Gatau mau kasih judul apa ._.

Hello, sebelumnya maaf karena ini cerita ga jelas dan aku ga sempet baca ulang karena aku ngebut bikin hari ini dan aku harus menyelesaikan pr prku tercintah <3 maafkan kalau ada typo, ga kepikiran bikin judul dan kesalahan lain. mendingan gausa di baca sih :'v laluuu, ini dia ceritaku...

----------------------------

Langit yang masih gelap tak membuat gadis pribumi dengan manik cokelat itu bermalas malasan. Dirinya sudah mempersiapkan diri untuk mengerjakan kesehariannya sebagai pelayan.

"Mak, [Name] pergi kerja dulu!" Kata gadis itu bersemangat sambil berusaha menyalakan obor guna membantu pengelihatan.

"Nak, sebelum kamu pergi, ada yang ingin aku bicarakan,"

[Name] tersenyum dan mengehentikan sebentar aktifitas yang ia kerjakan, "Ada apa mak?" ucap [Name] seraya menatap ibunda tercintanya.

"Begini nak, umurmu itu sudah hampir dua puluh tahun, sudah waktunya untuk menikah. Mak hanya tak ingin anak mak jadi korban para tentara cabul itu." (baca: kapan nikah?)

[Name] menunduk tak bisa berkata-kata, tersenyum kecut dan menghela napas seraya menatap satu satunya orang tua yang ia miliki, "mak, aku itu belum siap menikah. Kalau aku menikah, nanti aku tinggalin mamak sendirian. Aku tak mau begitu mak, aku sayang mamak."

"Tapi nak-"

"Sudahlah mak, jangan terlalu khawatirkan aku... Sekarang aku mau kerja dulu mak." [Name] mencium tangan ibundanya dan kemudian menyalakan obor lalu pergi menuju tempat kerjanya.
.
.
Cerita Gajelas
.
.
[Name] menghela napasnya dan mulai mencabuti rumput rumput liar di kebun yang cukup luas itu.

Tempat itu cukup besar dan terdapat tempat tinggal komandan beserta kebun, lapangan dan peternakan kuda pribadi di dalamnya.

"Heh, bengong terus, mikirin tuan Akashi yaa?" Ujar Siti menyenggol tubuh [Name].

"Eh? Ngga kok." Jawab [Name] sembari melanjutkan aktifitasnya.

Pikiran [Name] kembali melayang, memang benar kalau ia menyukai Akashi, tapi [Name] juga sangat membencinya.

"Sejujurnya, aku dendam pada-"

"Pada siapa?" ujar pemilik pesuara bariton yang sukses membuat hati gadis itu berdebar ketakutan.

"A-Akashi-sama!" [Name] berdiri dan membungkuk sebagai tanda hormat.

"Lanjutkan pekerjaanmu." Perintahnya, dan [Name] langsung kembali bekerja.

Entah ia harus senang atau ketakutan. Senang karena seorang Akashi Seijuurou berbicara padanya atau ketakutan karena bisa saja Akashi menghukum [Name] tanpa alasan yang jelas.

Akashi berjalan menuju ayunan taman dan duduk di atasnya, dengan santainya ia duduk disana sambil memperhatikan gadis yang sibuk dengan rumput liar yang harus ia bersihkan.

"[Name], bawakan aku apel dan pisaunya kemari." Perintahnya, gadis itu hanya mengangguk dan pergi ke dapur, mencuci tangan dan apelnya, lalu kembali lagi ke tempat sang kolonel menunggu.

"Kupas kulitnya dan potong menjadi beberapa bagian." [Name] mengangguk dan mulai mengupas kulit apelnya.

Di sisi lain, Akashi melirik [Name] yang sedang mengupas apel untuknya.

"Ini tuan, aku sudah selesai mengupas dan memotong apelnya menjadi beberapa bagian."

Author P.O.V

Akashi tersenyum, "apakah kau bisa melakukan ini?" kata Akashi dengan apel yang masih setengah masuk ke dalam rongga mulutnya.

"Hm." Kau mengangguk dan mencoba apa yang dilakukan Akashi, "Seperti ini tu-"

Hap.

Akashi melahap setengah bagian apel yang masih ada di luar mulutmu, manik ruby miliknya menatap manik coklatmu dengan tajam.

Selang beberapa detik, wajahnya menjauh dan dia berjalan meninggalkan dirimu yang masih mematung di tempat.
.
.

Wajahnya panas dan warnanya berubah menjadi seperti rambutnya, "Bodoh, apa yang telah aku lakukan?" gumamnya sambil duduk di kursi ruang kerjanya.

Pintu ruang kerjanya terbuka, seseorang dengan kulit coklat dan bertubuh tinggi masuk ke dalam ruangan itu sambil menatap atasannya yang sedang memalingkan wajah menatap dirimu yang ada di bawah.

Sebut saja Aomine, ia tersenyum miring sambil melihat ke luar jendela, dimana atasannya menatap sesuatu dengan wajah begitu serius, "Akashi, apa kau menyukainya?"

Akashi menatap bawahannya itu dan sedikit menyeringai, "tentu saja tidak, aku hanya membutuhkan istri yang bisa aku jadikan boneka."

Sore itu, kau sedang memberi makan kuda milik kolonel dengan rumput yang ada di lapangan dengan sekeranjang apel yang kau bawa. Dengan sabar menunggu kuda itu sampai kenyang dan sesekali kamu menyisir rambut dan memberikan apel yang ada di dalam keranjang pada kuda yang diberi nama Yukimaru itu.

"Aku merindukan bapak," gumammu sambil menyisir rambut Yukimaru.

Itu terjadi belasan tahun yang lalu ketika kau masih berumur lima tahun,

[Name]'s Flashback
[Name]'s P.O.V

"Mak, kenapa bapak belum pulang juga?"

"Mungkin sebentar lagi nak, kamu tidur duluan aja,"

"Gak mau, aku mau nungguin bapak disini"

Sampai aku tertidur di lantai ruang tamu, dan ketika tersadar, dengan ajaib aku sudah berada di samping ibuku yang sudah tertidur pulas di atas amben.

Aku terus menunggu, dan aku masih terus menunggu, "Tapi bapak tidak kembali." Gumamku,

Hingga aku tumbuh menjadi anak yang berumur dua belas tahun, aku mulai mencari informasi. Aku mulai bertanya tanya pada tetanggaku, aku bertanya kepada para buruh dan petani yang kenal pada ayahku,

"Kamu tidak tahu? Bapakmu sudah meninggal saat ikut dalam pemberontakan karena tertembak oleh Jendral Akashi Masaomi."

Itu menyakitkan.

END [Name]'s Flashback

"Tapi bapak tidak kembali," kataku sambil mengusap kepala Yukimaru.

Aku membencinya, Akashi Masaomi. Dia merenggut nyawa ayahku, itu menyakitkan.

"[Name], apa kau sakit? Kau terlihat sedikit murung,"

Aku terkejut melihat sosok yang sudah berdiri di depanku, "T-tuan, aku baik baik saja."

Akashi Seijuurou, Aku juga membencinya. Namun aku suka ketika dia mempekerjakanku secara halus, aku suka ketika sesekali dia membantu atau meringankan pekerjaanku, aku suka ketika dia memberikan perhatian kepada ibuku yang sudah beranjak tua, aku juga suka ketika dia menolongku waktu itu,

[Name]'s Flash Back

"Hei, gadis, bermainlah sebentar dengan kami."

"Cih! Lebih baik aku mati saja!" Ujarku sambil berusaha melepaskan cengkraman kuat para prajurit yang menahan kedua tanganku.

Cengkraman tangan mereka terlalu kuat sehingga aku tak memiliki cukup tenaga untuk bisa melepaskan diri.

Tubuhku di seret paksa ke untuk sedikit masuk ke dalam hutan belakang perkebunan tempatku bekerja dulu.

Mereka hampir membuka pakaian yang aku kenakan, dan mulai menyentuh wajah dan tengkuk leherku, "Lepaskan bodoh!"

Mereka tak terlihat peduli dengan perkataanku dan mulai membuka baju mereka, "Kau cantik."

Akupun sudah putus asa dan hanya bisa memejamkan mataku saja sambil mengucap banyak doa.

"Apa yang sedang kalian lakukan?! Aku memberi kalian tugas untuk menjaga para petani, bukan menyetubuhi mereka!"

Suara bariton itu membuat aku dan kedua prajurit yang menggenggam tanganku terkejut, dan mereka melepaskan cengkeraman mereka.

"Kalian kembali bekerja. Kau, ikut denganku." katanya sambil menungguku berdiri.

Kedua prajurit itu sudah pergi dari sana dan aku mengikuti orang dengan rambut merah yang tadi menyelamatkan hidupku, entah akan dibawa kemana saat itu pun aku tak tahu, dan dia mengajakku ke rumahnya dan menyuruh pelayan yang ada di rumahnya mengobati lukaku. Kemudian, dia memperkerjakanku di rumahnya.

END [Name]'s Flashback

"Hey? Kau baik-baik saja?" kulihat wajahnya hanya beberapa sentimeter di depan wajahku, dengan segera aku menjauhkan wajah

"Aku baik-baik saja tuan." Ucapku sambil menunduk berharap semburat merah yang ada di wajahku tidak terlihat.

"Kau sakit? Apa ada yang mengganjal pikiranmu?"

"Tidak tuan, aku baik-baik saja tuan. Terima kasih telah memperhatikanku."

Aku menoleh ke arah lain ketika ia menatapku untuk beberapa detik, "Besok aku akan meliburkan semua pekerja termasuk kau, tapi kau dan ibumu harus tetap di rumah seharian." Ucapnya yang membuat aku menoleh ke arahnya.

"Memang ada apa tuan?" tanyaku sedikit ingin tahu.

"Bukan urusanmu." Ucapnya sambil menjauh bersama Yukimaru. Ok, dia benar itu bukan urusanku.

.

.

.

.

.

Keesokan harinya, aku dan ibuku tetap di rumah karena perintah dari tuan Akashi. Ibuku memintaku untuk memijat pundaknya karena dia merasa pundaknya pegal, mungkin karena terlalu banyak bekerja di kebun.

Tempat tinggal kami hanyalah gubuk kecil yang menurut kami sudah cukup layak untuk ditinggali, kami pun memiliki baju yang layak pemberian dari tuan Akashi karena aku bekerja di tempatnya. Tak seperti yang lainnya, tuan Akashi cukup baik padaku, aku dan pekerja lainnya juga diberi perhatian yang cukup darinya.

"Permisi!" Suara seseorang dari luar membuatku harus berhenti sejenak memijat bahu ibuku untuk melihat siapa yang datang.

Aku menggigit bibir bawahku melihat banyak tentara jepang berada di depan rumahku.

"Ada apa tuan tuan datang kemari?"

Seorang prajurit yang ada di depanku berpindah dan aku melihat sosok pria berambut merah,

"Ah, tuan," Aku membungkuk.

"Aku ingin bertemu dengan ibumu."
.
.
.
.
.

Kini yang bisa aku katakan adalah,-ah, tidak ada yang bisa aku katakan sekarang. Kepalaku dipenuhi banyak pertanyaan sekarang.

"Anu, kalau itu terserah [Name] saja tuan," Ibuku tersenyum kecut dan melihat ke arahku.

Dan semua mata tertuju kepadaku, aku terdiam bingung dan tak tahu apa yang harus aku katakan.

"Sebelum itu, bisa tuan ikut aku ke belakang untuk berbincang sebentar?"

Ia mengangguk, kemudian kami pergi ke belakang rumahku.

Aku duduk di sebuah batang kayu yang berada di sana, diam menunduk malu untuk membuka percakapan.

"Ada apa?" katanya duduk di sampingku

"Kenapa tuan memilihku? Disana banyak yang lebih kaya, cantik dan pintar dari diriku."

"Karena, aku menyukaimu," ujarnya membuat hati berdegup kencang.

"Aku menyukaimu sejak pertama kali aku menatap wajahmu, lalu aku mencari informasi tentang dirimu, kau terlahir bukan dari keluarga miskin, ayah kandungmu adalah seorang pedagang Belanda yang cukup kaya dan kau juga pintar karena bisa menguasai empat bahasa asing. Dua tahun yang lalu, ayahku mengambil seluruh harta dan nyawa ayahmu." Mendengar ucapannya sudah membuatku ingin menangis dan membuatku menoleh ke arahnya.

Tatapan kami bertemu, ku tatap iris merahnya dan mencari kebohongan yang ada di sana. Nihil, tak ada satupun dusta yang terpancar dari matanya,

"Apakah salah jika aku mencintai seorang wanita dan ingin menikahinya?"

Aku membuang pandanganku dan wajahku pun mulai memerah, "Jika aku menikah dengan tuan, apa tuan akan memperlakukan aku dan ibuku dengan baik?"

"Ya."

"Apa tuan akan menyayangi ibuku sebagaimana tuan menyayangi ibu tuan sendiri?"

"Ya."

"Apa tuan berjanji?"

"Tentu saja aku akan berjanji."

Aku menghela napas dan tersenyum kecut, "Mari kembali tuan,"

Author P.O.V

"Aku bersedia menjadi istri tuan Akashi."

Kau lihat ibumu tersenyum, dan itu membuat kegelisahan yang sedari tadi mengganjal perasaan tahan mulai mereda.

.

.

"Eh, eh. Katanya kamu dilamar tuan Akashi? emang bener?"

"Iya, gosipnya udah nyebar kemana mana!"

Kau hanya tersenyum dan mengangguk pelan sambil melanjutkan memotong sayuran untuk di rebus nantinya, "Terus kamu ngapain masih di sini? Mending kamu pergi jalan-jalan sama tuan." Ujar Siti.

"Lah, aku juga masih mau kerja sama kalian, toh nikahnya juga belom tentu jadi kan,"

"Tah kamu ga mikir apa, gimana kalo dia punya niat jahat sama kamu? toh kamu ga inget apa ayahnya itu udah bunuh ayahmu dua tahun lalu, terus harta keluargamu juga di ambil semua sampe kamu harus kerja kaya gini, kamu ga dendam sama dia?" Celetuk Lela.

Kau terdiam dan terus memotong sayuran, "Kalo gak kamu bunuh aja dia, racunin minumannya atau tusuk dia pas lagi tidur." bisik Mirna.

Terbesit dalam benakmu, Benar juga? Kenapa tak aku bunuh saja dia? , Namun dengan segera kamu membuang jauh jauh pikiran itu,"Kalian tuh ngomong apaan sih?! Yakali aku bunuh dia!"

"Yaah, itukan cuma usul doang. Ga usah marah marah gitu lah..."

Kamu menghela napasmu panjang, "Ya usul kalian itu gila tau! yakali aku bunuh dia."

.

.

.

.

.

"Waah, menantuku cantik sekali..." Ucap nyonya Masaomi sambil berdiri di sampingmu yang sedang menghadap kaca. Tak seperti ekspetasimu, ibu dari calon suamimu sangatlah baik, bahkan ia dan ibumu sudah cukup akrab. Ia juga pintar dan menguasai banyak bahasa asing, dan mempunyai paras cantik.

"Ibu, a-aku gugup," Kataku sambil meletakan telapak tanganku di dada.

Kini kau melihat pantulan dirimu mengenakan gaun putih panjang, di kelilingi dengan orang orang orang yang tersenyum di sekelilingmu. Sebentar lagi kau akan menjadi milik orang lain, dan kau akan melihat ibumu yang bertambah tua dari hari ke hari.

Kau dibesarkan susah payah oleh kedua orang tuamu, dan saat dewasa kau diambil oleh orang lain.

Perlahan tapi pasti, kau melangkah ke depan dan berdiri di samping seorang laki-laki bernama Akashi Seijuurou yang akan menjadi suamimu nantinya.

" Tuan Akashi Seijuurou, apa anda bersedia menerima [Full Name] menjadi istri anda. Mengasihi, mencintainya serta menjaganya di kala suka dan duka? "

"Ya. Aku bersedia menerima [Full Name] sebagai istriku dan akan tetap mengasihi dan mencintainya apapun yang terjadi sampai ajal menjemputku." Jantungmu berdegup kencang mendengar apa yang di ucapkan Akashi dengan lantang dan mantap.

"Nona [Full Name], apakah anda bersedia menerima Akashi Seijuurou menjadi suami anda.engasihi, mencintainya serta menjaganya di kala suka dan duka?"

Kau menghela napasmu gugup, "Ya. Aku bersedia menerima Akashi Seijuurou sebagai suamiku dan akan tetap mengasihi dan mencintainya apapun yang terjadi sampai ajal menjemputku."

Kau berhasil mengatakannya dengan lancar.

Prok Prok Prok Prok!!

Suara tepuk tangan memenuhi seisi ruangan, dan sekarang dengan gugup kau berhadapan suamimu yang menunduk dengan wajah sedikit memerah.

"Silahkan,"

Akashi mengangkat kepalanya dan mendekatkan wajahnya padamu, dan--

.

.

.

.

Kau menghela napasmu dan melihat bulan dari balkon kamarmu, suamimu sedang mandi malam ini akan menjadi malam pertamamu. Kau memperhatikan pisau lipat yang sedang kau pegang dan batinmu bertanya-tanya, apakah aku harus membunuhnya?

Tak ada yang bisa menjawabnya, kaupun memutuskan untuk menyimpan pisau lipat itu di belakang pintu balkon dan kembali berdiam diri sambil melihat-lihat pemandangan di bawah.

Seseorang memelukmu dari belakang dan membuat dirimu tersentak, kau lirik pundak kirimu dan melihat rambut berwarna merah, "Apa aku mengagetkanmu?" Kata Akashi tak merubah posisinya, wajahnya ia tenggelamkan di pundakmu.

"Tuan, kau panas, apa kau sakit?" Katamu dengan nada khawatir dan berusaha merubah posisi.

"Aku baik-baik saja, tolong jangan bergerak." Ujarnya, dan kau dapat merasakan permukaan kulitnya semakin panas sekarang.

"Kau yakin tuan?"

"Panggil aku Seijuurou."

Wajahmu memanas sekarang, "Apa kau baik-baik saja, S-Sei?"

"[Name] kenapa kau mau menikahiku?"

". . ." Kau diam tak menjawab, dan sekarang kau dapat merasakan detak jantungnya berdegup kencang.

"Apakah kau mencintaiku?" Katanya, dan sekarang jantungmu berdegup makin kencang dari sebelumnya, "Hn." Jawabmu bertanda mengiyakan.

"Katakan kau mencintaiku." Pintanya dan permukaan wajahnya semakin panas sekarang.

"A-aku"

"Katakan kau mencintaiku [Name]." Akashi mengeratkan pelukannya pada tubuhmu.

"Aku mencintaimu Sei!" Katamu sambil tersenyum dan batinmu kembali bertanya. Jadi ayah, aku harus membunuhnya atau tidak?

--------------------------------------------

Thanks For Reading!! XOXO

-Unknow 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top