dia fokus pada pemandangan didepannya. Dia menatap lurus kebawah sana lewat jendelanya, ada sesuatu yang menarik perhatiannya dibawah sana.

Hayden mendekati kaca jendelanya berharap mendapat penglihatan yang lebih jelas dengan cara itu.

"Ada apa?" Kio ikut memandang kebawah sana. Dan mendapati seorang gadis tengah memandang kearah Hayden tanpa ekspresi yang jelas diwajahnya.

"Siapa dia?" tanya Kio penasaran.

"Moya?" lirih Hayden tidak jelas lalu segera melesat keluar kamar dan menuruni tangga secepat kilat tanpa menghiraukan kakinya yang terantuk anak tangga beberapa kali.

Hayden tidak menjawab sang ibu yang menyapanya dari arah dapur, dia ingin segera keluar rumah dan memastikan hal yang benar dengan apa yang dilihatnya tadi lewat jendela kamarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top