Independence Day With My Prince - XChan_ & xYukiharaSayaka999
Pada zaman dahulu kala-- eh, ngga dulu-dulu amat sih, terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Wisteria-- tempat [Name] bekerja.
Jika kalian kepo akan pekerjaan [Name], itu namanya derita lu. Tapi untuk kebaikan bersama, akhirnya kami terpaksa mengatakan bahwa [Name] bekerja sebagai doinya pangeran disana.
Nah, semenjak [Name] menjadi sang doi, pangeran pun ikut dipekerjakan sebagai doinya [Name]. Jadi ini ngga kayak cerita Siti Nurbaya, yang satu suka tapi yang satunya engga.
Sang pangeran yang namanya sebenarnya tidak terlalu penting untuk disebutkan--tetapi terpaksa disebutkan demi kepentingan bersama, Zen Wistaria adalah pangeran kedua dari kerajaan tersebut. Dirinya jatuh cinta dengan [name] saat pertama kali bertemu dengannya, tetapi apalah daya, karena mereka berdua sama-sama masih bau kencur, jadi terpaksa mereka hanya bisa saling senyum. Itu pun malu-malu kucing garong.
Oke, cukup perkenalannya. Jadi intinya, Zen dapat dua tiket jalan-jalan ke Indonesia dari tutup botol teh. Sejenis undian gitu, loh.
Terus dia mau ajak siapa?
Mitsuhide? Nggak. Kalo Mitsuhide diajak tapi Kiki ditinggal, kan kasihan si Mitsuhide ngejomblo.
Kiki? Ini lebih ga mungkin lagi. Toh Kiki cewek, masa pergi berdua doang dengan cowok. Pangeran pula. Bisa-bisa digebukin para author, meski ga ada satupun author yang bakal menang kalo lawan Kiki.
Buat Kiki dengan Mitsuhide? Amit-amit. Wong yang dapatin tiket itu Zen, kok mereka berdua yang pergi.
Pangeran Raj? Ga dan ga bakal pernah. Si Pangeran pemalas itu pasti menjawab-- "Males ih, terbang ke Indonesia ga bisa pake kuda. Coba aja kuda gue Pegasus, kalo gitu mah gue mau." diiring respon Zen yang dalam hati berpikir, "Bilang aja males nau naik angkot."
Oke, kembali ke topik.
Jadi Zen pengen mengajak doinya yang juga mendoikannya itu untuk pergi bersama. Lagipula mereka saling suka, kan?
"[Name]." Panggil Zen.
"Iya, Pak Zen?"
Zen kicep. "Kenapa kau memanggilku Pak Zen?" Tanyanya.
"Rambut Bapak ubanan pak, makanya kupanggil Pak Zen. Kayak om umur 40-an loh, Pak!" Jawabmu jujur. "
"Makanya Pak, jangan punya rambut warna putih gitulah, kan kasian orang-orang pada ngira Bapak om-om bertubuh pendek!"
Zen menghela napas, berusaha sabar dengan jawabanmu. Lagipula kalian bekerja sebagai doi masing-masing, bukan? Kalian harus menerima kebaikan dan keburukan sesama.
""Apalagi rambut Bapak kan ubanan, jadi enak buat di cat. Coba liat rambutnya Shirayuki! Mau di cat warna biru, tau-tau jadi ungu! Namanya itu ga lucu Pak." Kau kembali menjelaskan panjang lebar.
Zen memukul jidatnya, menandakan ia tidak mampu bersabar.
"[Name], aku masih 19 tahun, dan tinggi badanku 176cm." Tegur Zen.
"Apa?! Bapak masih muda?!" kau langsung kaget tiba-tiba setelah mengetahui Zen masih berumur 19 tahun.
"... Bapak serius kan?" tanyamu lagi.
Zen menghela napas lagi. Ia berjalan mendekatimu, semakin dekat sampai jarak antara wajah kalian berdua, dan...
Bruk!
"Ittai!" teriakmu. Kau baru saja mendapatkan pukulan keras dari kepala Zen.
"Kenapa saya dipukul, Pak!?" Protesmu.
"Sudah ah! Intinya, saya minggu depan mau ke Indonesia, kamu mau ikut kagak?"
"Ih, Bapak tau aja kalau saya lagi mau jalan-jalan! Yaiyalah mau, Pak! Mumpung gratisan atuh!" Jawabmu. Semua orang suka gratisan bukan?
Zen menepuk keningnya. Memang melelahkan jika harus berurusan dengan orang sepertimu, ya?
Serah ah, intinya kau ikut. Itu sudah cukup, kan?
"Btw Pak," kau menjeda perkataanmu.
"Kita pergi pakai apa?"
"Ya pesawat lah."
"Kan pesawat adanya di masa depan, Pak."
"Sekarang juga ada kok."
"Cepat kaga?"
"Cepat, lah."
Berlanjut ke perdebatan tidak penting.
-Skip seminggu-
"Hei [Name]! Kamu jadi ikut atau engga?! Saya sudah siap mau berangkat nih!" teriak Zen dari luar kamarmu.
"Yaiyalah pak! Sabar dong! Cewe kan harus dandan!"
"Ah elah, di depan gue aja lu ga dandan. Ngapain lu dandan segala?"
"Biarinlah pak!"
Setelah ribut tidak jelas, diperkirakan perdebatan itu hanya berlangsung satu menit. Yah, [name] juga dandannya cuma satu menit. Akhirnya [name] pun keluar dari kamarnya.
"YOK BEB! KITA BERANGKAT!" teriakmu di depan Zen. Zen tetap stay cool, meski dalam hati jantungnya berdebar-debar.
"......Beb itu apa?" Tanya Zen pura-pura kudet. Bukan kudet juga sih, mungkin emang zaman Zen belom ada istilah 'Beb'.
"Lupain aja lah, Pak. Yaudah, kita berangkat sekarang aja lah! Bapak sih, satu menit aja ga sabaran--"
---- CoM ----
"Selamat datang di Pesawat Collaboration of Miracle. Silakan dimatikan perangkat seluler anda. Karena apabila tidak, Sayaka Yukihara, salah satu pramugari kami akan merebut paksa lalu menjualnya di pasar loak," ucap seorang pramugari di dalam pesawat yang ditumpangi [Name] dan Zen.
"Psstt, mas," bisik [Name] kepada Zen.
"Iya [Name]?"
"Emang kita punya ponsel atau sejenisnya? Bukannya belum zamannya ya?"
"Entahlah [Name], ini authornya yang suka gabung-gabungin zaman," balas Zen dengan muka ragu.
"Oh, gitu toh Mas," jawab [Name]. Bereaksi akan panggilanmu yang berganti, Zen pun bertanya.
"Kok sekarang kamu manggil saya 'Mas'?"
Kau menoleh, memandangnya dengan ekspresi tak bersalah. "Sekarang kan kita otw Indonesia, Pak! Masa masih manggil pake formal-formalan!"
Zen pun speechless mendengar jawaban [Name] yang super. Daripada terjadi perdebatan seperti kemarin, ia memilih diam daripada melawan.
Lebih baik ia tidur daripada menunggu perjalanan panjang ini selesai.
---- CoM ----
Saat tiba di Indonesia, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Tentunya kalian berdua segera mencari hotel yang kalian minati.
"Mas."
"Ya?"
"Kok hotelnya kita cari sendiri sih, Mas?"
"Kan hadiahnya cuma tiket pulang-pergi doang. Sisanya pake duit kita, lah."
"Yhaaaaa...."
"Tapi gapapa, aku sudah booking hotel kok."
"Ha? Serius? Otw ah!" Serumu dengan semangat. Setelah menghentakkan selangkah kaki, kau teringat hal yang sangat penting.
"Btw, kita nginap di hotel apa, Mas?" tanyamu, penasaran dengan hotel yang akan kau dan Zen tinggali.
"Hm ... Hotel bintang 5--setengah kurang seperempat--" jawab Zen sambil melihat kertas yang dia bawa di dalam sakunya.
"Mas--mana ada hotel bintang segitu?! Ah--tapi ya sudahlah, yang penting enak buat istirahat," Ujarmu pasrah dengan keadaan saat ini. Akhirnya, kalian pun berjalan ke arah hotel bintang lima setengah kurang seperempat.
"Oh iya [Name]," Zen tiba-tiba teringat sesuatu.
"Iya mas?" tanyamu.
"Malam ini, kau sibuk?"
Kau menggeleng. "Engga kok,"
"Mau jalan?"
Semburat merah menghiasi pipimu. Kau pun mengangguk. "Um!" jawabmu.
---- CoM ----
Setelah kalian sampai, kalian pun segera mandi dan melakukan sedikit pembongkaran barang bawaan.
Kring...... Kring......
Telepon hotelpun berbunyi.
Kau berjalan mendekatinya, kemudian mengangkatnya dan memberi sapaan.
"Selamat malam?"
"Halo? Ini kau, [Name]?" Ujar suara di seberangmu.
"Mas Zen? Kenapa Mas?"
"Jadi jalan-jalan malamnya?" Tanyanya.
"Jalan-jalan malam? Ngantuk ane, Mas! Jalan sendiri sana!"
"Hah, ngantuk? Memangnya kau tak tidur di pesawat?"
"Mo tidur gimana, Masnya ngorok keras tahu!"
Jleb!
Rasanya seperti ada panah yang menusuk di hati Zen.
"Udah, ah! Mendingan ane tidur, Mas! Oyasumi!"
"Oi, [Na---]"
Bunyi telepon di matikan pun berbunyi di seberang sana.
Nampaknya, Zen yang tertidur di pesawat membawa tragedi untuk malam harinya.
"Ah! Bodo amat! Gue juga mau tidur!" ucap Zen sambil mengacak-acak rambutnya yang awalnya sudah rapi.
Akhirnya mereka berdua pun tertidur di kamar masing-masing.
-Keesokan harinya-
"Selamat pagi Pak Mas Bang Om Zen!" ucapmu dengan cerianya, seakan-akan lupa dengan janji yang kau batalkan secara tiba-tiba.
"Selamat pagi [Name]~" jawab Zen dengan menampakkan wajah stress, frustasi, atau sejenisnya.
"Lho? Pak Mas Bang Om Zen kenapa?" tanyamu penasaran.
"Plis lah [Name]-- ga capek bilang begitu?"
"Engga," jawabmu dengan wajah polos tanpa noda. "Btw Pak Mas Bang Om Zen, hari ini jadi jalan-jalan bareng kan?"
"Yha, jalan-jalannya mah seharusnya tadi malam--" batin Zen. "Tapi ah sudahlah! Yang penting aku bisa jalan sama [Name],"
"Ah, iya [Name]," jawab Zen.
"Kita naik apa?" tanyamu lagi.
"Go Kuda,"
Zen pun kemudian menelepon nomor secara acak, yang entah dari mana dia dapat.
"Selamat pagi pak, dengan driver Go Kuda di sini!" kata orang dari seberang sana.
"Mas, saya mau order kudanya, mas bisa jemput saya di hotel bintang lima setengah kurang seperempat?"
"Oh, okkeh pak!"
Tiiit--- telepon dimatikan.
Setelah dijemput oleh driver Go Kuda, mereka pun berkeliling kota melihat orang yang sedang mengikuti lomba 17-an.
"Mas, ikut lomba gih!" katamu, yang terdengar seperti perintah untuk Zen. Sekarang author jadi bingung yang mana pangeran dan yang mana bawahan biasa.
"Ngapain [Name]?" tanya Zen.
"Ya, buat ikut ajalah," jawabmu.
Untuk memikat hati si doi sekaligus pamer gigi yang sebenarnya ga ada apa-apa sama giginya, Zen pun mengangguk tanda mau untuk mengikuti lomba tersebut.
Semua lomba Zen ikuti, dari makan kerupuk, tarik tambang, panjat pinang, sampai balap karung. Hingga akhirnya Zen meninggalkan sejarah saat dirinya mengikuti lomba balap karung. Ya, Zen sempat dikira sebagai pocong, karena rambutnya yang saat itu naik ke atas dan karung yang dia pakai adalah karung beras berwarna putih. Ya kali ada pocong ganteng kayak Zen.
"Uhuk--" ucap sang panitia lomba alias Pak RT sambil mengelus-elus kumis cantiknya.
"Sebagai panitia lomba 17-an, saya ucapkan selamat kepada Zen Wistaria yang telah menjadi juara pertama dalam semua lomba! Silakan diterima sembako sebagai hadiahnya!"
Semua tepuk tangan diberikan kepada Zen. Zen pun naik ke atas panggung untuk menerima hadiahnya. Setelah menerima hadiahnya, Zen menghampirimu.
"Ini buatmu," kata Zen sambil menyerahkan sembako yang ada di tangannya.
"Kok buat aku mas? Kan yang menang itu--"
"Udah ambil aja, kan yang nanti masak buat aku dan anak-anak kita itu kamu,"
Pipimu langsung merona setelah mendengar kata-kata dari Zen. Kau pun langsung mengambil sembako tersebut dari tangannya.
"Terimakasih, Zen."
--- END ---
PLIS--INI GA TAU NGETIK APA. ZEN KELEWAT OOC DI SINI--- Tapi biarlah, yang penting jadi :'V
Maaf kalau ini ceritanya kerasa ngebut ya, soalnya jujur kami berdua sama-sama kena WB--- :"v
Tapi intinya, MAKASIH LOH YA BUAT KALIAN YANG MAU BACA FF NGENG NGENG INI *cium rea satu-satu //diinjak
Sekian dari kami,
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top