Little Star-Clairith54 & Aka-niira

A collab fict in a collab book(?)

Soraru x reader by
Aka-niira
And
Clairith54

Warn: Absurd, typo, dan sebangsanya XD


Sebelumnya:

" ... Panggil aku Soraru."

[Author PoV]

Tak terasa sudah beberapa bulan terlewati semenjak kejadian pembullyan di gang sepi itu terjadi. Kau yang awalnya memang sudah pasrah dan menerima semua kelakuan para pembully itu sekarang sudah mulai cuek dan terkadang melawan. Tak ada lagi raut muka sedihmu maupun helaan nafas pasrah yang keluar dari mulutmu.

Itu semua hilang, kau seakan terlahir kembali.

Kau sudah tidak peduli perkataan mereka. Kau sudah memiliki beberapa teman yang menganggapmu ada, yang menghargaimu walau umur kalian terpaut cukup jauh. Kau mulai mengidolakan mereka walau beberapa dari mereka terlihat cukup cuek padamu. Kau tak peduli, toh beberapa dari mereka juga ada yang lumayan akrab denganmu.

Seperti biasa, kau berjalan keluar dari bangunan sekolahmu dengan ponsel di genggamanmu, earphone menyumbat saluran pendengaranmu. Ocehan orang-orang di sekitarmu yang biasanya menjadi luka di hatimu tergantikan oleh alunan lagu yang menenangkanmu. Biasanya kau mendengarkan lagu itu hingga rumahmu, namun kali ini acara mendengarkan lagumu terhenti sebab telepon dari seseorang.

Kau berjalan cukup jauh sebelum kau menjawab panggilan itu. Mafumafu-san, nama itu yang ditampilkan oleh layar ponselmu. Tanpa basa-basi, kau langsung menjawab dan menyapanya.

"Halo, Mafumafu-san?" Butuh beberapa menit hingga sang empunya nama menyahut kembali.

"Halo, (Y/N)-chan? Kau ada waktu luang hari ini?" Suara Mafumafu mulai terdengar, kau memberinya waktu untuk menuntaskan perkataannya tanpa kau jawab.

"Begini, sebentar lagi kan hari Ayah, entah mengapa aku melihatmu seperti menganggap Soraru-san sebagai sosok ayah. Jadi ... jadi ... uh, Luz-kun! Bantu aku!" Perkataannya membuatmu berpikir--melupakan Mafumafu yang mulai terdengar meminta bantuan salah satu temannya yang ada di sana untuk menyampaikannya padamu.

'Hari ayah ya---' pikirmu. 'Apa yang bisa kulakukan ya?'

Kau menutup panggilan secara sepihak lalu mulai memutar lagu-lagu di playlistmu lagi sambil bersenandung pelan. Jalan-jalan yang kau lewati sudah berada di luar kepalamu, kau bahkan bisa pulang ke rumah dengan menutup matamu.

Jalan yang kau lewati nampak sama, namun kondisi pejalan kakinyalah yang beda. Hari ini sangat padat. Cukup sulit mendengarkan lagu di tengah kebisingan seperti ini. Kau bingung, apa yang membuat orang-orang jalan-jalan di siang hari yang panas ini?

Alih-alih kembali ke apartemenmu, kau malah terhenti di sebuah jalan yang nampak sangat familiar bagimu. Kau tidak dapat mengingat jalan apa ini namun rasanya kau sering ke sini. Suara orang-orang mulai tidak terdengar seiring kau berjalan menyusuri jalanan itu.

Komplek pertokoan.

Itu yang kau pikirkan setelah melihat toko-toko yang berjajar. Dari semua toko itu, kau hanya mengingat satu toko. Toko penjual permen, entah kenapa kau sangat ingin pergi ke sana. Bukan untuk membeli permennya, tapi ... untuk sesuatu yang berbeda. Kau tak tau apa itu, namun kau sangat ingin ke toko itu. Situasi ini sangat familiar.

Mendongak ke atas, kau melihat sang matahari bersinar terik. Waktumu masih banyak untuk berjalan-jalan tanpa arah ... mampir sebentar tidak masalah bukan? Kau melangkahkan kakimu ke arah toko itu sambil mencoba mengingat sesuatu.

"Selamat datang," sapa sang penjaga kasir saat kau mendorong pelan pintu masuk itu.

Deja vu.

Ada apa ini? Kenapa semuanya terasa sangat familiar seakan-akan kau sudah pernah ke toko ini? Kau menyusuri rak-rak yang menampilkan permen dan coklat berbagai jenis dan bentuk. Permen berbentuk bintang dan coklat batangan kau ambil secara acak dari rak itu.

Tapi ini bukan valentine,

Pikirmu. Namun kau tetap membayar permen-permen itu dan keluar dari toko itu. Jalan yang semula sepi mulai ramai. Kau memasang lagu yang cukup menenangkan hati sambil memakan permen itu. Saat permen itu habis, kau terpikir sesuatu.

'Bagaimana jika kuajak Soraru-san melihat bintang?'

***

"Kau ... mengajakku melihat bintang?" Ucap seorang pria yang sedang melihat sesuatu di layar laptopnya.

"Iya, sebentar lagi hari ayah ... lalu tadi Mafumafu-san mengatakan jika aku terlihat menganggapmu sebagai seorang ayah. Jadi kuingin melakukan sesuatu untukmu," ucapmu sambil menatap ke arah kedua kakimu. Kau sudah memprediksi ini, kemungkinan besar ia memilih menyelesaikan lagu-lagunya daripada menghabiskan waktu denganmu.

"Baiklah,"

"Eh?" Nampaknya otakmu memerlukan beberapa waktu untuk memproses jawabannya, sedangkan yang menjawabnya hanya menatapmu geli.

"Jadi ... kau terkejut? Kalau begitu aku akan diam saja--"

"Ti-tidaaak bukan itu maksudku. Aku hanya cukup terkejut tadi. Baiklah, jam 10 di apartemenku?" Potongmu langsung ketika kau selesai memproses jawabannya. Kau senang, kau akan segera bersiap siap setelah kau kembali dari tempatnya.

Toh jikalaupun tidak jadi, hari ayahnya itu besok bukan hari ini. Jadi tak apa bukan?

Kau langsung mengecek dan merapihkan apartemenmu. Tumpukan cucian kotor di kamarmu kau masukan ke ember kosong, sofa yang tertimbun selimut dan sampah makanan kau bereskan, kau tidak mau dicap sebagai anak pemalas. Yah walaupun kenyataannya kau adalah anak pemalas.

Dapur yang terlihat kotor kau lap. Piring dan gelas kotor kau cuci. Apartemenmu harus lebih bersih dari apartemennya! Secara kau adalah anak perempuan, memalukan bukan rasanya jika apartemen kita lebih kotor daripada apartemen lelaki?

Membersihkan apartemenmu membutuhkan waktu. Kau yang baru kembali pukul 7 malam dapat menyelesaikan tugasmu pukul 21.30 malam. 30 menit lagi adalah waktunya, kau harus bergegas jika ingin waktu istirahat walau hanya 5 menit. Staminamu tidak boleh terlalu habis, jika habis kau biasanya akan mengantuk. Dan percayalah, akhirnya takkan seromantis di drama-drama jika kau tertidur.

Buru-buru kau mengambil handuk yang tersampir di gantungan dekat pintu kamarmu dan berlari menuju kamar mandi. Pintu kamar mandimu tertutup dengan cukup keras hingga menimbulkan suara yang cukup kencang untuk membangunkan tetangga sebelahmu.

Definisi mandimu adalah membersihkan badan sambil bermain, jadi 30 menit takkan mampu membuatmu puas bermain air. Buktinya saja sekarang kau masih berada di bath tub yang merendam sebagian tubuhmu. Tangan kananmu terkadang memainkan busa yang mengapung di dekatmu dan tangan kirimu kau taruh di sisi badanmu. Kau sukses melupakan janjimu sekaligus kunci apartemenmu.

Di sisi lain, Soraru sudah duduk di sofa milikmu dengan nyamannya tanpa tahu kau melupakan janji kalian berdua. Ia duduk sembari melihat ke sekeliling, kau sangat ceroboh karena tidak menutup rapat pintu apartemenmu.

Beberapa menit berlalu dan Soraru mulai mencarimu, mulai mengetuk pintu kamarmu sampai menelusuri dapurmu. Tidak ada tanda-tanda keberadaanmu.

Ia yakin, ada satu tempat yang belum ia periksa. Dan tempat itu ialah kamar mandi.

Karena ragu, ia mengetuk pelan pintu kamar mandi itu dan terdiam di depannya. Sebelum ia kembali ke sofa tempatnya duduk terdengar,

"Eeeeehhh kulupa!"

Ia sudah menduga ini, kau pasti lupa akan janji kalian. Ia kembali ke sofa tempat ia pertama kali duduk dan mempersilahkanmu bersiap-siap.

Sedangkan kau? Yaah, kondisimu dapat dikategorikan dalam malu berat.

**

"Maaf, Soraru-san. Aku terlalu asik bermain air tadi," ucapmu setelah membuat teh panas untuk kalian berdua.

Saat ini kalian berada di balkon apartemenmu yang dapat melihat langit secara langsung. Cangkir teh dalam genggamanmu menyalurkan kehangatan ke telapak tanganmu. Tubuhmu yang terbalut jaket masih dapat merasakan semilir angin dingin yang membuatmu sedikit merinding.

Matamu melihat ke arah langit. Bintang malam ini bersinar sangat terang, setidaknya itu pendapatmu. Setelah beberapa saat jawaban dari lawan bicaramu mulai terdengar.

"Hmm, yah kurasa sifat ceroboh dan pelupamu itu memang sulit dihilangkan," jawabnya dengan santai. Panah imajiner seakan menembus dirimu, muka yang awalnya dihiasi senyum tulus berubah menjadi senyum masam. Perubahan senyum itu disadari oleh lawan bicaramu itu, di saat kau belum sempat menggerutu ia sudah berbicara duluan.

"Kutau pasti kau ingin menanyakan sesuatu, itu sebabnya kau mengundangku ke sini," tebaknya.

"Ku ingin bertanya ... mengapa namamu sora? Mengapa bukan umi? Atau mizu dan semacamnya?" Pertanyaan itu diluncurkan bibirmu dengan luwes, tidak ada sedikitpun keraguan di sana.

"Kenapa? ... kenapa ya, mungkin karena hidupku dipenuhi oleh orang-orang yang hebat. Mungkin itu bisa menjawab pertanyaanmu," ucapnya sambil menatap langit.

"Lalu, jika kuberi pertanyaan 'apa yang kau inginkan untuk hari ayah?' kira-kira apa yang kau mau?" Tanyamu sambil melihat ke arahnya.

Teh dalam genggamanmu sudah mulai tak terasa lagi kehangatannya. Suhu tubuhmu juga sudah semakin menurun, terbukti dengan jari-jarimu yang kau rasa sudah gemetaran.

"Mungkin sebuah kecupan?" Itu lebih terdengar seperti pertanyaan, namun kau menganggapnya serius. Walau kau sedikit terkejut, kau lebih mengira bahwa ia akan meminta sesuatu yang agak mewah.

"Kecupan?" Ulangmu sambil memiringkan kepalamu sedikit.

"Hm, di pipi. Tak apa bukan?" Tanya Soraru. Kau menganggapnya sebagai tantangan akibat senyum menantang yang ia gunakan. Kau sedikit kesal-- bagaimana tidak kesal, tinggi badanmu yang memang nyatanya lebih pendek darinya ia manfaatkan untuk menjauhkanmu dari area pipinya.

"Huuh, terserahlah. Kuingin bertanya lagi saja, apa aku ... termasuk golongan bintang atau penghuni langit itu?" Kau berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Sejenak kau teringat akan teman-teman lamamu yang entah bagaimana bisa berbalik membullymu.

"Ah, mungkin iya. Sebagian besar tergantung pada dirimu sendiri menurutku. Kau tau ... sebagian orang 'menolak' dirinya sendiri akibat kekurangan yang ia miliki dan akhirnya menutupi kelebihan mereka. Kupikir orang yang mampu menerima dirinya sendiri itu sudah hebat," ucapnya sambil memandang lurus ke depan. Entah mengapa kau malah bertanya lebih lanjut tentang 'bintang', 'langit', dan hal lainnya.

Bintang di obrolan kalian menjadi lebih menarik daripada bintang-bintang sesungguhnya. Soraru yang menyadari kau kedinginan mengajakmu untuk masuk ke dalam dan membuat teh panas yang baru.

Di saat ia lengah kau mengajaknya untuk melihat coklat yang baru kau beli siang tadi. Kau mengatakan sesuatu yang berkaitan dengan tanggal kadaluarsa dan kemasan unik untuk menarik perhatiannya. Dan berhasil, ia sedikit menekuk lututnya untuk melihat kemasan coklat yang kau pegang itu. Tak menyia-nyiakan kesempatan kau langsung mengecup pipinya sekilas dan terkikik geli.

"Ahaha, sudah terlaksanakan Soraru-san~. Sekarang, aku punya permintaan konyol," ucapmu setelah menaruh coklat itu di meja dan duduk di kursi terdekat. Kau menatap wajah lawan bicaramu yang terlihat sedang menunggumu, menunggumu menyelesaikan permintaanmu.

"Aku ingin memiliki teman sebaya seperti Soraru-san dan Mafumafu-san. Kuingin menjadi bintang di hati seseorang--di langit seseorang," tuntasmu sambil memandang jemarimu. Keheningan melanda ruangan dimana kalian sedang sibuk dengan pikiran masing-masing dan tidak ada tanda-tanda kau akan menambahkan permintaanmu. Matamu terlihat hampa dan kau terlihat sangat putus asa, hal itu membuat Soraru mencoba menghiburmu.

"Begini, biarkan aku bertanya. Apa kau sudah menerima dirimu sendiri?" Tanyanya dengan hati-hati, takut malah menambah beban hatimu lebih berat lagi.

"Ah, sudah. Aku menerima semuanya dengan sabar ... kurasa," perhatianmu sukses teralihkan. Kini sorot matamu tidak terlihat hampa. Senang, Soraru menambahkan perkataannya lagi.

"Jika kau bisa menerima dirimu sendiri, itu langkah awal yang bagus. Bersinarlah dan terangi langit orang lain yang masih gelap, little star,"

A/N

Rith: Aah, mungkin otakku sedang marah padaku.

Akani: Rithh? Ada apa? σ(oдo||I)

Rith: Pertama, buku dimana ide kasarku hilang. Kedua, tabku bermasalah. Ketiga, kuditagih lewat PM. Keempat, aku terkena webe. Haah, kasihan otakku ini.

Akani: Ha-- begitukah? Ada yang bisa kulakukan? //feelinghopeless

Rith: Aku ... ingin memakan cemilan.

Akani: Cemilan .... ? *mandang dompet* uhuk-- semangat terus Rith!

Rith: Apa ... kubutuh beberapa waktu. Mari lupakan cerita ini dan membiarkannya melewati garis mati di sana.

Akani: Guh-- baiklah-- itu ide bagus--

Rith: Namun ... nampaknya pada akhirnya kita gak ngebiarin cerita ini ngelewatin garisnya-

DOR!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top