Promise in Summer - agashii-san

Kehidupan bersama anak-anak panti asuhan cukup berwarna bagimu. Waktu seolah tak terbatas karena eratnya kebersamaan. Musim panas menjadi saat yang paling membahagiakan.

Tetapi suatu hari seorang pria paruh baya berambut merah marun hadir di depan panti asuhan. Pengurus panti asuhan berdiri di sebelahnya sambil menggandeng laki-laki itu -- Ittoki Otoya, teman karibmu.

"Mulai hari ini Ittoki-kun akan tinggal bersama orang tua baru. Pamitan, ya,"

Teman terdekatmu telah pergi duluan menemukan keluarganya. Saat itu, kalian masih berusia 12 tahun.

"Jangan lupakan aku,"ucapmu memeluknya telah menitikkan air mata. Tak hanya kau, teman-teman seisi panti juga mulai sedih karena harus berpisah.

Laki-laki berambut jabrik kemerahan itu mengangguk lalu mengelus puncak kepalamu. "Aku pasti takkan lupa. Bye bye."

Ketika Ittoki pergi bersama sang ayah angkat, Ittoki berjanji di dalam hati kecilnya.

Bahwa suatu hari ia akan datang lagi ke sini.

Promise in Summer
Pair : Ittoki Otoya x Reader
Disclaimer : Uta no Prince-sama (c) Broccoli, Sentai Fimworks
Warning : OOC, typos, aneh bin abal, Semi-AU
Genre : Romance, fluff
By agashii-san
.
.
.
.

Tiga tahun kemudian
Ittoki meratapi amplop yang belum dibukanya sejak pagi tadi. Ia duduk menopang dagu sesekali melirik amplop itu penuh kebingungan.

"Ada apa?"tanya Tokiya, teman sekamarnya itu duduk berhadapan dengannya.

Ittoki mendesah, "Aku tak tahu harus membalas pesan ini seperti apa. Aku merindukan si pengirim ini."

Sejak ia diangkat oleh seorang pria yang cukup berpengaruh dalam dunia hiburan -- Saotome, hidupnya mengalami perubahan yang cukup drastis. Tak ada layang-layang, telepon kaleng, atau sejumlah mainan kreatif yang mewarnai hidup Ittoki semasa dulunya berada di panti asuhan. Kenyataannya, ia diangkat sebagai anak asuh untuk menjadi penerus Saotome.

"Kau hanya perlu bertemu dengan gadis itu. Apa susahnya?"saran Tokiya, laki-laki berambut indigo itu beralih bermain gadget-nya.

Ittoki menautkan jemari telunjuknya yang kini saling bertemu, "T-tapi aku malu! Aku tak tahu harus mulai dari mana."

Berbeda kepribadian tentu berbeda pendapat. Tentu saja rekan sekamarnya itu bisa menganggap segala sesuatunya secara singkat, padat, dan jelas karena ia tak mengalaminya. Melihat Ittoki yang gelisah, Tokiya menepuk meja.

"Izin saja kepada ayahmu. Kurasa tidak ada salahnya."

Ittoki menggaruk kepalanya, "Iya sih. Terima kasih atas saranmu."

Bel pergantian pelajaran yang berdering membuatnya tak berkutik. Mereka kembali duduk di posisi masing-masing. Ittoki menyelipkan amplop itu ke dalam buku catatannya. Membayangkanmu meski lama tak berjumpa membuatnya cukup bahagia. Ia berharap kau dan dia tak hanya bertegur sapa kalau bertemu lagi.

"Otou-san,"Ittoki menyapa ayah angkatnya di sebuah ruangan agensinya.

"Hohoho. Ada masalah, anakku?" Saotome menggeser kursi putarnya, menghadap Ittoki.

Ittoki menggaruk tengkuk, "Aku ingin berkunjung ke panti asuhan. Jadi, besok aku tak sempat datang ke agensimu untuk sementara."

Ayah angkatnya memang terlihat santai dan flamboyan. Meski demikian, ia menjaga reputasi dunia hiburan dengan cukup ketat.

"Boleh. Pastikan kau harus mengabariku setelah kau sampai di sana."

Ittoki mengangguk lalu segera pamit meninggalkan ruangan Saotome.

Sekembalinya menuju rumah, ia melihat persiapannya telah rapi. Manik merahnya beralih ke sebuah kaleng bermotifkan bintang-bintang. Teringat pesan darimu, ia bergerak mengambil kaleng itu.

Selama tiga tahun terakhir, kalian masih saling mengontak. Hanya saja, kalian memilih bersurat-suratan fisik seperti ini ketimbang via chatting. Berlembar-lembar amplop disusunnya dengan rapi. Kedua sudut bibirnya tertarik, tak sabar ingin bertemu denganmu.

"Tunggu aku, [Name]. Aku akan mengejutkanmu dengan datang diam-diam!"ujarnya bermonolog sambil mengepalkan tangan.

Ittoki meletakkan kardus berisi keperluan pokok yang ingin ia sumbangkan di depan pintu utama panti asuhan. Napasnya memburu bukan karena letih, melainkan gugup. Tangannya dingin meskipun hari ini mentari luar biasa terik. Dari luar, Ittoki bisa mendengar suara anak-anak.

"[Name]-nee, aku tak bisa mengerjakan soal ini!"

"Aku benar-benar bosan. Main, yuk?"

Kedua sudut bibir pemuda itu tersenyum. Ternyata kau masih seperti biasanya, baik hati meskipun tetap sibuk menjalani liburan seperti ini.

"[Name]-nee tidak akan membantu kalian kalau masih bermalas-malasan seperti ini. Cepat kerjakan tugas rumah kalian,"perintahmu yang langsung disahut 'yaah' oleh adik-adik panti asuhan.

Mendengar suaramu membuat laki-laki berambut jabrik kemerahan itu tersenyum lagi. Ia memberanikan diri menekan tombol bel panti asuhan. Kau yang dari dalam memandangi kalender beralih mendengar suara bel barusan. Langkahmu berderap menuju pintu utama, membuat jantung laki-laki itu berdesir kencang.

Ketika pintu terbuka, Ittoki menemukanmu mengenakan pakaian kasual seperti biasa -- T-shirt dan celana pendek selutut [Fav color].

"Lama tak berjumpa ya, [Name],"sapa Ittoki tersenyum hangat.

Kau yang berdiri di depannya bergeming. Baru saja kau mengeluh tentang balasan yang telat dan subjeknya benar-benar ada di hadapanmu.

"Ittoki-kun?"

"Aku tidak membalas pesan karena aku memilih menemuimu. Maaf ya, baru bisa sekarang,"

Kau menggeleng. "Terima kasih sudah mau datang kembali."

Ittoki mengacak puncak kepalamu, "Ini 'kan juga rumahku."

Derap langkah lain menghampiri kalian berdua. Disusul oleh derap yang menimbulkan keributan.

"Oto-nii datang!"

"Benaran? Waah! Okaeri!"

Anak-anak panti lainnya datang lalu memeluknya satu per satu.

"Aku membawa barang untuk kalian,"ucap Ittoki mengangkat kardus.

Kau membukakan pintu lebih lebar berkata, "Bibi masih pergi. Jadi taruh saja di sini."

Kau arahkan Ittoki untuk menaruh kardus itu di sebelah anak tangga.

"Kalian jangan lupa tugas kalian, ya?"tegurmu langsung bersandar di pintu, membuat anak-anak yang tadinya sibuk kini melirikmu.

"Hee-- tapi jarang-jarang Oto-nii main ke sini!"

"Iya, tapi selesaikan dulu tugas kalian,"

Dengan wajah cemberut mereka melanjutkan tugas mereka.

Ittoki terkekeh kecil. "Maaf ya. Aku mengganggu, ya?"

Kau menggeleng, "Lebih baik kau masuk. Hari ini sangat panas."

Mendengar ajakan itu, Ittoki mengiyakan lalu melepas alas kakinya. Begitu ia menginjakkan kakinya ke dalam panti asuhan, segalanya belum cukup berubah. Masih terdapat pigura foto tersemat di dinding-dinding dan interiornya berwarna-warni. Melengkapi suasana yang nyaman.

Beberapa anak yang tadi mendekatinya kini duduk di sebuah kursi dan meja. Ada yang menggambar, mengarang, dan menghitung. Ittoki melirikmu yang duduk mengecek pekerjaan anak-anak itu satu per satu.

"[Name]-chan, apa kau tak punya tugas musim panas juga?"

Seingatnya ketika mereka saling bersurat-suratan, kau sempat mengeluh kesulitan mengerjakan tugasmu sendiri.

"Heh? [Name]-nee memaksa kami melakukan tugas padahal belum kerja?"

Kau mendelik ke arah Ittoki. "Kau mau mencari ribut?"

"Hanya mengingatkan,"Ittoki menyeringai ngeri. Salah satu sikapmu yang tak berubah -- kau cukup keibuan meskipun cukup judes.

Kau mengambil selebaran kertas lalu menyerahkan kepada Ittoki. "Aku tak tahu harus mengambil foto yang bagus di mana. Hanya sisa itu saja."

Hanya tersisa tugas sastra Jepang yang belum selesai yaitu mencantumkan sebuah foto aktivitas selama musim panas dan ditambah mengarang.

Ittoki mengusap dagu. "Kenapa tidak di sini?"

"Di sini?"kau bertanya kembali, tidak percaya.

"Yang penting temanya musim panas, 'kan?"

Kau mengangguk tetapi kurang yakin dengan usul itu.

"Biasanya teman-temanku memilih pantai untuk memotret sekaligus liburan. Tetapi aku tidak bisa."

Ittoki mengerti hal itu. Sebelum ia diangkat oleh Saotome, hanya dia dan kau yang tertua sehingga diemban memberi contoh yang baik bagi adik-adik panti asuhan. Dia cukup tahu kesibukan itu sehingga ia tak lagi menuntut alasannya lebih lanjut.

Laki-laki itu mengambil ponselnya lalu menekan tombol kamera. Anak-anak yang sibuk beralih menghampirimu dan Ittoki.

"Jadi ... maksudmu, kita selfie?"tanyamu mengernyitkan dahi.

Ittoki mengangguk pelan. "Ini akan jadi koleksi memori. Aku boleh mulai segalanya dari awal lagi, 'kan?"

Kau memiringkan kepala. "Dari awal? Maksudmu?"

Sebuah senyuman di wajah Ittoki yang perlahan memerah hadir.

"Memulai hubungan kita dari awal. Aku boleh menaruh hati kepadamu, 'kan?"

Manikmu membulat sempurna. Kau berusaha mengatur ekspresi wajahmu padahal Ittoki baru saja menyatakan perasaannya kepadamu. Laki-laki itu menatapmu lekat-lekat, menantikan jawaban darimu.

Kau tersenyum kecil, "Entahlah. Menurutmu?"

"Hee--"kejut Ittoki mendengar responmu.

Namun belum sempat Ittoki merana di pojokan, anak-anak panti lainnya mengerumuninya lagi.

"Oto-nii harus mencetak fotonya, ya!"

"Bantu aku mengerjakan tugas mewarnaiku, dong!"

Kau dan Ittoki saling bertatapan lalu tertawa bersama membantu anak-anak panti. Bagimu, hari itu akan menjadi saat yang takkan terlupakan. Memang kejadian itu takkan terulang, menjadi sebuah kepingan memori.

Memori yang menghangatkan hati.

OWARI
Kau mengumpulkan buku tepat waktu, yaitu ketika mengikuti kelas tambahan.

"Sepertinya kehidupanmu di panti asuhan cukup berwarna, ya?"ujar temanmu melirik foto-foto hasil cetakan Ittoki.

Kau mengangguk. "Aku bersyukur karena dia datang saat itu."

Temanmu mencolek pipimu, "Hm, biar kutebak. Kau menyukai laki-laki di foto ini kan? Ngaku?"

Mengingat laki-laki berwajah ceria bagai matahari itu membuatmu salah tingkah.

"Aku belum meresponnya,"ucapmu menggaruk pipi.

"Maka kau harus menjawabnya. Kalau kau tak mengelak, berarti kau benar-benar suka 'kan?"

Jemarimu tergerak mengambil sebuah bolpoin dan kertas. Kau akan menulis pesan balasannya. Yap, termasuk jawaban atas perasaanmu itu. Bahwa kau menyukainya pula.

- Fin -

A/N : Ini fic kedua di projek CoM :"3
Sempat dirombak sampai tiga draf, akhirnya kelar juga. Nantikan karya dari author CoM lain juga ya~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top