Part 1

"Kau mau melakukannya denganku? Kenapa?" Hayden merengkuh tubuh kecil yang terlihat ringkih disampingnya itu.

Tak ada balasan, gadis itu hanya melihat Hayden dari jarak dekat dan tak bergeming sedikitpun.

"Ini sudah malam, kau akan tersesat diluar sana. Dan aku tidak akan membiarkannya."

Hening lagi.

Gadis mungil bermata bulat itu perlahan menggerakan tangannya berusaha lepas dari tangan besar Hayden yang melingkari pinggangnya.

"Moya Angela," tiba-tiba mulut mungilnya bergumam sebuah nama.

Hayden bangkit terduduk menatap gadis itu yang masih rebah diranjang besarnya.

"Itu namamu? Atau kau sedang mencari seseorang bernama--- siapa tadi?" Hayden memerhatikan pergerakan gadis itu yang tiba-tiba ikut terduduk disebelah Hayden.

"Namaku," lirih gadis itu sambil terus menatap Hayden.

"Namaku Moya---Angela,"

Mata hazel Hayden sedikit membulat mendengar pengakuan gadis itu, padahal dia sudah berusaha menanyakan hal tersebut sejak pertama mereka bertatapan namun tak kunjung ada jawaban sampai baru saja dia tahu bahwa nama gadis itu adalah Moya, Moya Angela.

"Nama yang cantik," sedetik kemudian Hayden menarik dagu gadis manis itu lalu mengecupnya perlahan.

Tidak ada balasan, bahkan tak ada penolakan atau perlawanan lainnya yang menandakan bahwa gadis itu menyukai atau tidak menyukai pada perlakuan tidak sopan Hayden.

°°°

Terdengar suara guntur menggelegar membuat Hayden kembali menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, padahal ini sudah pukul sembilan pagi.

Knok knok..

Pintu kamarnya diketuk beberapa kali tak sedikitpun niat untuk membukanya. Hayden masih hangat dibalik selimutnya.

Seseorang masuk tanpa repot menunggu pintu dibuka lalu dia berhambur melompat keatas ranjang Hayden yang langsung terusik dengan kedatangannya.

"Bangun, kau tukang tidur," orang yang baru saja datang itu menarik paksa selimut dan terbukalah Hayden disana yang bahkan malas untuk berkomentar, dari suaranya jelas Hayden tahu siapa yang tengah mengganggunya kali ini.

"Jangan ganggu aku, Kio!" desis Hayden berusaha menarik kembali selimut tebalnya. Tapi Kio, yang merupakan sepupunya itu, bahkan sudah menggulung benda itu dan melemparnya kesembarang tempat.

"Kau janji akan menunjukannya, sepupu," Kio naik ke ranjang dan menggoyangkan tubuh Hayden penuh semangat.

"Apa? Tunjukan apa?" Hayden terpaksa bangun seraya mengusap-usap tengkuknya.

"Tempatnya, Hayden. Jangan bilang kau melupakannya," Kio sudah menarik tangan Hayden dan ditepis dengan mudah.

"Katakan kau akan mengantarku hari ini," Kio merajuk mengekor Hayden dari belakang menuju dapur.

Hayden membuka lemari es, mengambil jus jeruk sisa semalam dan langsung meneguknya hingga habis.

"Kau sudah berjanji, Hayden," lagi-lagi Kio merajuk didepan sepupunya itu.

"Ini hari apa?" tanya Hayden lantas duduk dimeja makan diikuti oleh Kio yang duduk diseberangnya.

"Sabtu," sahut Kio.

"Aahh,"

"Jangan bilang kau sudah punya janji lain dengan wanita-wanita mu itu, Hayden!" Kio memicingkan mata sipitnya dengan curiga.

"Mind reader," desis Hayden tepat diwajah oriental Kio. Yah, walaupun mereka sepupu tapi karena ayah mereka dari negara berbeda jadilah mereka berbeda pula dalam penampilan.

Jika Hayden bermata bulat dengan pupil hazel, maka Kio bermata sipit dengan pupil hitam cemerlang. Rambut Hayden cokelat pirang sementara Kio memiliki rambut hitam berkilau, kulit merekapun berbeda, meski tinggi badan mereka tidak terlalu jauh berbeda. Dan umur mereka hanya terpaut empat tahun, dan hari ini ulang tahun Kio yang ke tujuh belas tahun.

Hari ini, Hayden, menjanjikan akan memberi kado spesial untuk adik sepupunya, Kio. Dan Kio tidak lupa akan hal itu, mana mungkin dia lupa, kakak sepupunya itu berjanji akan memerlihatkan tempat dan rumah yang paling diinginkan Kio sejak masa kecilnya dulu.

Sebenarnya Hayden hanya sesumbar saja soal rumah dan tempat itu, tapi dia kasihan pada Kio yang selalu bermimpi akan tinggal ditempat itu, dan Kio sangat menyukainya.

"Jangan berpikir begitu," ujar Hayden lalu mendekati Kio, "kau sudah besar," Hayden tertawa mengacak rambut Kio.

"Jangan merayuku, aku akan tetap menagih janjimu," ancam Kio yang ditanggapi santai oleh Hayden.

"Kau benar-benar ingin ketempat itu?" Hayden duduk disamping Kio.

"Ya," mata Kio membulat senang.

"Itu sangat jauh, Kio,"

"Tapi ini kan hari sabtu, kau tidak punya alasan kuat selain kencan dengan wanita yang mana lagi kan?"

Sejenak Hayden berpikir, pura-pura berpikir tepatnya, dia sadar Kio sudah bukan anak kecil lagi. Bagaimana caranya agar Kio tidak mengungkit hal itu lagi.

Lalu Kio dengan penuh semangat sudah menarik tangan Hayden dan memberinya kaus karena kebiasaan Hayden memang tidak memakai baju saat tidur.

"Ayo, tidak ada waktu lagi!" seru Kio sudah menyambar kunci mobil Hayden dari nakas dan segera keluar kamar.

Hayden menghela nafas frustasi, dia menyesal telah berjanji yang bukan-bukan pada adik sepupunya itu. Terpaksa dia mengikuti Kio yang sangat bersemangat keluar rumah menuju tempat parkir.

"Aku belum mandi, Kio," seru Hayden berharap masih ada waktu untuk berpikir kemana dia akan membawa Kio agar Kio puas mendapatkan hadiah darinya ini.

"Tidak usah, kau akan tetap tampan tanpa harus mandi atau apapun, Hayden." Kio membuka pintu mobil dan duduk di kursi depan disamping pengemudi.

"Sebentar lagi hujan, tempatnya sangat jauh," Hayden beralasan lagi.

"Aku Tidak Peduli!" Kio berteriak membuat Hayden mengalah dan akhirnya mengikuti keinginan Kio.
.
.
.
.
.

Cerita jelek, karena gak pake mikir..
Maaf kalo banyak salah ya..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top