Part 3
Hari sudah malam, dengan kesal Kio harus pulang ketempat barunya dikota ini, sejak kematian sang ibu dua minggu yang lalu dia dipindahkan ke kota ini oleh, Ann, ibu Hayden, kakak kandung Marry ibu Kio.
Sedangkan ayahnya tengah menjalani hukuman seumur hidupnya karena menjadi tersangka tunggal pada kasus pembunuhan ibu Kio. Ann hanya tidak ingin anak dari adiknya itu kelak menderita depresi saat mengingat apa yang telah terjadi pada kedua orang tuanya. Oleh karena itu dia mengambil Kio lalu mengadopsinya untuk menjadi adik Hayden.
Ann juga harus kuat karena dia akan mengurus dua remaja lelaki tanpa suami atau ayah untuk Hayden dan Kio, berkomitmen terlalu rumit untuk Ann hingga dia menghindari pernikahan.
Tapi untuk sementara waktu Ann memisahkan kedua saudara itu sampai surat-surat hak asuhnya selesai dan itu memakan waktu yang tidak sebentar. Oleh karena itu Ann hanya bisa menyewakan kamar kecil disebuah rumah susun sewaan untuk Kio.
°°°
"Tidakkah kau menginginkanku, Moya?" lirih Hayden menatap gadis mungil itu dengan mata sayunya.
Moya, gadis itu hanya diam seperti biasa. Dia lebih tertarik memandang lurus tanpa pikiran yang bisa saja mengganggunya. Lalu dia bergerak memutar mendapati Hayden masih berdiri diujung meja.
"Kau,"Moya bangkit dari duduknya dan mulai melangkah kearah Hayden.
"Kau tidak akan---" gadis dengan gaun putih itu berhenti tepat didepan Hayden.
"Melihatku lagi," lalu Moya tertunduk menatap jari-jari kakinya yang tanpa alas kaki.
Hayden sedikit terhenyak, sudah hampir tiga tahun dia bertemu dengan gadis itu setiap malam ditempat yang sama, dan hari ini Moya mendeklarasikan bahwa mereka tidak akan saling bertemu lagi. Kenapa?
Pikiran Hayden menerawang jauh entah kemana, hingga akhirnya dia ingin mengatakan sesuatu pada gadis itu.
"Kau membenciku? Kau cemburu pada setiap perempuan yang kukencani padahal hanya kau yang setia mendatangiku selama ini? Kau tidak ingin bertemu denganku lagi?" Hayden tampak lebih berapi-api dibanding sebelumnya.
Hening.
"Baiklah," ucap Hayden akhirnya.
Moya mengangkat wajahnya melihat Hayden yang sudah berputar memunggunginya.
"Kita tidak akan bertemu lagi, Moya!" Hayden berlalu tanpa menoleh lagi.
Moya menghela nafas lega, hampir saja dia tidak percaya bahwa Hayden akan melepasnya begitu saja. Bagaimana mungkin dia melepas seseorang yang sudah lama selalu bersamanya setiap malam, tidak pernah tahu asal usul bahkan namanya baru dia dapatkan sehari yang lalu. Dan sekarang, saat Hayden baru saha fasih melapalkan nama tersebut, gadis itu malah memilih untuk tidak ingin bertemu lagi dengannya.
"Jangan pernah sebut namaku dalam tidurmu, Hayden!" seru Moya tertahan. Lantas orang yang dipanggilnya menoleh sekilas dan menghentikan langkahnya.
"Jangan memerintahku!" balas Hayden mengerikan membuat Moya frustasi dan hanya diam menanggapinya.
Haydenpun berlalu pergi.
°°°
Didalam ruangan kotak berukuran 4x4 itu, Kio terbaring lemas dan kecewa pada kakak sepupunya yang telah mengingkari janji yang pernah dikatakan Hayden beberapa tahun yang lalu.
Kio bangkit duduk diatas kasur busa yang terpasang dilantai tanpa ranjang. Dia mengacak rambutnya sendiri, tidak percaya pada apa yang dilakukan Hayden tadi pagi. Dan sampai malam begini, belum juga Kio mendapatkan kabar apapun dari sepupunya itu.
"Menyebalkan!" teriak Kio melempar bantal ketembok kamar sempitnya.
"Lebih baik besok kau benar-benar mengantarku ketempat itu!"
Selesai mengetik pesan untuk Hayden, Kio lalu menarik kembali selimut dan bantalnya. Dia berusaha untuk tidur walau tahu mimpi itu akan segera menyergapnya dan memenjarakan otaknya pada keinginan untuk segera menemukan tempat itu.
Kio yakin bahwa mimpi yang sudah lama mendatanginya itu adalah sebuah petunjuk dimana dia seharusnya tinggal dan menjalani hidup bebasnya tanpa orang tua.
Dan seketika saat mata lelah itu terpejam, juga rasa kantuk yang mulai tidak menyadarkannya dalam dunia nyata, rumah itu muncul didepan mata sipitnya. Dan disanalah dia mendapatkan kebahagiaanya.
Ini adalah mimpi terbaru yang ia rasakan saat umurnya menginjak tujuhbelas tahun, ada yang berbeda dalam mimpi itu.
Dalam tidur mata Kio bergerak mengerjap-ngerjap walau masih dalam keadaan terpejam. Sesekali dia mengernyitkan dahinya seperti yang tidak mengerti apa yang terjadi pada mimpinya kali ini.
Dalam satu sentakan dia menghirup dan mengeluarkan udara lewat mulutnya dengan kasar, nafasnya terengah saat mengingat mimpi itu menampakan hal yang tidak biasa datang dalam tidurnya.
Keringat dingin mulai merembes dipelipisnya, Kio tampak kaget dan tidak percaya pada mimpinya barusan.
Masih terengah Kio menoleh kekiri dan kanan memastikan tidak ada apapun ditempat itu. Lalu dia mengusap pinggangnya, merasakan apa yang dirasakannya saat dialam mimpi tadi.
"Seorang gadis memeluk pinggangku," gumamnya panik sambil terus memegangi pinggangnya.
Kio masih berpikir namun nafasnya sudah dapat diatur kembali menjadi normal, detak jantungnya pun kembali berdetak pelan tidak secepat tadi saat bermimpi sepasang tangan mungil memeluknya dari belakang, dan Kio tahu bahwa itu tangan seorang gadis.
Hanya saja wajahnya tidak terlihat sama sekali.
"Mimpi lagi," Kio kembali terlentang menatap langit-langit kamarnya. Lalu terlelap begitu saja.
.
.
.
.
.
#garuktengkuk makin gaje ya, gomen ne. Mohon dukungannya..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top