Magnum Opus - Natsume Rokunami
Genre: Romance / Crime
Pair: Izuki Shun x Readers
By: Natsu_Roku
Summary: Amantes sunt amantes, amor caecus est.
Happy Reading
.
.
.
Pemuda itu duduk lagi di bangku taman mati ini.
Tangan pucat si pemuda membolak-balikkan halaman buku di pangkuan dengan rusuh, tanpa peduli bahwa halaman-halaman kertas terlipat membentuk sudut segitiga pada pojokan. Kelereng mata hitamnya berpindah fokus dari biji kata ke kata yang lain, menelusuri setidaknya ada informasi yang berguna untuk dipelajari.
Namanya Izuki Shun.
Dia mahasiswa Universitas Todai dalam naungan jurusan Kriminologi, masih berusia 19 tahun, dan masih menyukai permainan kata yang ia sebut seni.
Izuki selalu identik dengan lelucon di manapun ia berada, wajah tenang Izuki sama sekali tak menyamarkan tendensi absurdismenya. Walaupun tak ada seorang pun yang mau mengakui permainan kata buatan Izuki, tapi berkat kecintaannya terhadap seni puns, Izuki tak pernah menyerah untuk terus berjuang menciptakan puns meskipun perkembangannya 20 persen dari nol.
Di hari libur kuliahnya, Izuki memanfaatkan waktu bebas sehari penuh ini untuk membaca buku di taman kota yang telah mati. Taman kota itu cukup terpencil dari jantung kota, sudah tak ada lagi yang mau mengunjungi taman tersebut karena sudah banyak taman-taman lain di kota ini yang lebih bagus. Taman kota mati ini sama sekali tak terawat, mengesankan kesuraman pada taman tersebut.
Banyak kerusakan-kerusakan pada taman tersebut: cat dinding pada air mancur telah terkelupas, kerak lumut tersebar pada dinding air mancur, air surut yang terlampau kotor menggenang di dalam air mancur, bunga-bunga yang menguncup ke bawah dengan keriput sana-sini, dan lumut serta rumput liar tersebar di hampir seluruh pijakan bumi taman mati tersebut.
Ayunan di sana sudah berkarat, angin yang berhembus membuat ayunan tersebut mengayun pelan dengan derit ngilu. Bianglala mini, kuda-kudaan, dan bangku taman sudah banyak yang berkarat dan keropos. Bau besi yang kecut tercium cukup kental di taman ini akibat banyaknya wahana mini yang telah berkarat setelah sekian lama dibiarkan. Suasana suram tercium kental di taman mati tersebut.
Namun entah bagaimana caranya, Izuki Shun betah berada di sana hampir setengah hari.
Menggunakan sepeda, Izuki pergi ke taman mati ini dengan membawa tumpukan buku dalam tas punggung miliknya. Izuki pun tak lupa membawa minuman dan makanan ringan sebagai teman membaca, buku yang dibawa Izuki sudah sampai membentuk menara mini jika ditumpuk.
Entah karena apa, Izuki merasa lebih nyaman berada di sana sedangkan masih ada taman lain yang lebih bagus di kota ini.
Izuki masih sibuk membolak-balikkan halaman buku bersampul kulit dengan bordiran nama Veritas. Kali ini yang dibacanya adalah buku mengenai Hukum, bukan buku kumpulan lelucon unik favoritnya.
... Vox Populi adalah suara rakyat, sering dikatakan bahwa 'suara rakyat adalah suara dari Tuhan', di mana sistem pemerintahan berubah menjadi 'keputusan absolut berada di tangan rakyat' ...
Izuki tak mengerti, mengapa buku ini memaksa sekali? Kenapa harus disamakan dengan suara Tuhan?
... Setiap penduduk yang mendiami suatu negara mempunyai hak untuk keadilannya, seperti kutipan "Justitia est ius suum cuique tribuere" ...
Izuki merasakan adanya kontradiksi ...
... Maka keadilan sudah pasti akan turun ke tangan rakyat dalam lingkup sistem pemerintahan absolut ...
... Dengan kenyataan yang terlihat.
Adil...
Adil? Turun kepada rakyat?
Izuki berpendapat bahwa buku ini menbual. Pada nyatanya, Hukum tidak seindah itu.
Pelajaran yang dapat ditangkapnya hanya sedikit. Sedikit sekali. Rasanya hanya kekesalan yang didapat Izuki, namun Izuki tetap berupaya untuk tenang.
Buku tersebut ditutup, diganti oleh agenda. Izuki iseng membuka-buka agenda. Tak lama, matanya mendapati lingkaran merah pada tanggal 14 Februari disertai catatan kecil di sana.
.
14 Februari 2016 - Hari Valentine
"Memberi kejutan padanya."
.
Izuki tak peduli bahwa pada Hari Kasih Sayang, perempuan-lah yang memberikan kejutan kepada lelaki yang dikaguminya. Izuki tetap akan memberi kejutan kepada gadis yang selalu disukainya...
[Full name].
oOo
Tiap Izuki bangun pagi, Izuki tak pernah lupa untuk merobek helai demi helai kalender harian miliknya. Satu lembar per hari.
Kini ia bangun pagi dengan menyobek lembaran tanggal 9 Februari, tanggal 14 Februari tinggal menghitung hari. Izuki tak sabar lagi untuk merayakan Hari Kasih Sayang Sedunia ini.
Tas selempang disabet dari meja, buku-buku bank soal diangkat dari atas kasur, tas kecil berisi bekal disabet dari meja makan, terakhir jaket hitam selutut diraih dari gantungan dekat pintu masuk rumah. Izuki siap berangkat kuliah pagi.
Tangan pucat Izuki meraih gagang pintu, membuka pintu rumahnya. Ia baru akan menguncinya setelah ia keluar. Izuki meraih sepedanya yang diparkir tak jauh dari kandang anjing dekat gerbang pagar rumah, menaiki sepeda tersebut setelah menaruh semua barang bawaannya ke dalam keranjang di depan.
Izuki tampak lebih santai mengayuh sepedanya, ia berangkat lebih pagi dari biasa. Sesampainya di Universitas, Izuki hendak mengunjungi perpustakaan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas. Ada banyak yang harus ia teliti, Izuki berharap semuanya akan selesai sebelum tanggal 14 Februari.
Memakan waktu sekitar 10 menit dari rumah ke Universitas, Izuki memarkirkan sepedanya di parkiran sepeda. Dengan bergegas, Izuki berjalan menuju perpustakaan sambil membawa barang bawaannya.
Gedung masih terlihat sepi, masih sedikit mahasiswa-mahasiswi yang datang. Izuki punya banyak waktu untuk membaca buku-buku dalam perpustakaan. Izuki langsung masuk saja ke dalam perpustakaan.
Bunyi gebrakan saat pintu dibuka mendadak oleh Izuki membuat penjaga perpustakaan menoleh, menegur lewat tatapan mata. Izuki mengangguk mohon maaf sebelum berjalan ke rak buku ilmu atom dan kutipan sejarah kasus dari lembaga keamanan satuan anti huru-hara.
"AT13."
Izuki berjalan dari rak ke rak.
"AT13."
Kakinya dibawa berkeliling.
"AT13--- ah, kitakore."
Ketemu. Izuki segera menyusuri deretan judul pada punggung buku, mencari buku yang tepat.
Setelah mencari sekitar lima menit, Izuki menjatuhkan pilihan pada dua judul buku.
Izuki duduk di meja tak jauh dari rak AT13, ia langsung membuka buku bertajuk "Kumpulan Cara Merakit Peledak".
Izuki membuka bab empat, kandungan pada peledak.
... Trinitro Toluena merupakan turunan penting dari toluen yang digunakan sebagai bahan peledak. Trinitro Toluena (TNT) diperoleh dari nitrasi atom-atom H pada inti benzene diganti oleh gugus –NO 2 , yang kemudian menghasilkan TNT. Hati-hati dalam mencampurkan Trinitro Toluena dengan uranium, plutonium, ammonium sitrat, atau bahan-bahan lainnya kalau kau tak ingin mati ...
Pendapat Izuki pada buku ini: me-nye-bal-kan.
Buku ini seperti menyindirnya. Siapa bilang Izuki tidak mampu merakit bom?
Ia memang bukan anak Kimia, tapi dia mahasiswa jurusan Kriminologi. Terkadang ia perlu mengetahui senjata-senjata yang biasa dipakai oleh para penjahat di luar sana.
... Atau kau ingin menggunakan Aseton Peroksida? Kau dapat menciptakan kembang api yang indah di langit sana, ditambah serpihan tubuh manusia yang mati karena ulahmu ...
Maaf saja, Izuki tidak berminat.
... Aseton Peroksida terlampau sensitif terhadap gesekan, goncangan, dan panas hingga menyebabkan api. Api inilah yang akan memicu ledakan yang sangat kuat karena seketika terkena api, asam peroksida akan berdekomposisi menjadi H 2 O dan CO 2. Kau dapat menggunakan berbagai macam komponen peledak, tapi perhatikan apa saja bahan-bahan yang kaugunakan jika kau menginginkan daya ledak rendah atau tinggi. Salah sedikit saja maka kepalamu akan meledak bersama bom yang kaurakit ...
Cukup. Setidaknya sudah ada beberapa yang Izuki tangkap.
Hendak Izuki membaca buku kumpulan kutipan sejarah asli terbitan satuan anti huru-hara, bel masuk sudah berbunyi.
Izuki bermaksud meminjam dua buku tersebut selama dua hari.
oOo
Lembar tanggal 10 Februari dirobek, Izuki sudah siap untuk pergi kuliah pagi.
Dengan mengendarai sepeda, Izuki pergi menuju gedung Universitasnya dengan rumus-rumus atom memenuhi memori kepalanya. Semalam suntuk Izuki menghapal semua nama unsur dan rumus atom, Izuki tak yakin dapat mengikuti mata kuliah dengan baik, melihat kantung matanya saja semakin menebal akibat tadi malam.
Di tengah Izuki mengendarai sepeda, mata tajam Izuki menangkap sosok gadis sedang berjalan bersama seorang pemuda.
[Full name].
Andai bila pemuda di samping [name] tidak ada, kantuk Izuki pasti akan langsung terhisap oleh euforia yang datang tak bertuan. Tapi kali ini kantuk Izuki dihisap habis oleh emosi membuncah.
Bagaimana rasanya melihat orang yang kausukai sedang berjalan bersama sainganmu sendiri?
Bagaimana rasanya melihat senyum orang yang kausukai malah diberikan kepada orang lain?
Bagaimana rasanya berada dalam posisi tak terjangkau oleh mata orang yang kausukai dan kau hanya dapat menonton tanpa dapat berbuat apa-apa?
Bagaimana rasanya merasakan emosi yang mencambuk habis hatimu ini, Izuki?
Andai mata [name] memiliki kemampuan melihat yang setara dengan Izuki, maka eksistensi Izuki dapat [name] sadari tanpa harus Izuki yang berinisiatif memulai duluan.
Ya, kau terlalu takut pada penolakan, Izuki.
Izuki tak berani memulai duluan. Ia sudah cukup sering menerima banyak penolakan, dari yang sepele hingga tak sepele. Kalau kali ini ia ditolak, Izuki sudah menyiapkan setabung sianida untuk diminum.
Jika [name] menolaknya, maka Izuki kehilangan semangat hidup.
[Name] adalah kelemahan terbesar Izuki.
oOo
Lembar tanggal 11 Februari dirobek, Izuki jatuh sakit.
Tak henti-hentinya Izuki mengutuk diri sendiri karena kondisi tubuh alaminya yang rentan akan penyakit. Hanya begadang sedikit saja sudah demam? Jangan bercanda, tanggal 14 Februari semakin dekat dan persiapan Izuki masih 45 persen.
Izuki merasa dirinya tak berguna.
Dengan lumayan memaksakan diri, Izuki memasang kabel-kabel berwarna kuning pada bom rakitan dengan timer yang hampir selesai.
Izuki absen kuliah hari itu.
oOo
Lembar tanggal 12 Februari dirobek, kesehatan Izuki mulai pulih.
Dengan kepercayaan diri yang ada, Izuki mengayuh sepeda sambil terbatuk-batuk menuju gedung Universitas Todai. Jaket almamaternya berhembus ke belakang selama sepeda Izuki melaju ke depan.
Dan Izuki malah memikirkan bahwa ini aksi-reaksi Hukum Newton III, Izuki merasa bahwa buku resep bom itu meracuni otaknya dengan bumbu kimia dan fisika.
Di tengah kekalutannya akibat masih belum paham bagaimana mengatur daya ledakan bom, Izuki menangkap sosok [full name] sedang heboh di depan toko cokelat bersama kedua temannya.
"Hei, sebentar lagi Valentine! Kau mau memberi apa ke pacarmu?" tanya [name] kepada temannya.
"Aku cokelat isi kismis," jawab salah seorang temannya.
"Aku isi vanila," jawab salah seorangnya lagi.
"Lalu bagaimana denganmu, [name]? Apa yang akan kauberikan kepada Akashi-san?"
Nama saingan terbesar Izuki disebut, sarapan pagi Izuki seperti hendak keluar dari mulut.
"Ra-ha-siaaa~! Aku ingin menjadikannya kejutan untuk Sei-kun!" jawab [name] riang.
Sungguh, ingin rasanya Izuki menelan segenggam bubuk besi sekarang juga.
'Kenapa kau terlihat suka sekali kepada si Akashi Seijuurou itu, [name]?' tanya Izuki lirih dalam batin.
Pada akhirnya, Izuki tetap berada di pojok tempat pecundang berada.
oOo
Lembaran tanggal 13 Februari dirobek marah, Izuki tampak gusar sekali hari ini.
Izuki merasa persetan dengan apa pun asalkan persiapannya mencapai 100 persen. Besok sudah Valentine, bagaimana mungkin persiapan Izuki baru mencapai 75 persen dari nol?
Tak peduli dengan jam kuliah pagi, Izuki memilih menyelesaikan pekerjaannya hingga esok hari.
oOo
Tanggal 14 Februari.
"Bagaimana mungkin...?" Izuki menatap tak percaya pada karyanya yang baru 80 persen rampung itu, "Tidak, di buku mengatakan bahwa kalau baru selesai sampai di sini, ledakan takkan begitu memuaskan. Tapi ada keanehan...."
Izuki melihat pergerakan jarum pada meteran.
"Apa aku tak sadar telah mencampurkan bahan lain ke dalamnya?"
Izuki merasa gagal, namun akan dibawa ke mana karya ciptaannya jika Izuki rasa ini tak pantas diberikan kepada [name] sebagai kejutan? Ke tempat sampah? Ya, itu jika Izuki cukup bodoh membuang bom rakitan ke tempat sampah anorganik.
Tak ada pilihan lain, meskipun tak sempurna, Izuki tetap harus melaksanakannya.
Demi kemajuan hubungan Izuki dengan [name].
Izuki menyambar tas, menyimpan hati-hati bom rakitan ke dalam kotak, lalu dengan berhati-hati ia pergi ke luar rumah sambil membawa kotak berisi bom.
.
"[Name], hari ini lebih baik kau jangan keluar dari rumah."
Akashi Seijuurou, kekasih [full name], menelepon [name] saat sedang membungkus cokelat buatannya ke dalam kotak.
"Nande, Sei-kun?" tanya [name].
"Akan kujelaskan nanti malam, lebih baik dengarkan saja aku untuk tidak keluar dari rumah."
[Name] mengernyit, ia menunda sejenak pekerjaannya membungkus cokelat.
"Ada apa, Sei-kun? Kau terdengar aneh hari ini."
"Aku akan datang nanti malam, yang terpenting adalah kau jangan keluar dari rumah."
"Kenapa tidak jelaskan sekarang saja?"
"Tidak sekarang, aku punya alasan lain. Nanti kau akan tahu."
" ... "
"Dengar, tutup semua daun jendela rumahmu, gorden, kunci semua jendela dan pintu, lalu bersiaplah dengan senapan berburu kepunyaan Kakekmu dari ruang bawah tanah. Pastikan masih tersedia amunisi."
"Sei---"
"Aku sibuk, patuhilah ucapanku. Sekarang."
Sambungan diputus sepihak oleh Akashi, [name] mengernyit semakin dalam.
[Name] mengendikkan bahu, mulai melanjutkan pekerjaan. Belum sampai 10 menit, tangan [name] sudah berhenti.
"Oh, tidak--- ah, sial, aku kehabisan kertas kadoku."
.
.
Izuki Shun sudah merancang skenario.
Bom telah dipasang, tinggal menunggu waktu itu tiba untuk memberikan kejutannya kepada [name].
Senyumannya terulas, ia hendak turun tangga dari atap, namun seorang wanita paruh baya memergokinya.
"K-kau...," wanita itu menatap ngeri Izuki, "kau ... apa yang telah kau lakukan?"
Izuki hanya tersenyum, wanita itu sama sekali tak merasakan datangnya mulut pistol ke rahangnya.
Permainan dimulai.
.
.
.
[Name] keluar dari rumah untuk membeli kertas kado, ia melanggar ucapan Akashi karena merasa bahwa Akashi terlalu khawatir. Mengapa Akashi merasa khawatir di Hari Valentine?
Baru saja ia setengah jalan, sekelilingnya sudah heboh tanpa sebab. [Name] mengernyit bingung.
"Ada apa ini---"
Mata [name] membola.
Satuan anti huru-hara datang berombongan melewati kerumunan, berteriak mengatakan adanya teroris yang telah memasang bom waktu di salah satu sudut kota ini. Shibuya yang sudah ramai semakin bertambah sesak oleh keributan tersebut.
Layar pada gedung yang biasa menampilkan iklan berganti menjadi sebuah tampilan jam digital yang bergerak mundur.
Tulisan berjalan di bawah layar bertuliskan:
"Ini adalah hitung mundur bom, temukan aku di tempat yang dipenuhi oleh tawa manis anak-anak."
[Name] menutup mulutnya, terkejut.
"Bomnya dipasang di sekolah?"
[Name] mempertanyakan letak hati nurani pelaku pemasang bom tersebut.
.
.
.
.
Hari sudah gelap, bom dan pelakunya masih belum ditemukan.
Hitung mundur bom dipasang pada set 24 jam, bom akan meledak tepat di akhir Hari Valentine. [Name] sampai melupakan cokelat di kulkas karena terlalu tegang akan media massa yang membuat [name] semakin panik.
Diperkirakan bom tersebut dipasang di Panti Asuhan.
[Name] mengutuk pelaku pemasang bom yang bisa-bisanya memasang bom di Panti Asuhan. Di mana letak hati nuraninya?
[Name] khawatir, "Tolong ... jangan Panti Asuhan itu. Jangan, tolong jangan ...."
Namun harapan [name] pupus seketika.
Tajuk berita di televisi mengatakan bahwa Panti Asuhan Teikou yang telah dipasangi bom, entah di sebelah mana.
Panti itu adalah panti tempat nenek [name] bekerja.
Tanpa sadar lagi, [name] segera meninggalkan rumah, melupakan televisi yang menampilkan sosok si pelaku sedang menembaki para pengurus panti dari rekaman CCTV.
.
.
.
"Obaa-chan!"
Suara [name] histeris melihat mayat-mayat para pengurus panti bergelimpangan di lantai satu. [Name] berhasil menembus penjagaan para aparat keamanan setelah memakai berbagai macam akal dan kesempatan yang sempit.
Lirihan salah seorang pengurus panti yang sekarat membuat [name] menoleh.
"Anak-anak---- anak-anak dibawa ke atap ... oleh seorang pemuda."
Tanpa pikir panjang lagi, [name] segera berlari menuju atap. Kerapkali [name] tersandung kakinya sendiri, namun [name] tak berhenti. Ia harus menyelamatkan anak-anak panti. Jiwa heroik yang terasa naif membuat [name] mampu mencapai atap bangunan panti.
Namun, sesaat ia sampai di sana, ia mendapati sepucuk pistol menekan keningnya.
[Name] terbelalak.
Orang di hadapannya tersenyum.
"Halo, [full name]."
[Name] terbelalak, wajahnya memucat pasi.
Pemandangan berdarah di belakang punggung pemuda itu membuat [name] gemetar hebat.
Anak-anak panti telah tewas ... akibat dijadikan sasaran luapan amarah seorang Izuki Shun.
Izuki Shun, lelaki yang perasaan tersembunyinya tak pernah disambut.
Mulut pistol mulai turun ke arah bom yang dibawa oleh kedua tangan Izuki.
[Name] terbelalak semakin lebar, menjerit keras.
Senyuman tenang Izuki terulas seraya diajak bertutur kata.
"Selamat Hari Kasih Sayang, [full name]. Aku menyayangimu. Tak keberatankah kau kalau aku menyalakan api pada sumbu kue buatanku khusus untukmu?"
.
- END -
.
A/N: Natsu udah ngantuk banget :"))) Kerasa kan ngebut alurnya?
Terima kasih sudah membaca sampai sini XD
Ciao!
Natsume Rokunami.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top