Part 2

Kio melirik jam tangannya tidak sabar, sepanjang perjalanan Kio menggerutu kesal pada cara mengemudi Hayden yang buruk padahal dia tahu tidak begitu seharusnya.

Kio melihat keluar jendela, dia pikir masih didalam kota karena masih banyak bangunan modern yang megah, jauh dari harapannya. Tempat impiannya sejak kecil, sebuah desa dengan penduduk yang jarang, rumah tradisional, asri, sejuk dan indah.

Entah kenapa mimpi itu terus mendatanginya saat Kio tidur dan merubahnya jadi sebuah keinginan yang harus terkabul, dan Kio yakin Hayden adalah jalannya. Jalan yang akan mempertemukannya dengan mimpi indahnya tersebut.

"Masih jauhkah?" Kio melongok keatas langit lewat jendela mobil, terlihat mendung seperti setiap harinya. Walau tidak setiap hari hujan, namun Tearshill, nama kota ini sering sekali mendung dan hujan walau tidak deras.

Hayden melirik malas adik sepupunya itu.

"Memang," katanya. "Sudah kubilang kan?"

Kio balik melihat kearah Hayden dengan curiga.

"Kau tidak tahu jalannya kan?" tebak Kio membuat Hayden bungkam dan hanya pura-pura melihat kearah jalanan.

"Kau membohongiku!" teriak Kio tertahan ketika dengan cepat Hayden menginjak pedal rem dan mobil pun berhenti mendadak membuat guncangan ditubuh mereka.

"Ada apa?" Kio membuka jendela mobil.

"Aku menabrak sesuatu!" ujar Hayden tergagap saking kagetnya dia yang tidak fokus malah harus menabrak sesuatu didepan mobilnya.

"Apa?" mata Kio membulat, lalu meraih knop pintu untuk membukanya namun Hayden menarik baju Kio hingga masuk kembali kedalam mobil.

Jalanan sepi dan sedikit basah karena hujan semalam.

"Sssttt," Hayden menempelkan jari di mulutnya.

"Bagaimana jika kita menabrak seseorang?" bisik Hayden ketakutan.

"Kau gila, kita harus menolongnya, Hayden!" Kio balas berbisik.

"Masalahnya akan rumit Kio, lebih baik kita melarikan diri saja," Hayden sudah menginjak gas dan memundurkan mobilnya perlahan-lahan.

"Ya tuhan, kau benar-benar gila." umpat Kio yang tidak dapat berbuat banyak karena Hayden lebih mengenal tempat ini dan dia adalah kakak sepupu yang lebih tahu segalanya dibanding Kio.

Mobil terhenti sebentar lalu berbelok menghindari benda atau sesuatu yang tadi tertabrak Hayden diatas jalan.

Beberapa kali Kio memutar tubuh berharap tidak ada yang mengikutinya dari belakang, begitupun Hayden dia ketakutan pada apa yang akan terjadi selanjutnya jika memang yang tadi tertabrak adalah seorang manusia bukan benda atau hewan yang sedang menyebrang.

Hayden terus mengecek kaca spionnya, keringat mulai turun dari pelipisnya.

"Kau jahat!"

"Ini gara-gara kau!"

Kio menatap Hayden tidak percaya.

"Kalau saja kau tidak memaksaku untuk pergi ketempat sialan itu, ini tidak akan terjadi!" seru Hayden kesal.

Kio melirik dari samping, "Kau menyalahkanku?"

"Tentu saja," Hayden memutar mobilnya berbalik arah dan akan kembali kerumah lewat jalan lain, agar tidak melewati tempat kejadian perkara tadi.

"Kau menyebalkan," umpat Kio lirih dan hanya dibalas tatapan tidak suka dari mata hazel Hayden.

°°°

"Mereka tidak keluar dari mobilnya, keterlaluan!" gadis itu memukul tangannya sendiri.

Tiba-tiba angin berhembus hanya didepan tempat gadis itu berdiri.

"Sepertinya kau kecewa hari ini," seorang laki-laki bertubuh sedikit gelap menghampiri gadis itu.

"Ini sudah kedua kalinya," sungut gadis itu lalu duduk tanpa alas ditepi jalan.

Sekali lagi angin berhembus dan keluarlah seorang anak perempuan cantik dari pusaran angin itu.

"Padahal tadi itu trik yang bagus," ujar anak perempuan tadi lalu ikut duduk disamping gadis yang tadi.

"Ini akan memakan banyak waktu, sebaiknya kau cari cara lain, Rea!" kata si lelaki yang tubuh dan wajahnya manis seperti Theo Walchot.

Orang yang dipanggil Rea itu menoleh dengan wajah tertekuk.

"Kau punya ide, Dre?" tanya Rea kearah laki-laki itu yang lalu dia menggeleng tidak yakin.

"Aku tidak tahu, coba kau tanya Eam?" Dre menunjuk anak perempuan disamping Rea.

"Kau," Rea ragu-ragu. "Kau punya ide bagus, adikku Eam?"

Anak yang bernama Eam itu menoleh penuh misteri.

"Aku punya, tapi---" kata-katanya menggantung membuat Rea penasaran.

"Mungkin kau tidak akan suka," keluh Eam menundukan kepalanya.

"Sebutkan saja dulu, siapa tahu aku tertarik," Rea tersenyum lalu merangkul leher adiknya itu.

Eam melepas tangan Rea lalu membisikan sesuatu ditelingan Rea membuat Dre si kakak tertua tidak bisa mendengarnya.

"Apakah ini akan berhasil?" tanya Rea ragu.

Eam mengedikan bahu lantas menjentikan jarinya dan hilanglah dia dari pandangan.

Rea terdiam.

Giliran Dre yang mengatupkan kedua telapak tangannya dan hilanglah dia sesudah berkata pada Rea.

"Sebaiknya pikirkan saja dulu,"

Tapi Rea sudah terlambat dia dikejar waktu agar segera melaksanakan perintah itu. Tugas dari atasannya tentang mendatangi dan mengabulkan mimpi dari orang yang selalu memimpikan dirinya.
.
.
.
.
.
Maaf ya kalo amburadul gak jelas, maaf..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top