I Miss You - Radif_Chan

I MISS YOU

The Basketball which Kuroko Plays© Fujimaki Tadatoshi

Copyright © 2016 by Radif_Chan

Genre: Drama, family

Rate: General, Teen

Midorima Shintaro x Reader

###'

##

#

Dalam perjalanan di kereta yang sepi akan penumpang, kau menatap pemandangan indah yang ada dibalik jendela kereta. Hamparan ladang bunga matahari dan kebun luas nan hijau memanjakkan matamu untuk melihatnya. Sesekali bibirmu tersenyum melihat beberapa anak-anak yang sedang berjalan kaki dengan orangtuanya di pinggir ladang dengan gembira, melihatnya saja membuatmu tenggelam dalam nostalgia, membawamu pada masa lalu dimana pada saat itu kau yang masih kecil harus terpisah dengannya.

Masih teringat jelas dalam ingatanmu tentangnya, saat sepuluh tahun lalu ia mengajakmu ke festival musim panas, sosoknya yang dingin namun pemalu itu terlihat lucu saat ia bertutur ingin membawamu melihat kembang api bersama di malam festival. Ajakannya itu bagai sebuah anugerah bagimu, ia yang biasanya sibuk dan tidak suka diganggu itu bahkan mau menggenggam tanganmu sepanjang festival.

Kau tersenyum mengenangnya, kini matamu beralih menatap boneka katak hijau yang selalu kau mainkan saat merindunya. Sudah terlihat agak lusuh memang, tapi ini merupakan satu-satunya pemberian darinya yang kau bawa ke Sapporo. Memang sih, ini hanya boneka tangan biasa, tapi kenangan telah menjadikannya sebagai sesuatu yang berharga.

Ponselmu berdering memecah kesunyian akan lamunanmu tentangnya. Dengan segera kau menerima panggilan tersebut saat tahu bahwa nenekmu lah yang menelpon. "Moshi moshi?"

"[f/n], apa kau sudah di Tokyo dan bertemu Shintaro?"

"Baa-chan, satu jam lagi aku baru akan tiba di Tokyo. Tahu seperti ini, aku akan menggunakan pesawat saja. Akh, tapi tidak apa- apa, aku senang menikmati perjalanan selama dua hari ini, aku bisa mampir kemana-mana dan aku jadi punya banyak oleh-oleh untuknya yang aku beli saat transit."

"Kau tidak mau mengabari Shintaro dulu? Apa perlu baa-chan mu ini yang bilang?"

Kau menggeleng meski tahu kalau nenekmu itu takkan melihatnya, "Iie', aku ingin memberikan kejutan untuknya."

Terdengar suara helaan nafas panjang diseberang sana, "Rasanya aku ingin menangis."

"Heee? Baa-chan, kenapa?"

"Shintaro tidak pernah mau bicara langsung padamu meski hanya lewat telepon, tapi kau selalu merindukannya. Ia tidak pernah mengingat ulang tahunmu tapi kau selalu mengiriminya hadiah ke Tokyo tiap tahun."

Dadamu mulai terasa sesak, namun sebuah senyuman muncul di bibirmu meski pahit, "Ia bukan orang yang seperti itu, baa-chan. Kalau dia tega, mana mungkin dia mau mengajakku ke festival musim panas sebelum kami berpisah, bahkan saat itu ia memberikanku ikan koi. Sekarang aku ingin menemuinya secara langsung karena merasa sudah cukup dewasa untuk berbicara hal ini dengannya, aku ingin bersama dengannya lagi."

Hening sesaat.

Terdengar suara isakan wanita tua yang kini hanya tinggal dengan pelayannya di Sapporo sana, "Baa-chan tidak perlu cemas." Tuturmu lembut agar nenekmu itu tidak khawatir, "Kami akan menyelesaikan masalahnya, aku sudah berpikir matang-matang soal ini. Jaga kesehatan, dan kurangi mengkonsumsi yang manis. Aku akan merindukanmu."

"Kau juga, semoga baik-baik saja disana. Jangan sampai berpisah lagi." Setelah mendapat nasihat kecil dari nenekmu, kau pun mengiyakan dan menutup teleponnya.Menatap kembali boneka katak hijau yang ada di pelukanmu itu sambil meneteskan airmata rindu.

.

.

Sepuluh tahun meninggalkan Tokyo dan kau menyadari banyak sekali perubahan pada ibu kota ini, gedung-gedung mewah yang menjulang kini sudah berdiri hampir di segala penjuru. Kau yang merindukan suasananya sejak turun dari stasiun pun langsung bersorak dalam hati betapa kau merindukan keramaian Tokyo.

Sambil membawa koper dan boneka katak di tanganmu, kau pun bergegas mencari bus dan kembali ke rumah yang sudah lama kau tinggalkan. Bibirmu tidak ada habis-habisnya tersenyum dan bersenandung kecil membayangkan bisa bertemu dengan pria hijau yang selalu kau rindukan itu. Matamu menerawang ke langit, ingat saat ia menggandeng tanganmu ke sekolah untuk pertama kalinya, ia yang biasanya tsundere itu pun tersenyum tipis dan memberikanmu sebuah jepitan rambut kelinci yang katanya adalah lucky item. Dia juga pernah menemanimu makan siang yang terkadang membuatnya repot untuk menyuapimu gara-gara cara makanmu yang berantakan, saat itu wajah tampannya terlihat kesal, namun tidak tega untuk memarahimu. Akh ya ampun, rasanya rindu sekali dengan suasananya.

Bus terhenti di halte, kau langsung turun dan berjalan cepat sambil menarik koper menuju salah satu area perumahan yang terlihat. Rasa rindu itu selalu ada meski pria itu telah membiarkanmu pergi selama 10 tahun, kau tidak bisa membencinya karena dialah yang telah membuatmu ada. Meskipun saat itu kau masih terlalu kecil untuk memahami situasi 10 tahun lalu, tapi kau mengerti dengan duka yang di deritanya. Walau pun orang bilang ia pria yang tidak bertanggung jawab karena menelentarkanmu, tapi ia adalah sosok malaikat bagimu.

Nafasmu tersengal-sengal saat langkah kaki berhenti di sebuah rumah yang begitu kau ingat dalam otakmu. Rasa gugup pun mulai mendominasi, jemarimu menekan bel rumah itu dan menunggu respon hingga terdengar sebuah suara yang kau hapal. "Shin-chan! Jangan diam begitu, tiap tanggal segini kau selalu saja mengurung diri dan tidak mau ke Rumah Sakit. Eh? Chotto, sepertinya tadi ada suara bel."

Kau tercekat, itu kan...

Sekali lagi kau menekan belnya.

"Horah Shin-chan, kau punya tamu. Apa perlu aku yang menemuinya?"

Tak ada sahutan dari si empunya rumah. Kau menggigit bibir gemas, dan menekan lagi belnya secara beruntun.

"Haik haik, tunggu sebentar." Suara itu makin mendekat, pintu berdecit menampilkan sosok pria berambut hitam yang kini menatapmu kaget bak melihat hantu. Seketika mata tajamnya berkaca-kaca, tangannya yang gemetar langsung terulur mengusap puncak kepalamu. Selama beberapa detik ia menatap lekat-lekat wajahmu sampai akhirnya ia merengkuhmu dan menarikmu dalam pelukannya.

"[f/n]-chan, ka? Ini benar-benar [f/n]-chan?" Bisiknya tak percaya.

Kau terisak, "H-haik...hiks...[f/n] desu." Jawabmu yang kemudian menatap wajah tampannya yang makin terlihat dewasa itu, bibirnya menyunggingkan senyum bahagia dan mengecup kepalamu sayang.

"S-shin-chaaaan! Lihat siapa yang pulang!" Takao menarikmu ke dalam rumah dan menghampiri sebuah ruangan yang merupakan bekas kamarmu dulu. Jantungmu mulai berdegup tak karuan, sampai akhirnya terlihat di depan matamu, seorang pria yang sedang terduduk di lantai sambil bersandar di sebuah kasur ukuran mini. Di sekelilingnya penuh dengan tumpukan kotak kado dan hamparan amplop yang masih tersegel rapi. "Shin-chan, [f/n]-chan kembali." Ucap Takao senang.

Disebutkan namamu oleh Takao, Midorima pun menoleh. Pupilnya melebar, iris emerald-nya terlihat berkilat menatapmu, sampai detik kemudian airmata pun keluar membasahi pipinya, "[f-f/n]?" Perasaan rindu meluap di dadanya, ia masih menatapmu tak percaya namun ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. "Apa itu kau... [f/n]?"

Setelah mengangguk pelan, kau pun berlari ke arahnya, memeluknya erat-erat hingga tercium samar-samar aroma lemon yang sangat kau hafal meski sudah bertahun-tahun lamanya tidak merasakannya. Jemari pria itu kini membelai sayang kepalamu, bibirnya terlihat bergetar seolah tak sanggup berkata-kata.

"Kau terlihat kurus." Gumammu masih di pelukannya.

Ia menghela napas dan menatap lekat-lekat wajahmu, "M-maafkan... aku." Lirihnya pelan yang tentu saja kau pahami maksudnya.

Takao yang di ambang pintu terisak, matanya sudah basah melihat pertemuan yang ada di hadapannya. Sepuluh tahun itu bukan waktu yang singkat, dan Takao mengerti bagaimana kedua orang yang ada didepannya ini ingin sekali bertemu.

Kaumenghapus jejak airmata di pipi Midorima dan menggeleng pelan seolah kau tidakmasalah dengan semuanya. kemudian dari balik mantelmu, kau menyerahkan satu-satunyafoto yang kau punya dan yang selalu tersimpan rapi di buku agenda. Terlihat denganjelas di potret tersebut, dimana kau yang masih kecil duduk di pangkuanMidorima sambil mengangkat tinggi-tinggi boneka katak hijau.


Midorima terisak, kemudian ia membalik fotonya dan terlihat tulisan tanganmu di belakangnya.

There are no perfect fathers

But a father will always love perfectly

Selamat hari ayah

#####'

"Kau...ingin tinggal denganku, nanodayo?" Kagetnya saat kau menyuguhkan teh dan biskuit shiroi koibito khas Sapporo di meja kerjanya sebagai camilan.

"Haik, aku ingin tinggal di Tokyo dengan tou-san. Boleh, kan?"

"B-bukankah kau membenciku? Aku pernah meninggalkanmu saat kecil." Gumamnya pahit tanpa mau memandangimu.

Kau menggeleng dan menatap potret wanita cantik di meja kerja Midorima, "Untuk apa aku membenci tou-san? Apa kata kaa-san nanti kalau aku tidak tumbuh menjadi anak yang baik. Lagi pula kaa-san yang ada di surga pasti senang melihat kita bisa berkumpul kembali."

Midorima terhenyak, ia meremas jemarinya karena tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Sampai kapan pun aku tidak akan membenci tou-san, paman Kazu rajin mengabariku tiap minggu dan bercerita tentang tou-san. Ia bilang kalau tiap hari ulang tahunku dan natal, tou-san selalu membeli kado dan menulis surat untukku tapi tidak pernah mengirimkannya sampai akhirnya menumpuk di kamarku." Ujarmu yang memang melihat realitanya tadi siang.

Wajah Midorima memerah, "P-pamanmu itu hanya mengarang, nanodayo."

"Aku tahu betul kalau paman Kazu itu tidak pernah bohong, ia juga bilang kalau kau sering bermain dengan pasien anak-anak di rumah sakit karena rindu padaku." Ceritamu sambil tersenyum geli.

"Cukup [f/n]."

"Ia juga cerita kalau tou-san selalu sedih tiap hari ayah dan mengurung diri di kamarku seperti tadi siang."

Telinganya kini memerah, "Hentikan, Midorima [f/n]..."

"Oh ya, katanya tou-san dekat dengan salah satu perawat di –."

"Yamero, nanodayo!"

"Hahaha, tou-san dari dulu tetap tsundere."

OMAKE:

10 tahun yang lalu...

"He? Kau ingin [f/n]-chan tinggal dengan neneknya di Sapporo? Tapi dia kan masih berumur 6 tahun, biarkan dia tumbuh bersamamu." Takao yang melihat sahabatnya sudah menyiapkan sebuah koper dan tiket pesawat untuk anak perempuannya itu pun mencegatnya. Ia heran, bagaimana bisa sahabatnya ini berpikiran pendek dan mau mengirim anaknya sendiri untuk dirawat oleh mertuanya nun jauh di pulau seberang sana. "Jangan seperti ini Shin-chan, [f/n]-chan membutuhkanmu."

"Tidak bisa, nanodayo. Kalau ia bersamaku, justru aku malah menelantarkannya. Aku tidak mau ia sendirian di rumah tanpa ada yang mengawasinya. Satu-satunya orang yang bisa merawatnya hanya ibu mertuaku. Aku justru semakin takut kalau tidak becus mengurusnya." Jawabnya dengan sendu, guratan kesedihan pun terlihat jelas disana, bahkan orang-orang pun pasti bisa melihat betapa kusutnya seorang dokter yang terkenal rapi itu. Pakaiannya terkesan berantakan, bahkan kantung matanya pun terlihat jelas dibalik kacamatanya.

"Aku tahu kalau baru lusa kemarin kalian ditinggalkan. Tapi Shin-chan, jangan menanggung beban sendirian seperti ini. [f/n]-chan juga pasti memahami dukamu, kalian kehilangan orang yang sama. Kau kehilangan istri dan ia kehilangan ibunya. Aku bisa meminta istriku untuk menjaganya juga."

Midorima menggeleng dan menatap nanar dirimu yang ada sedang tertidur di sofa sambil memeluk boneka katak, "Aku tidak bisa merawatnya dalam keadaan seperti ini dan aku juga tidak bisa menjadi ibu baginya." Katanya pelan yang kemudian mengusap kepalamu sayang, "Maafkan ayahmu ini, [f/n]."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top