💮 Yang Tersembunyi 💮

Disclaimer: BoBoiBoy belong to Monsta

FanFiction by Cuzhae

Penulis tidak mengambil keuntungan materiel apa pun dari cerita ini.

Didedikasikan untuk #LovEvent #BBBFluffWeek #FFWC2022

T • Fluff • Family • Day 2: Dancing in the rain • Royalty!AU

Happy reading ^°^ !

.
.
.

Seperti namanya, BoBoiBoy Halilintar memanglah seperti halilintar aslinya. Saat tertentu ia tampak menawan, tapi saat yang bersamaan, ia bisa tampak menakutkan. Dengan segala kekuatannya dan emosinya yang meledak-ledak, bagaikan halilintar. Ia bisa menghancurkan apa yang ada. Tapi dengan kekuatannya itu pula, serta wajahnya yang sering menampakkan rupa datar terkadang ia nampak mengagumkan dan menawan.

Ketegasannya pun akan luruh begitu berhadapan dengan keluarganya. Tidak pernah ia sampai menyakiti orang-orang kesayangan.

“Aduh! Pangeran, jangan lari-larian. Nanti Anda bisa jatuh.”

Halilintar menoleh ke belakang. Tampak adik bungsunya berlari ke arahnya yang sedang dikejar oleh pengasuh. Dengan sigap Halilintar langsung menangkapnya.

“Maafkan saya, Yang Mulia. Pangeran tiba-tiba saja berlari saat melihat Anda.”

“Tidak apa. Jangan salahkan dia.” Halilintar mengusap kepala sang adik.

Tidak pernah sekali pun Halilintar memarahi adiknya. Usia Gempa baru enam tahun. Mana tega dia marah pada sang adik.

Rumor di luaran sana mengatakan kalau Halilintar sosok tiran yang kejam. Tidak ada kata ampun bagi musuhnya. Posisinya yang sebagai putra mahkota mengharuskan Halilintar punya kekuatan. Namun, semua rumor itu lenyap begitu berhadapan dengan orang terdekatnya.

Selain Gempa, Halilintar memiliki satu adik lagi, namanya Taufan. Si anak tengah yang lebih suka berpetualang dibanding berdiam diri di istana. Berkelana ke berbagai kerajaan untuk mencari teman lebih banyak.

“Kakak, ayo main sama Gempa!” ajak si bungsu. Senyuman yang begitu manis merias di wajah polosnya.

Digendonglah Gempa oleh sang kakak. Kesampingkan dahulu dokumen-dokumen yang mesti diperiksa Halilintar. Sekarang ini yang terpenting menuruti perintah sang adik.

“Gempa mau main apa?” tanya Halilintar. Tangannya melambai pelan pada pengasuh Gempa supaya membiarkan dia dengan dengan Gempa saja.

Mengerti isyarat dari putra mahkota, pengasuh pun mengundurkan diri dengan sopan.

“Kita main panahan!”

Tidak seperti anak pada biasanya. Selera Gempa memang sedikit unik. Dia gemar pada bela diri.

“Baiklah, tapi Kakak yakin Gempa tidak mungkin mengalahkan Kakak.”

Setelah dipersiapkan alat panahan serta papan sasarannya di taman, mereka pun bersiap. Gempa dengan busur kecilnya dan Halilintar dengan busur ukuran orang dewasa.

Tempat dipilih yaitu daerah taman. Karena jika Halilintar mengajak Gempa berlatih di area latihan pengawal kerajaan, perhatian mereka pasti akan teralihkan kepada Gempa.

Anak panah dilesatkan dengan kedua tangan kecil Gempa. Pada kesempatan pertama, anak panah tidak mengenai titik target. Namun, Gempa tidak langsung menyerah.

Sementara Halilintar cukup dengan memperhatikannya saja. Tidak ingin memecah konsentrasi sang adik. Dia sendiri ikut melesatkan anak panah ke papan target bagiannya.

Selang beberapa lama, Gempa berubah murung lantaran tidak kunjung tepat sasaran.

“Gempa mau udahan aja,” kesal Gempa. Menaruh busur panahnya ke atas tanah.

Halilintar menjeda kegiatan memanahnya. “Kok udahan?”

“Panah milik Gempa dari tadi tidak mau tepat sasaran. Gempa jadi kesal.”

Halilintar menyamakan tingginya dengan sang adik. Lalu mengambil busur kecil tadi.

“Sini Kakak ajarin.”

Tangan Gempa dituntun oleh Halilintar ke anak panah dan busurnya. Dengan tangan Halilintar yang memegang tangan Gempa agar bisa melesatkannya bersama.

Ctaas!

Begitu anak panah dilepaskan dari busurnya. Mata yang tadi menutup, kini mengintip.

“Wah! Berhasil!” riang Gempa. Dia menatap sang kakak seolah mengatakan kalau dia terkagum. Halilintar hanya tersenyum tipis menanggapi.

Namun, kegiatan memanah keduanya sepertinya harus terhenti. Awan mulai menjatuhkan rintik rinai. Mata Gempa langsung berbinar, mendongak ke atas.

“Ayo main hujan-hujanan!” seru Gempa.

Bisa saja Halilintar menolak, tapi nyatanya dia hanya pasrah ketika tangannya ditarik ke tengah hujan.

“Nanti Gempa bisa sakit,” ucap Halilintar.

“Sebentar, kok. Sudah lama hujan tidak turun.”

Sengaja dibuatkan barrier pelindung supaya hujan yang mengguyur mereka tidak terlalu deras. Untuk hari ini biarlah bersantai sejenak, sebelum nantinya disibukkan dengan pekerjaan menumpuk.

━━━━━━━༺༻━━━━━━━

Jangan sampai ketinggalan untuk memberi vote dan comment dulu ya ~

__________________
15 Februari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top