Marchen - AoiKitahara
Märchen
Genre: Romance / Mystery [thriller, tragedy]
Pair: Oreshi!Akashi Seijuurou x Readers
By: AoiKitahara_
Summary: Takdir itu menyeramkan, sebanyak apapun manusia mengutuknya, takdir akan terus mengejarmu dibalik bayang-bayang.
Happy Reading
.
.
.
Dentingan suara garpu dan pisau yang saling beradu, menciptakan gema dalam kesunyian dan kekosongan. Ya sekosong jiwa dan raga sang empunya. Jari lentiknya masih sibuk mengiris steak sedikit demi sedikit meskipun tatapan matanya masih kosong. Gadis berpostur tubuh mungil dengan sepasang manik secantik batu emerald, [Fullname] namanya. Helaian rambut [lengh] itu bergerak pelan, pakaian gothic lolita itu nampak membuatnya terlihat seperti sebuah boneka hidup.
Ya, dia boneka milik orang tuanya sekarang.
Bahkan seluruh kehidupannya selalu diatur oleh kedua orang tuanya. Tinggal disebuah mansion mewah seorang diri membuatnya merasa seperti boneka sungguhan. Ke mana kedua orang tuanya? Mereka tinggal di sudut kota yang lain. Kemungkinan tujuan awal orang tuanya adalah menginginkan seorang anak yang dapat dijadikan boneka mereka.
Bahkan mereka terlalu jauh masuk ke dalam kehidupan [name], termasuk mencampuri urusan asmara sang buah hati.
[name] yang awalnya kembali menemukan kehidupannya sesaat bertemu dengan seorang pemuda-Akashi Seijuurou. Keduanya saling mencintai namun terpisahkan oleh sebuah takdir yang memaksa mereka untuk bersimpangan. Tak ada pihak kedua kubu yang menyetujuinya. Semua menolak, memaksa mereka untuk berpisah meninggalkan reminisensi dalam benak keduanya. Meskipun osilasi menerjang keduanya, mereka tidak semudah itu untuk menerima takdir ini.
Tidak akan.
Tenaganya terasa terisi kembali sekarang, [name] bangkit meninggalkan meja makan, beralih berjalan menuju sebuah kalender.
12th February 2016
Maniknya beralih menatap keluar jendela besar. Langit kelabu kembali menghampirinya, seolah seperti tengah merindukan bumi dengan tangisannya-bagi [name] hujan itu adalah bentuk bagaimana sang langit menggambarkan perasaan rindunya kepada bumi yang sama seperti dirinya tengah merindukan Akashi.
"Ojou- sama ada yang perlu saya bantu?" tanya seorang pria dengan pakaian butler seraya membungkuk sopan kepada sang nona muda.
"Tetsuya, menurutmu terlihat seperti apakah langit saat ini?" tanya [name] tanpa mengalihkan wajah sebelumnya.
Kuroko Tetsuya terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka suara, "Terlihat menyakitkan. Rasa kesepian tanpa terlihat filantropi di sana."
Helaian rambutnya menutup sebagian wajah [name] seraya membalas perkataan Kuroko, "Ya, seperti diriku. Satuan yang mirip seolah tak bercelah, langit mendung sama seperti diriku yang sekarang."
Sang butler diam mencoba menyimak meski guratan diwajahnya terlihat mengiba.
OooO
Kisah cinta yang manis hanya ada dalam karya fiksi. Seperti sebuah dongeng pengantar tidur. Dikehidupan nyata takkan ada pangeran berkuda putih yang akan menyelamatkannya dan membawanya pergi dengan akhir yang bahagia. Romansa yang menggelikan dan [name] mengutuknya.
[name] memeluk lengannya yang lain, kemudian berjalan pelan menuju kamarnya, mengambil secarik kertas. Perlahan namun pasti tangannya bergerak di atas kertas putih bersih membentuk deretan huruf kanji sedikit demi sedikit. Tak banyak yang ingin ia utarakan, tangannya pun terhenti kala menatap suara dentum dari jam tua reot yang berada diruang tamu. Sekilas ia memandang jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 12 siang dini hari. Mendekat kearah kucing persianya yang tengah terlelap di atas kasurnya tersebut.
Netranya menangkap sesuatu yang ganjil dari kucingnya, lebih tepatnya bagian bawah tubuh kucingnya. Secarik kertas dengan tinta kelabu membentuk satu persatu huruf hiragana, bukan kanji lagi.
Butuh beberapa waktu baginya untuk mengerti kalimat yang tertulis disana.
Tangannya menyambar mantel dan syal di dalam lemari mengambil sepatu boots dengan heels. Tak lupa ia membawa tas, tangan kanannya menggenggam ponsel, memperlihatkan wallpaper dirinya dan orang yang ia cintai.
Menyelinap pergi dengan penuh waspada. Sejenak menghela napas kala ia berhasil keluar dari 'sangkarnya'. Terlihat syarat akan kerinduan yang tak terbendung. Langkahnya kembali normal kala ia tiba disebuah toko permen dan coffee. Netranya menangkap sebuah atensi dengan rambut merah yang mencolok, sepasang manik tersebut berkaca-kaca hingga memantulkan warna yang indah dari sang empunya.
"Sei!" [Name] memeluk kekasihnya erat.
"[Name]," gumam Akashi pelan seraya menangkup wajah [name].
"Jangan menangis begitu, kita sudah bertemu kan?" Ucapnya lembut.
Tak salah bukan jika [name] begitu merindukannya? Hubungan mereka terlarang karna sebuah garis keturunan. Darah yang mengalir didalam diri mereka memang tak ditakdirkan bersama. Tak ada yang bisa disalahkan, mengutuk takdir tak akan mengubah apapun.
"Hari ini kita akan menghabiskan waktu bersama kan?" Tanya [name] penuh harap.
Dengan senyuman kecil Akashi berkata, "Tentu saja, [name]. Hari ini aku milikmu."
Keduanya tertawa kecil beberapa saat sebelum saling menggenggam dan pergi berkeliling kota. Tak peduli jika ada salah satu dari bagian keluarga mereka mengetahui, yang penting untuk hari ini mereka bisa bersama, persetan dengan ketidakrestuan keluarga, bagi keduanya hanya bertemu dan menghabiskan waktu seperti ini bersama sudah sangat membahagiakan.
Mereka memutuskan untuk singgah sementara di toko permen dan coffee tersebut. Desain floral dengan warna pastel memberi kesan manis dan romantis bagi perempuan kebanyakkan. Tanaman hias turut serta menyegarkan suasana, dan konsepnya tertata secara apik, tipikal pilihan wanita muda.
[Name] masih menyesap teh Earl Grey nya perlahan, rasanya ia terlihat seperti sebuah boneka yang sedang melakukan acara jamuan pesta teh ala kebangsawanan. Lihatlah bagaimana ia menarik perhatian para pengunjung cafe, tak terkecuali para staff cafe. Diam-diam Akashi terus menatap gadis itu. Baginya [name] adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan mendetail, seluruh kesempurnaan terpahat mengagumkan ditubuh mungilnya.
Setelah puas keduanya kembali melakukan petualangan kebebasan mereka meskipun sebuah rantai masih terus mengikat langkah keduanya.
"Setelah ini apa yang akan kita lakukan Sei?" Tanya [name] dengan ceria.
"Sebuah taman bermain, bagaimana?" Akashi mengelus kepala [name] lembut.
"Baiklah," jawabnya cepat.
OooO
"Kau yakin?" Tanya Akashi dengan raut wajah khawatir.
"T-tentu saja! Memangnya apa yang perlu aku takutkan dari Obake Yashiki [1] seperti ini?" sanggah [name] seraya menepuk dadanya bangga.
"Baiklah jika itu keinginanmu, tapi jangan salahkan aku jika kau menangis nanti [name]," ucap Akashi sembari menarik hidung [name] pelan.
Keduanya pun melangkah masuk ke dalam Obake Yashiki tersebut.
You can see there's something in the way
I've tried to show you, my door is open
I don't know how much more I can take
Since you've chosen, to leave me frozen
Am I the only one, who sees what you've become?
Will you drift away?
We're running out of time, two wrongs can make it right
Could I make you stay?
OooO
People making choices they can't fake
Sacrifice it all and maybe say
"Menakutkan... tempat itu seperti neraka, aku bersumpah tidak akan pernah mau memasukinya lagi untuk yang kesekian kalinya," gumam [name] pelan.
"Sudah kubilang, 'kan?" Ucap Akashi sambil menepuk punggung [name] pelan.
"Mou... aku takut sekali," racaunya pelan.
Melihat keadaan [name] yang terlihat jauh dari kata baik pun membuat Akashi refleks menarik pergelangan tangan [name] meninggalkan taman bermain itu. [name] tak memperlihatkan tanda-tanda pemberontakan, ia hanya heran mengapa Akashi membawanya masuk ke dalam sebuah taxi yang melintas dihadapan mereka.
"Sei?" cicitnya pelan.
"Hm?" Akashi menatap wajah [name] yang berada disampingnya.
"Kita mau kemana?" tanyanya polos.
Senyuman mengembang diparas rupawan Akashi, "Ke tempat dimana tidak akan ada yang dapat menemukan kita berdua nanti."
[name] hanya diam tak menanggapi, toh nantinya Akashi akan memberitahunya, 'kan?
Something extraordinary
Something real (something real)
To fill my days and nights with something
That I can feel (I can feel)
I'm not gonna compromise
Surely you can sympathise?
Say you feel the same
Taxi tersebut berhenti dipinggiran kota yang sepertinya tak pernah sekalipun [name] lewati. Daerahnya masih asri dengan lingkungan yang nampak seperti pedesaan, ia heran untuk apa Akashi mengajaknya kemari? Setelahnya Akashi turun dan membukakan pintu sebelum membayar ongkos taxi tersebut. Taxi tersebut melaju pergi meninggalkan keduanya, dihadapan keduanya terlihat sebuah bangunan, bukan tetapi mansion yang tak kalah mewah dengan milik mereka.
"Sei? Untuk apa kita kemari?" Tanya [name] sambil memperhatikan sekitarnya.
"Kau akan tau setelah melihatnya [name]," ujar Akashi.
Keduanya pun melangkah memasuki bangunan tersebut, Akashi merogoh saku celananya sambil mengeluarkan sebuah kunci. Ia pun memasukkan kunci tersebut kedalam lubang kunci lalu memutarnya.
Cklek!
Akashi mendorong pintu tersebut dan masuk lebih dulu kemudian disusul oleh [name]. Untuk kesekian kalinya [name] memandang takjub sekeliling, di dalamnya terlihat seperti rumah yang dihuni oleh orang lain.
"[Name] ikutlah denganku berkeliling sebentar," ujar Akashi.
Wajahnya berseri antusias, "Baiklah!"
Akashi menggenggam tangan [name] dengan lembut sambil menunjukkan beberapa ruangan. Setelah lelah berkeliling, ia memutuskan untuk singgah sebentar di taman belakang mansion tersebut.
You've wandered down a path I can't explain
Have you seen her? The grass is greener
To let me pass you by would be a shame
If she's your only then why're you lonely?
Cause I'm the only one, who knows the things you've done
I'm so good for you
We're running out of time, two wrongs can make it right
Could I make you do
Pemandangan yang langka bagi kebanyakan orang. Taman tersebut ditumbuhi berbagai macam bunga.
Dan semuanya bewarna merah...
[Name] menatap taman tersebut. Mawar, tulip, dahlia, ixora, begonia, gazania, chrysanthemum, tak terkecuali manjushage yang turut hadir mewarnai seluruh taman. Ia tak mengerti mengapa kekasihnya ini begitu antusias menanam bunga berwarna merah, seingatnya Akashi tak begitu tertarik dengan bunga berwarna merah. Diam-diam [name] melirik Akashi yang berada di sampingnya.
"Sei? Bolehkah aku bertanya beberapa hal?" [Name] berbalik menatap Akashi.
"Apapun itu."
Sejenak keraguan sedikit menghalanginya, "Kenapa kau membawaku kemari? Ke tempat ini?"
Jeda beberapa saat Akashi pun mulai membuka mulut sambil berjalan memeluk [name] dari belakang, "Sudah lama aku membeli rumah ini untuk kita. Setelah melepas nama Akashi aku akan menikahimu, [name]."
Manik emerald tersebut berkaca-kaca dengan rasa haru yang tiba-tiba menghampiri, "Benarkah? Kau janji Sei?"
Akashi mengeratkan pelukannya sekali lagi sambil mencium punggung tangan kanan [name], "Aku akan menentang takdir yang selalu membatasi kita ribuan kali. Sekali pun seluruh dunia mengutukku, aku akan terus berdiri dan berlari untuk melindungimu."
"Lalu, kenapa kau membuat taman ini seperti lautan darah?" Pertanyaan [name] membuat Akashi tersenyum kecil.
"Kau selalu mengatakan, bahwa kau menyukai warna merah bukan? Aku hanya melakukan hal kecil untukmu," ucapnya.
Ya benar.
Dirinya menyukai merah.
Merah seperti sebuah benang merah yang mengikatnya dan Akashi.
Merah seperti manik mata Akashi yang begitu mempesona.
Merah seperti lembayung langit sore yang begitu disukai Akashi.
Dan merah seperti warna mawar yang menjadi sebuah gambaran perasaan cintanya yang tak akan pernah sirna.
[Name] tak dapat mencegah tangisan harunya,
-sebab ia merasa bahagia sekarang.
Diantara dinding pembatas yang kokoh keduanya masih terhubung. Ia tak menyesal hanya dapat saling mencintai dalam diam, baginya sekarang yang terpenting Akashi berada disisinya. Ya, selalu.
Setelahnya mereka kembali pulang sebelum seseorang menyadari salah satu atau keduanya menghilang dari kediaman masing-masing. Setelah berpisah [name] kembali pulang dengan cara yang sama seperti ia pergi.
Ternyata belum ada yang menyadarinya pergi tadi. Wajar saja bukan? [Name] melempar tasnya kesembarang arah, kemudian membanting tubuhnya di kasur ukuran queen size dan perlahan matanya mulai tertutup, masuk ke alam mimpi.
OooO
Akashi tengah asik menatap langit bertabur bintang ditemani segelas coklat hangat di balkon kamarnya. Membayangkan wajah sang kekasih yang tengah tersenyum manis ke arahnya. Langkah kaki terdengar mendekat, pintu diketuk kemudian dibuka, membiarkan cahaya dari luar merambat kedalam kamar Akashi yang gelap tanpa penerangan apapun kecuali bulan dan bintang dilangit malam.
Akashi berbalik menatapnya dengan tersenyum ramah kearah orang tersebut.
OooO
13th February 2016
[Name] menatap kalender, besok adalah hari valentine. Pikirannya melayang pergi entah kemana, valentine itu selalu identik dengan coklat dan pacar bukan? Haruskah ia membuatkan Akashi coklat? Tapi tidak ada salahnya bukan?
[Name] pun langsung melesat pergi meninggalkan mansion ditemani oleh Kuroko. Ia berjalan dari satu toko ke toko lainnya. Memilih kertas kado, pita yang lucu, dan beberapa coklat lengkap dengan beberapa hiasan. Dirinya tak sabar melihat bagaimana ekspresi Akashi saat melihatnya memberikan coklat untuknya.
Setelah dirasa cukup, [name] kembali ketempat kediamannya. Tanpa basa-basi ia pun memulai ritualnya, yakni membuat coklat untuk sang kekasih.
OooO
[Name] menatap takjub akan hasil karyanya yang terbilang membanggakannya ini. Setelah selesai [name] melepas celemek dan berjalan dengan sempoyongan ke kamarnya, kenapa? Ia terlalu lelah, tubuhnya memang lemah sejak lahiriah. Ia berbaring menatap langit-langit sambil terus berekspetasi tentang banyak hal, kantuk pun menyergapnya, kemudian perlahan ia pun tertidur pulas.
Dahinya berkerut tak nyaman seakan merasa tidurnya terganggu. Perlahan iris emerald yang sedari tadi bersembunyi dibalik kelopak pun mulai terlihat. Ia pun terduduk dan sedikit melakukan peregangan, maniknya menatap jam dinding kamarnya, pukul 8.30 pm.
Matanya menangkap secarik kertas yang ada dimeja belajarnya entah kapan, tumpang tindis buku satu dengan yang lainnya. Tulis tangan yang tidak asing baginya.
'Temui aku di gedung bertingkat, dimana kita akan bersama selalu.
Akashi Seijuurou.'
[Name] mengeritkan dahinya heran. Ada apa Akashi memintanya untuk bertemu? Dan lagi terlalu berlebihan bagi [name] untuk menyebut tempat itu sebagai gedung bertingkat. Yah meskipun memang tempat itu bertingkat dua.
Tanpa membuang waktu ia pun menyambar coat dan sepatu boots miliknya, tak lupa coklat valentine buatan tangannya. Tak apa bukan memberikan coklat sehari lebih cepat? Matanya mewaspadai sekitar, hening. Kemungkinan besar beberapa maid dan butler kini telah kembali pulang. Setelah dirasa aman, dengan cepat ia pun meninggalkan mansion.
Langkah kakinya tergesa-gesa, padahal hari masih sangat dingin mengingat salju masih terus turun ke permukaan bumi, tetapi keringat mengucur deras dari seluruh tubuhnya. Tangannya melambai pada taxi lalu segera melangkah pergi menjauhi jantung kota.
Ia berhenti di depan sebuah mansion kemarin yang ia kunjungi bersama Akashi. Tempat itu terlihat sepi dengan cahaya yang redup, sedikit gelap dari yang terlihat. Ia pun berjalan ke arah pintu, menemukan secarik kertas dengan masih tulis tangan yang sama.
'Not here, you have to find me in the kitchen. So you have to go there, hurry up!
Akashi Seijuurou.'
[Name] menghela napas pelan, kemudian masuk tanpa permisi. Di dalamnya ternyata sedikit lebih gelap, ia pun menemukan sebuah lilin yang menyala dan membawanya bersama dirinya.
Ia pun berjalan ke arah dapur namun tak menemukan Akashi disudut ruangan manapun. Ingatkan [name] untuk memukul Akashi setelah ini. Ia mendekat masuk dan menemukan kembali secarik kertas.
'Come on! You don't find me, don't you? Do you already check the garden?
Akashi Seijuurou.'
Jujur saja, rasanya ia ingin memaki Akashi yang tengah mempermainkannya saat ini. Ia pun kembali keluar dari dapur dan berjalan menuju taman belakang, Dan sekali lagi ia tak menemukan Akashi, yang ia temukan hanyalah selembar kertas lagi yang tertempel pada salah satu pilar.
'Keep calm darling. This is juat a game. So let me continue this. Did you see a blue door?
Akashi Seijuurou.'
Maniknya kembali menerawang sekitar dan menemukan pintu bewarna biru yang tak jauh dari tempatnya berdiri, segera ia pun melangkah ke tempat tersebut. Pintunya pun tak terkunci, sebuah kamar biasa. Di belakang pintu kembali terlihat sebuah petunjuk.
'Hahaha... you're slow. I think you have to check the bathroom beside this room.
Akashi Seijuurou.'
Terkutuklah Akashi Seijuurou. Untuk pertama kalinya [name] mengutuk kekasihnya sendiri, bayangkan siapa yang tidak kesal dipermainkan seperti ini?
Ia pun menghela napas untuk yang kesekian kalinya dan berjalan menuju kamar mandi di sebelah kamar ini.
Di depan kaca wastafel ia kembali menemukan catatan.
'Not yet, a little more. I think you must go to my library.
Akashi Seijuurou.'
Ia menyerah untuk terus mengutuk Akashi, ia pun berjalan menuju perpustakaan. Ya setidaknya petak umpet sialan ini akan segera berakhir. Ia pikir begitu.
Yang ia dapatkan adalah secarik kertas kembali.
'Okay, this is the last one darling. Go to my bedroom and you'll find me there. Good luck!
Akashi Seijuurou.'
Baiklah ini yang terakhir katanya. [Name] pun berjalan pelan namun batinnya terasa ganjil. Ia mempercepat langkahnya dengan keringat yang mengucur deras dari pelipis. Netranya menangkap sebuah pintu dengan ukiran sulur yang realistis, sedikit ragu untuk membukanya, tangan kirinya terulur mengapai knop pintu, memutarnya sebelum akhirnya mendorong pintu tersebut.
Ia masuk perlahan dan terdiam sejenak melihat pemandangan dihadapannya, kamar Akashi dihiasi dengan banyak lilin. Bukan itu yang membuatnya terpaku, namun ia melihat tubuh kekasihnya terbujur kaku dengan posisi seperti seseorang yang sedang gantung diri.
Lilin tersebut tiba-tiba jatuh dari tangan kanannya, air mata pun mengalir dengan deras. [Name] berteriak pedih melihat Akashi yang nampaknya sudah tak bernyawa lagi. Percikan api yang disebabkan oleh lilin [name] yang terjatuh tadi mengakibatkan ruangan tersulut api.
[Name] masih memandangi tubuh kekasihnya dalam diam, kobaran api yang menyelimuti sekitarnya pun tak ia indahkan, bahkan ketika temperatur ruangan menjadi tinggi pun diabaikannya.
"Sei? Kenapa? Bukankah kau sudah berjanji akan menikahiku!? Kau tidak akan mati kan!?" Bentak [name].
"Padahal aku sudah membuatkanmu coklat! Lalu kenapa kau pergi Sei!?" Racaunya frustasi.
Tak ada jawaban apapun dari Akashi membuat [name] menjerit frustasi. Saat ia melihat secarik kertas dengan mawar merah dan hitam, tangannya pun mengapai kertas tersebut dan membacanya sejenak.
'Selamat sayang, kau sudah menemukanku. Sekarang saatnya untuk mengucapkan...'
Pesan tersebut nampak tak selesai. Namun ada yang ganjil dari pesan tersebut. [Name] membalik kertas tersebut dan menemukan pesan lainnya.
'Awal dan selanjutnya 'aku' berada diakhir.
Ketiga selanjutnya adalah diawal.
Urutan F dalam alfabet, 'aku' berada diakhir.
Terakhir 'tempat & kedua'.'
Sejenak ia pun menatap kembali seluruh petunjuk yang ia dapatkan sejak Akashi memintanya untuk kemari. Ia mengurutkan urutan semua petunjuk yang ia dapatkan, dibalik kertas tersebut masing-masing bertuliskan.
Kertas pertama: Tempat
Kertas kedua: Untuk
Kertas ketiga: Antonym off
Kertas keempat: Benda
Kertas kelima: Tempat
Kertas keenam: Aku
Dan kertas terakhir: Tempat
[Name] membacanya sejenak, tangisan tak tertahankan lagi. Ia meraung-raung dibalik kobaran api yang menyelimuti dan melelehkan seluruh ruangan, membakar habis kekuatan cinta dan perjuangan keduanya selama ini.
Dari balik pintu pemuda bermahkota biru langit itu masuk dan memeluk seseorang yang ia panggil nona muda tersebut. Pelukan yang erat, karna nyatanya Kuroko mencintai majikannya sendiri. Namun [name] tidak merespon pelukan Kuroko, akalnya hilang akibat shock, ia tak peduli meskipun api yang berkobar ini akan menghanguskan tubuhnya.
Dentum suara jam pun terdengar, menunjukkan pukul 00.00 dini hari. Tanggal pun berganti.
14th February 2016.
Dan ketiganya pun tetap berada di sana, menunggu hingga api meluluhlantakkan segalanya. Mengubur para pendosa seperti mereka menjadi serpihan abu hingga tak tersisa.
Kisahnya bukan lagi layaknya Romeo & Juliette dengan romansa kekuatan cinta yang tak tergoyahkan. Namun kisah mereka ternodai dengan campur tangan pihak ketiga. Akhir dari kisah tragis ini tidak akan bisa menjadi sebuah dongeng fantasi.
Tidak akan pernah.
Just don't say it will be alright
You're not holding yourself in your arms tonight
Don't say it will all be fine
In only a moment you'll say goodbye
"Kuroko, ada perlu apa?" tanya Akashi pada figur yang berdiri diambang pintu kamarnya sang butler kekasihnya yang menjadi perantara pesan darinya untuk [name].
"Kehidupan seperti apa yang Seijuurou- sama inginkan?" pria berkepala biru itu bertanya padanya.
"Kehidupan dimana aku dan [name] bisa terus bersama tanpa seseorang pun yang menghalangi kami berdua," ujar Akashi dengan mantap.
"Izinkan saya untuk mengabulkan keinginan anda, Seijuurou- sama," ujar Kuroko seraya berlutut dihadapan Akashi.
-Fin-
A/N:
[1] wahana rumah hantu
Jangan tanya Aoi nulis apaan :'< Ini riddle silakan readers pecahkan sendiri jawabannya XD #dibakar
Judul ceritanya diambil dari bahasa Germany yang artinya fairytale.
Happy valentine's day!
Mana nih author yang lain? Fast update ya❤
Mind to Vote and Comment? ^^
Ciao!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top