Winter - @ColorlessGirl0301

Musim dingin..


Musim dingin adalah musim kesukaanku.

Karena segala-galanya tentang musim dingin mengingatkanku akan dirinya.

Dirinya yang seperti bayangan musim dingin.

.

.

Winter

Akashi x Reader

DraOne : Winter et Amour

By : @ColorlessGirl0301

Warning :

Typo, gaje, writing style yang berubah-rubah, and finaly, lots of time skipping.

.

.

------------

"Selamat ulang tahun, Akashi-kun!"

Pada malam itu, aku menyorakinya dengan suara yang kurharapkan bernada ceria, walau hati ini sedang berdebar kencang. Sementara dia, pemuda tampan berambut merah bernama Akashi Seijuuro hanya menatapku datar-dengan mata heterokromia yang absolut itu.

"Aku mungkin tidak memiliki hadiah untukmu.."

Ya, aku tidak memiliki hadiah yang pantas untuknya.

Tapi...

"Tapi aku ingin menyatakan sesuatu."

Wajah yang ditundukkan mengadah, tersenyum manis kepadanya.

"Aku menyukaimu, Akashi-kun."

Walau aku tahu..

"Hilangkan perasaan bodoh itu."

Hasilnya akan seperti ini.

---

"Ini berkasnya, Akashi-kun."

"Letakan saja di meja."

"Hai." Berkasnya pun kuletakan di atas meja, dan aku kembali ke mejaku. Memeriksa berkas-berkas lain yang berhubungan dengan kegiatan osis beberapa bulan ini. Sebagai sekertaris osis, aku tidak ingin membuat sang ketua menanggung segala urusan ini sendirian.

Sudah cukup dengan semua kegiatan yang dijalaninya. Bagiku, hanya ini yang dapat kubantu.

.


.

.

Meskipun begitu..

Mata ini tidak sanggup untuk tidak mengadah dan melihatnya sekali-sekali. Entah dia sadar atau tidak, begaimanapun dia tetap fokus pada tugas digenggamannya.
Menggeleng, aku berusaha menguatkan hatiku.

Sekarang ini, perasaan tidak boleh diikut sertakan dalam pekerjaan ini.


Lagipula perasaan ini, sejak awal sudah ditolak olehnya.

.

.

Dan aku menurutinya.

"Lupakan perasaan itu, hanya akan mengganggu."

Aku menatapnya lagi beberapa saat, rasa kecewa menyelimuti. Namun hatiku sudah mempersiapkan jawaban ini, bahkan lebih buruk.

Kalau dipikir-pikir, memang tidak sepatutnya aku memiliki perasaan padanya, atau pada anggota osis, atau diklub basket yang aku jadi manajernya.

Hanya akan mengganggu.

Aku menghela nafas. Udara panas dan udara dingin bertemu, menciptakan kabut tipis yang tak lama kemudian hilang. Sekarang sudah bulan desember, sudah memasuki musim dingin, berada diluar seperti sekarang sedikit berbahaya.

Walau musim dingin tak begitu berampak bagiku, aku mengkhawatirkan lelaki di depanku.

Apalagi, awan gelap telah menyelimuti langit.

"Sebaiknya kita pulang, Akashi-kun."


Aku berjalan melewatinya.

"Berbahaya jika kehujanan begini di musim dingin, kan?"

.

.

.

Tak ada kata yang terucap dari bibirku. Mengiyakan, atau menolak.


Namun, aku yakin, dia pasti paham, apa yang aku maksudkan.

---

Ya, aku sudah melepaskannya. Ah, bukan berarti aku sudah tidak suka, justru sebaliknya. Aku tetap menyukainya, malah rasa suka ini mungkin sudah bertambah besar.

Tapi, aku akan menyalurkannya dalam bentuk lain, tidak perlu menjalin hubungan untuk menyalurkannya. Aku hanya akan menjadi orang yang menyukainya secara diam-diam dan membantunya sebisaku.

Itulah pendirianku saat ini.

"Hah.. hah..."

Aku melirik pada seorang pemuda berambut abu-abu yang duduk terengah-engah di sampingku, peluhnya membasahi wajah dan kaos yang digunakannya, ia menggunakan handuk yang melilit di leher untuk menghilangkannya. Aku mengambil botol minuman energi yang terletak di samping kakiku, menghadapnya untuk memberikan minuman itu padanya.

"Otsukare, Mayuzumi-senpai."

"Aa." Ucapnya, mengambil minuman itu dan meneguknya. Sepertinya ia sangat kehausan hingga menghabiskan minuman itu hingga setengah. Aku tidak menyalahkannya, latihan basket di Rakuzan cukup berat, bahkan aku yang hanya memegang jabatan manajer terkadang kewalahan.

Tapi justru karena itu aku ingin menjadi manajer, karena jika Akashi-kun yang memegang semuanya... aku jadi khawatir.

Tapi, sebenarnya tidak diperlukan, kan? Bantuanku.


Karena dia sempurna.

Karena dia absolut, dia tidak membutuhkan bentuanku..

Ah, sudahlah, jangan memikirkan hal itu, hanya akan menyesakkan dada saja.

"Hei."

"Hm?" Ada apa? Kenapa memandangku seperti itu?


Mayuzumi-senpai terlihat ragu sebentar, sebenarnya ada apa?

"...apa ada sesuatu yang terjadi diantara kau dan Akashi?"

Eh?

Kenapa... bertanya seperti itu?

"Apa maksudmu, Senpai?" Tanyaku balik, mencoba berakting polos.

"Jangan-jangan kau ditolak, ya?" tanyanya lagi, mengindahkan pertanyaanku.

"Ke-kenapa..."

Kenapa dia bisa tau? Mayuzumi-senpai mentapaku, tidak lama kemudian menghela nafas.

"Kentara, tahu. Seluruh anggota basket sudah tahu akan perasaanmu pada Akashi."

Oh tidak... jika seluruh anggota basket tau... itu artinya dia sejak awal sudah mengetahui semuanya? Tapi dia tidak mengatakan apapun... karena mengganggapnya tidak penting?

Ah.. begitu.. ya..

Aku ini.. bodoh..

Puk.

Eh? Mengadah. Mendapati Senpai berambut kelabu tengah meletakan tangannya diatas pucuk kepalaku. Ekspresinya tidak dapat terbaca.


Kenapa... dia melakukan ini?

"Aku tidak tau apa yang terjadi. Tapi bercerialah."

Oh, dia sedang berusaha menghiburku.

Aku tersenyum. "Terima kasih, Mayuzumi-senpai."

---

Aku dan Akashi Seijuuro adalah teman sejak lama, lebih tepatnya kami telah berteman sejak kecil.

Sejak awal bertemu, aku sudah merasa kasihan padanya, sebagai anak dari keluarga Akashi dia harus menjadi yang terbaik, mengikuti latihan-latihan khusus, bahkan ayahnya pun sangat keras padanya. Dan penderitaannya bertambah... ketika ibu... maksudku Shiori-san meninggal.

Karena itu, aku ingin meringankan beban yang dipikul bahunya. Sedikit saja tidak masalah bagiku.

Tapi... hal itu tidak mudah, kan?

Namun, justru karena itu aku berusaha.

"[name]."

Hm? Dia memanggilku?

"...Ya?"

Ah, aku hampir lupa kalau kami selalu pulang bersama. Anehnya, biarpun Akashi-kun memiliki sopir sendiri, namun dia lebih memilih pulang mengendarai kereta. Aku sendiri, pulang mengendarai kereta karena hanya anak dari keluarga sederhana yang kebetulan bertetangga dengan Akashi-kun.

Walau pun mampu, aku kurang suka, aku lebih suka naik kereta.


Aku memandang wajahnya, dia pun juga memandangku. Aduh, ada apa ini? Tiba-tiba dipandang seperti ini membuatku... malu. Tapi, otakku yang berteriak padaku untuk mengalihkan wajah, tidak didengarkan oleh otot-otot leherku, malah aku terus memandangnya, padahal wajahku sudah panas begini.

Sejenak, wajahnya berubah. Kenapa? Ada apa?

Sejenak saja, tapi sempat terlintas ekspresi bingung di wajahnya.

Namun, dengan cepat juga terganti dengan wajah stoic khasnya.

"Bukan apa-apa."

Eh? Apa itu?

---

"Wuah! Sudah mau tahun baru saja!"

Hayama-senpai berseru, sangat bersemangat. Hingga entah kenapa kini dapat kulihat manik hijaunya menjad berkilau-kilau ala pemeran lelaki di shoujo manga. Aku menggeleng, menepis imajinasi liar itu. Tersenyum, tidak terasa sudah satu tahun, kah.

"Iya, ya. Tidak terasa kita akan naik menjadi kelas 3."

"Masih ada empat bulan lagi, Mibuchi-senpai."

Aku mengoreksinya, Mibuchi-senpai hanya cemberut dan mengacak-acak rambutku. Hei! Aku baru saja merapikannya sebelum kemari! Aku berpura-pura menunjukan wajah cemberut sambil berusaha merapikan rambutku.

Para senpai ini.. selalu saja membawa aura positif dan membuatku bersemangat.

"Hmph."

Mengerjap, manik berfokus kepada sang senpai berpucuk abu-abu yang berjalan agak di belakang rombongan kami. Ah, iya ya, tahun ini, adalah tahun terakhir bagi Mayuzumi-senpai di Rakuzan. Lalu, mengapa dia tidak lebih membaurkan diri dengan yang lain?

"Senpai."

"Apa?"

...

"Tidak usah sekasar itu, senpai."

Mayuzumi-senpai menghela nafas, lalu menoleh padaku.

"Apa?"

"Senpai ingin kuliah di mana nantinya?"

"Universitas K."

Universitas K adalah kampus yang terkenal. Namun ujian masuknya cukup susah, itu yang kubaca-baca.

.

.

.

"Selamat bertarung ya, Senpai."

Mayuzumi-senpai mendengus, "Kau sendiri, ingin kulah di mana nanti?"


Kuliah...? ah, aku.. belum memikirkannya. Tapi.. aku ingin saat kuliah bisa membantu Akashi-kun lagi. Akashi-kun pasti akan mengambil alih perusahaan paman, jadi...

"Jangan bilang, kalau kau akan kuliah dijurusan yang sama dengan Akashi hanya untuk menjadi asistennya nanti." Mayuzumi-senpai mendengus lagi.

"A-aku tidak bilang apa-apa kok.."

"Semuanya terlihat jelas di wajahmu."

.

.


.

Apa sih.

"Ah, sudahlah! Aku duluan ya, Mayuzumi-senpai."

Aku pun mempercepat langkah, kembali memasuki rombongan Akashi-kun dan yang lain. Saat ini, kami sedang mengarah ke kuil.

Malam ini adalah tahun baru, sudah sewajarnya kami ke kuil. Suasananya cukup ceria, Hayama-senpai yang sangat antusias ditemani celoteh dari Nebuya-senpai dan Mibuchi-senpai yang memperingatinya. Namun, entah kenapa aku tidak bisa fokus, dan justru ternggelam di dalam pikiranku.

Apakah, aku akan terus berada di samping Akashi-kun?

Dan melupakan mimpiku?

"Hitung mundur!"

"Tiga!"

Ah, mimpiku... dulu, aku ingin menjadi apa, ya?

Aku... hanya fokus kepada keinginanku untuk membantu Akashi-kun.

"Dua!"

Lalu, bagaimana jika aku meninggalkannya?

Apakah, dia akan marah? Apakah... aku akan tertanam di memorinya?

Lalu, alasanku untuk membantu Akashi-kun tersendiri apa? Apakah demi dia? Atau... demi diriku sendiri?

"Satu!"

"Akimashite Omedetou!"

Ah, tahun baru... ya? Sekarang sudah tahun 2017... ya?

Aku mengadah, dan langsung bertatapan dengan Akashi-kun yang entah kenapa tengah menatapku juga. Saat itu, entah kenapa, hal yang baru saja mengganggu pikiranku menjadi sirna, dan jawaban yang jelas terpampang. Tidak ada lagi keraguan di dalamnya.

Aku tersenyum padanya.

"Selamat Tahun baru, Akashi-kun."

---
.

.
.

"Akashi-kun ini berkasnya."

"Letakan di kardus yang itu."

"Ah, baik."

Aku meletakan berkas-berkas lama osis generasi kami di dalam kardus. Tidak kusangka akan sebanyak ini. Padahal, saat pertama kali menjadi anggota osis kami tidak akan serepot ini. Tidak terasa, sudah tiga tahun kami menjadi murid SMA, dan sebentar lagi kami akan lulus, dan menjadi bagian dari masyarakat seutuhnya. Walau masih menyandang status mahasiswa.

Mayuzumi-senpai, Mibuchi-senpai, Hayama-senpai dan Nebuya-senpai sudah lulus. Kini, giliranku dan Akashi-kun yang akan menyusul mereka.

"[Name]."

"Ah, iya?"

Aku segera menoleh, tadi aku sempat duduk sebentar di lantai untuk beristirahat dan memijit bahuku yang agak pegal. Sepertinya, karena sadar akan dirku yang bersantai, dia memanggilku. Lihat, bahkan dia menoleh dari laptop di depannya.

"Jika ingin beristirahat, jangan di lantai."

Eh?

"A-ah.."

Kupikir aku akan dimarahi karena bermalas-malasan.. sepertinya Akashi-kun mengetahui bahwa aku lelah. Tapi, ini aneh. Biasanya, lelah sekalipun dia tidak akan menyuruhku beristirarahat sampai semuanya selesai. Ah, biarlah. Kalau begini, bagus kan?

Aku berjalan ke sofa yang berada di sampingnya dan merebahkan diri.

Ah... gawat, begini terus kemungkinan aku akan tertidur.

"Aku akan masuk ke Universitas T, di Kyoto."

Eh?

Ah... Kyoto kah... cukup jauh.

"Souka."

Jika aku di Tokyo dan Akashi-kun di Kyoto, apa kami masih dapat bertemu sekali-kali? Tapi mungkin lebih baik jangan, karena aku sudah membulatkan tekad. Aku tidak akan terus berada di sisinya. Aku juga, ingin meraih mimpiku sendiri.

Jadi, kemungkinan aku akan masuk ke Universitas K, di Tokyo. Tempat yang sama dengan Mayuzumi-kun. Aku juga, sudah membicarakannya dengan Mayuzumi-kun yang akan membantuku, dan orang tuaku.

Satu-satunya yang belum hanyalah...

"Jika itu Akashi-kun, aku yakin kau pasti masuk.

Aku tersenyum.

Hanya Akashi-kun.

"Saljunya.. masih berjatuhan ya, Akashi-kun?"

---

Musim dingin..


Musim dingin adalah musim kesukaanku.

Karena segala-galanya tentang musim dingin mengingatkanku akan dirinya.

Dirinya yang seperti bayangan musim dingin.

"Apa-apaan sinopsis novel ini."

Aku menutup wajah dengan kedua tangan. Wajahku memanas melihat sinopsis novel hasil karyaku yang kelak akan di publikasikan. Kenapa aku membuat sinopsis yang terkesan aneh begini? Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Gawat, gawat, gawat!

"A-anda baik-baik saja?"

Eh, ah.. iya ya, aku sedang berada di cafe untuk menunggu Mayuzumi-kun.

"Aku tidak apa-apa. Terima kasih."

Aku tersenyum kepada pelayan lelaki yang entah kenapa langsung merona wajahnya itu. Dengan cepat ia permisi dengan terbata-bata. Ada apa dengannya?

...

"Mayuzumi-kun terlambat."

Aku menengok jam tanganku, pukul 17. 30. Mayuzumi-kun seharusnya tiba setengah jam yang lalu. Kenapa dia terlambat? Tidak biasanya.

Menghela nafas, menengok ke samping kanan kearah jendela. Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang di tengah kesibukan kota Tokyo. Salju pun masih berjatuhan beraturan dari langit kelabu. Menimbun di tanah, di rambut, di topi dan di baju orang orang yang berlalu lalang.

Salju, musim dingin. Mereka mengingatkanku akan seseorang. Banyak memori yang kubagi dengannya, hanya saja, musim dinginlah yang paling berbekas di pikiranku. Memoriku yang kubagi dengannya saat musim dingin.

Sudah lima tahun, sejak terakhir kali aku melihatnya. Saat ini, aku seolah menghilang dari dunianya, karena itulah kemauanku. Aku menghilang setelah terakhir kali kami bertemu di ruangan Osis. Aku tidak memberitahunya kemana aku pergi, atau menghubunginga. Aku menghilang. Tapi dirinya bagiku tidak pernah sekalipun menghilang.


Meski sudah lima tahun. Sudah lima kali kujalani musim dingin mengingatnya, tanpa bersamanya.

Dan disinilah aku, berumur 23 tahun, sudah lulus dari universitasku sebagai sastrawan dan memulai menulis. Dengan Novelku yang sebentar lagi akan diterbitkan.

Sukses? Mungkin bisa dibilang seperti itu.

Bagaimana jika aku masih bersamanya?

Apakah aku akan bahagia?

---

Suara kursi yang ditarik membuatku tersadar dari lamunanku. Menoleh dari jendela kepada orang yang duduk di seberangku.

"Mayuzumi-"

Mata membelalak. Menatap terpana kepada insan berambut merah di seberang meja. Tatapan masih sama, kalem dan menusuk, meneriakkan keabsolutan kepada siapapun yang melihatnya. Wajahnya sedikit berubah, ah, bukan berubah. Menjadi lebih terbentuk, menjadi lebih dewasa. Aku hanya bisa diam, bibir terkatup rapat.

.


.

.

"Apa yang membawamu kemari, Akashi... san."

Ya, aku harus memanggilnya dengan formal.. kami sudah lama tidak bertemu.

"Di mana Mayuzu-"

"[name]."

Terdiam, membatu.

"Kenapa Akashi-kun di sini?"

.


.

.

Ini tidak adil... padahal, selama ini aku berusaha untuk menjauh...

"Kulihat sepertinya kau sudah sukses."

...jangan mengalihkan pertanyaanku.

"Y-ya.. seperti itulah."

Aku menunduk, sama sekali tidak berani untuk menatap wajah dan matanya. Selanjutnya, kami hanya saling diam, aku sama sekali tidak berani menatapnya, dan dia yang tidak mengatakan apapun.

"A-Akashi-kun.."

"Aku datang ke sini untuk meminta satu hal darimu."

Akashi-kun, meminta?

"Apa itu...?"

.


.

.

"Menikahlah denganku."

E-eh?

"Ke-kenapa...?"

.


.

.

"Aku telah kehilanganmu selama lima tahun. Aku tidak akan kehlanganmu lagi setelah aku mendapatkanmu."

.


.

.

END.

Oke, udah kelar *tepar* Yaoloh, susah banget nulis setelah hiatus *hiks*


Btw, haloo. Lama nggak jumpa~ ngomong ngomong kan sekarang tahun baru...

Maafkan kesalahan rovi di tahun kemaren ya :'v

Writing style rovi udah berubah karena belakangan ga pernah menulis lagi. Semoga kalian menoleransi hal tersebut ya.


Kepada member CollabofMiracle, maafkan kesalahan-kesalanahan rovi di tahun kemarin ya.

Kepada Hanathor04, semoga hana makin jadi seme maso rovi ya. *HUEHUEHUE*

Oke, itu saja.

10/01/2017

ColorlessGirl0301

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top