Shi no Hana - Ayame Kaizumi


"Bukan ini."

Tangan masih sibuk mengaduk isi kardus, mencari properti yang tepat.

"Bukan ini juga–sial, kenapa ada makanan bekas segala?"

Iris heterochrome-nya menyipit, memusatkan pengelihatan pada konten kardus yang menumpuk berantakan. Melempar yang tidak perlu dengan asal ke lantai, selagi mulut terus mengoceh.

"Kalau tidak cepat-cepat nanti keburu pulang..."

"Ah, kelihatannya pakai ini juga tidak apa-apa."

"Aku harus membungkusnya pakai apa–mungkin ini."

Memilah bahan, lalu dimasukkan ke dalam satu wadah. Semuanya dilakukan secara rapi dan terencana.

"Kurasa sebanyak ini sudah cukup."

Tersenyum puas, sebelum melirik untuk terakhir kalinya ke arah kalender yang sudah ditandai dengan tinta merah.

'Hari Ayah. Jangan lupa siapkan hadiah.'

.

.

Shi no Hana
Kuroko no Basuke ©Tadatoshi Fujimaki
Story © ayame_kaizumi
Main chara: Akashi Seijuuro, Akashi Masaomi
Tag: dark, cliffhanger, father's day
WARNING: sedikit terinspirasi dari 'Loversus'-nya kiaara (FFn), alur ngebut, cerita kurang nge-feel, possible typo(s)

.

.

"Seijuuro, sebentar lagi aku akan mengurus kepindahanmu ke Kyoto."

"Hm." Steak yang sudah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam mulut.

Akashi Masaomi meraih wine, lalu meneguknya perlahan. "Apartemennya eksklusif dan dekat dengan universitas." Serbet diusapkan dengan elegan ke mulut. "Seorang kenalanku punya restoran yang letaknya tidak jauh dari apartemen, jadi tidak usah khawatir."

Aku sama sekali tidak khawatir, Ayah.

Suara denting peralatan makan bergema di ruang makan, dan menjadi satu-satunya suara yang mengiringi acara makan malam di mansion Akashi.

Baik Masaomi maupun Seijuuro tidak berinisiatif untuk memancing percakapan, selayaknya ayah dan anak pada umumnya.

Meja makan sepanjang 2 meter yang memisahkan keduanya adalah saksi bisu dari hubungan mereka.

Masaomi kembali bersuara. "Jangan kira kau bisa main-main di Universitas Tokyo. Sudah cukup aku memberimu kelonggaran selama 6 tahun."

Yang ia maksudkan sebagai 'kelonggaran' adalah saat dimana Akashi bebas mengikuti klub basket dan pertandingan.

Akashi hanya mengangguk patuh. "Ya, otou-sama."

Matanya terpancang pada sang ayah yang menyuapkan steak untuk yang terakhir kalinya, sementara batin bersorak senang.

Ini adalah kali terakhirnya melihat sang ayah makan dengan begitu tenangnya.

.

.

"Kurokocchi sudah menyiapkan rangkaian bunga-ssu?" Kise menyeletuk.

Kuroko mengangguk, sementara mulutnya masih menyedot isi vanila milkshake-nya. "Aku tidak bisa ikebana, jadi kuminta bibi di sebelah rumah untuk membantuku."

"Dai-chan malah belum menyiapkan apa-apa." Kepala Aomine dijitak dari belakang.

"Ittai, Satsuki! Aku cuma belum menemukan barang yang tepat." Si hitam memprotes. "Kalau kau sendiri apa, Kise?"

"Kurasa foto yang ditandatangani boleh juga." Kise tertawa renyah.

"Dasar bodoh."

"Iya, Kise-kun memang bodoh."

"Hidoi-ssu! Ah, Murasakibaracchi pasti memberi ayahnya manisan. Seperti biasa."

Si titan ungu mengangguk, sibuk mengunyah permen.

Momoi langsung menyerobot tanpa ditanya. "Kalau aku sih, mau membuatkan sweater. Berhubung ayahku tidak terlalu suka masakanku..."

Jangankan ayahmu, tidak ada yang menyukai masakanmu.

"Mido-chin kelihatannya gelisah, dari tadi melirik ponsel terus," Murasakibara angkat suara. "Sudah tidak sabar ingin bertemu ayahmu?"

"Tentu saja tidak-nodayo." Tsundere-nya si hijau kumat lagi. "Oi Akashi, kenapa diam saja?"

Seijuuro melirik sekilas, tapi kembali menatap ke arah jendela. "Tidak apa-apa. Kalian teruskan saja pembicaraannya."

Dikomando seperti itu tentu saja membuat suasana jadi awkward.

Bukan rahasia pribadi lagi kalau hubungan Seijuuro dan ayahnya sebaik menthos yang dimasukkan ke dalam coca cola. Niatnya didekatkan malah berujung meledak.

Punya ayah yang kaya raya saja tidak cukup. Percuma saja punya mansion seluas hotel kalau isinya suram. Sia-sia saja punya koneksi dari kalangan atas kalau anak sendiri tidak diurus.

Yang lain saling lirik dengan gelisah, menebak berbagai posibilitas yang bisa dilakukan oleh sang emperor terhadap Akashi Masaomi.

"Jangan menebak yang macam-macam," Akashi tersenyum tipis. "Aku tetap akan memberikan hadiah, seperti kalian."

Dan hadiahnya, tentu saja, adalah hadiah yang akan menjadi kenangan pertama dan terakhir bagi sang ayah.

.

.

"Maaf, Seijuuro-sama. Masaomi-sama tidak mengijinkan Anda untuk keluar rumah."

"Seijuuro-sama, saya diperintahkan oleh Masaomi-sama untuk menjemput Anda."

"Maafkan saya, tapi ini perintah langsung dari Masaomi-sama..."

Seijuuro sudah muak dengan ucapan-ucapan dengan basis 'diperintahkan oleh Masaomi-sama'. Apa-apaan itu, memangnya dunia ini Masaomi-sentris?

Ketimbang anak, Seijuuro lebih cocok disebut 'mainan' yang secara eksklusif dimiliki oleh Masaomi. Setiap gerak-geriknya sudah diatur, setiap keinginannya digantikan oleh keinginan sang 'marionet'.

Lebih tepatnya, Akashi Masaomi adalah seorang marionet berdarah dingin.

Tapi Seijuuro sudah lelah. Sudah saatnya dia menentukan jalan hidupnya. Sudah saatnya ia menggunting tali yang membelit tubuhnya, memisahkan diri dari sang pengendali.

Ya, Hari Ayah kali ini berubah nama menjadi Hari Kebebasan Akashi Seijuuro.

.

.

'Dampak yang ditimbulkan apabila mengkonsumsi bunga suzuran (lily of the valley) dalam jumlah banyak yaitu seseorang akan merasa gatal pada bagian mulut, mual yang sangat luar biasa, muntah-muntah, diare dan serta akan kram seluruh bagian tubuhnya. Dan yang lebih membahayakan lagi yaitu apabila bunga ini dikonsumsi seseorang, racun yang ada di dalam bunga Lily of the valley ini dapat menyebabkan disfungsi jantung dan membuat detak jantung melemah'

"Suzuran–check." Segenggam bunga diletakkan di konter dapur.

"Perlengkapan masak–check."

Kemejanya digulung sampai siku, bersiap menciptakan makanan ultimatum.

Akashi sudah mengonfirmasi bahwa Masaomi akan pulang larut malam, sehingga dia punya beberapa jam untuk mempersiapkan hadiahnya.

Dapur kali ini 'disewa' secara eksklusif, bahkan juru masak yang biasanya aktif bekerja kali ini rela hiatus selama satu hari.

Menu istimewa kali ini: sup suzuran.

' Convallatoxin adalah racun yang terdapat di dalam tumbuhan ini. Dahulu racun dalam bunga Lily of the valley (Convallatoxin) digunakan sebagai keperluan medikasi hati. Aromanya yang harum membuat bunga ini juga dimanfaatkan untuk membuat parfum.'

Teknik yang cerdik–sekaligus licik–untuk mengeliminasi seseorang. Istilahnya membiarkan orang itu menikmati hidup, sebelum mengakhirinya begitu saja.

Seijuuro, kau memang mengagumkan.

Tangannya sibuk mengiris tangkai bunga, sedangkan panci kecil berisi air dipanaskan di kompor elektrik.

"Semoga saja cukup."

Potongan-potongan itu digerus sampai halus sebelum dimasukkan ke dalam panci, lalu diaduk perlahan. Aroma sedap yang khas mulai menguar dari isi panci, tanpa ada kilasan bahaya di baliknya.

Benar-benar rencana yang sempurna.

"Sedikit bumbu–ah, lebih baik tidak usah. Otou-sama lebih suka makanan polosan."

"Tambah sayur untuk kamuflase–voila."

Sup spesial ala Seijuuro siap dihidangkan.

"Sekarang tinggal hadiah yang satu lagi."

.

.

Akashi Masaomi memutar setirnya memasuki mansion.

Mungkin Seijuuro sudah tidur. Ia melirik ke arah jam tangannya, mendapati kedua jarum memosisikan diri di angka 12.

Tangannya meraup dokumen yang tertata rapi di dalam file sebelum memasuki rumah, mempelajari sejenak isinya.

Surat keterangan mahasiswa Universitas Tokyo

Tinggal beberapa bulan sebelum putranya beranjak ke dunia kuliah, namun Masaomi menginginkan segalanya terorganisir secara sempurna. Like father like son.

Tangannya yang satu menjinjing kotak kue–sekadar jaga-jaga kalau Seijuuro masih terjaga dan mungkin kelaparan. Sekali-sekali mendekatkan diri pada anak termasuk hal yang wajar, bukan?

.

.

"Otou-sama, okaeri." Seijuuro membungkuk formal, menyapa sekalem mungkin.

Tidak merespons sapaan anaknya, Masaomi menggumam. "Kenapa belum tidur?"

"Aku menyiapkan hadiah untuk otou-sama." Senyum kecil menghiasi wajahnya. "Karena ini Hari Ayah, sekali-sekali aku ingin membalas kebaikan otou-sama selama ini."

Masaomi hanya terdiam, menatap putranya dengan tatapan penuh selidik.

Masih tersenyum, Seijuuro mengisyaratkan ayahnya untuk memasuki ruang makan. "Makan malam hari ini khusus kubuat untuk otou-sama."

Mau tidak mau, Masaomi mengagumi usaha Seijuuro untuk menyiapkan segalanya dengan begitu sempurna. "Lalu itu apa?" ia mengedikkan dagunya ke arah kotak yang dibungkus dengan rapi di sebelah piring makan.

"Hadiah yang lain. Kalau begitu, selamat menikmati." Dengan tenangnya, Akashi kembali membungkuk sebelum akhirnya menggumamkan kalimat untuk undur diri.

"Seijuuro."

"Ya?"

Menimbang-nimbang sejenak, sebelum akhirnya tersenyum samar. "Terima kasih."

Akashi hanya mengangguk, mengayun pintu hingga tertutup rapat.

Tangannya merogoh-rogoh saku celana, meraih ponsel keluaran lama yang tidak akan rusak kalau dibanting berkali-kali. Jemarinya menekan tombol power.

You have 35 seconds left.

35. Sesuai dengan umur sang ayah–yang akan berakhir sebentar lagi.

Dengan kemampuan otaknya yang melebihi rata-rata, ponsel kuno itu sudah disulapnya menjadi detonator bom. Kamuflase yang sempurna.

Asumsinya, Akashi Masaomi sudah mulai kehilangan kesadaran saat ini.

You have 30 seconds left.

Perlahan tapi pasti, kakinya digerakkan keluar dari mansion, menghindari adanya percikan eksplosif yang mengenai kulit.

Memosisikan diri di gazebo, Akashi menatap ke arah ruang makan dengan puas. Lampu yang remang-remang sebentar lagi akan padam. Bayangan yang terpantul dari jendela akan menguap dan hilang begitu saja.

20 seconds left.

Ayahnya bukan tipe orang yang membuka hadiah di tengah-tengah makan. Melanggar etiket, begitu katanya saat itu. Menurut pengamatannya selama ini, sang ayah membutuhkan waktu setidaknya 5 menit untuk menghabiskan makanan.

10 seconds left

Persetan dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Persetan dengan ayahnya yang sempat bersikap sok baik. Persetan semuanya.

Kalau Seijuuro sudah memutuskan untuk melakukannya, dia benar-benar akan melakukannya.

5 seconds left.

4..

3..

2..

1..

Beep.

1 tombol ditekan. Tersenyum lebar sebagai hadiah perpisahan.

"Selamat Hari Ayah, otou-sama. Semoga tidak panjang umur.

.

OWARI

.

Doumo! Ayame akhirnya bisa publish di sini. :") //terharu 
Judul 'Shi no Hana' ini artinya 'Flower of Death'. Kenapa nggak pake bahasa Inggris? Karena kurang cocok. XD
Bagian HP kuno yang dijadiin detonator itu terinspirasi dari ceritanya Kak Kii. Jadi mungkin kalian yang pernah baca 'Loversus' tahu. :"3

Semoga reader-tachi suka ceritanya, dan nggak terinspirasi untuk bikin versi real-nya. XD 

Xoxo,
Ayame

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top