Day of Happiness - ColorlessGirl0301

Day of Happiness
Plot by ColorlessGirl0301
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Genre : Hurt/Comfort, Romance(?), Fluff(?)

[Akashi Seijuuro!Bokushi x Reader]

Pada hari ini, dia hanya diam dan menatap jendela. Pada hari yang seharusnya menjadi hari kebahagiaan ini, dia tidak menjadi dirinya. Keangkuhan dan keabsolutan hilang dari auranya. Manik merah-kuningnya kosong tanpa kilatan arogansi. Karena itu, aku akan membuat hari ini, menjadi kebahagiaan tersendiri baginya.

----

"Seijuuro?"

Lelaki dingin itu hanya diam, menatap kosong ke arah jendela di mansion ini, di luar hujan sedang turun. Seolah menangisi hari ini, hari yang seharusnya menjadi hari indah bagi anak-anak lain.

Hari ibu, hari yang membahagiakan bagi kebanyakan keluarga. Namun kebahagiaan itu luput dari keluarga ini. Seharusnya hari ini adalah hari dimana mereka akan pergi piknik. Dan bersenang-senang. Namun kebahagiaan itu, sirna begitu saja beberapa tahun yang lalu.

Sejak Nyonya rumah ini meninggalkan dunia ini.

"Seijuuro, kau ingin keluar?"

Aku berjalan, hingga beridiri di samping kanannya. Lalu meletakan tanganku di wajahnya agar bisa membuatnya menatapku. Aku tersenyum kepadanya, memberikan wajah paling lembut kepada pemuda dengan helaian merah yang sedang menatapku tajam. Namun tetap saja, setajam apapun pandangan itu, tetap saja terasa datar.

"Ayo keluar."

Aku menarik tangannya, sepertinya ia terlalu lelah dan tak bertenaga untuk melawanku hari ini, dan membiarkan dirinya dibawa olehku, sesampainya di pintu depan, aku mengambil payung besar transparan dan memberi pesan kepada kepala pelayan bahwa aku dan Seijuuro akan keluar.

"Pakailah jaketmu, Seijuuro."

"Kenapa aku harus menurut kepadamu?"

Aku menghela nafas, meletakan tangan di sisi wajahnya. Memberikan senyuman lembut kepadanya. Berbicara dengan suara yang ku usahkan selembut mungkin.

"Sekali saja, dengarkan aku. Pakailah jaketmu dan sepatumu. Kita keluar khusus hari ini meskipun cuacanya tidak mendukung."

Lelaki itu terlihat tertegun sebentar, namun mengembalikan wajah datarnya. Lalu memakai jaketnya dalam diam. Kami keluar, sedari tadi dia hanya diam. Diamnya mengkhawatirkanku.

Hujan masih turun, walau tidak deras. Awan masih berwarna kelabu, walau tidak gelap.

Aku mendekatkan diri, tanganku melingkar di lengannya yang mengangkat payung di atas kepala kami, aku mendekatkan diriku kepadanya. Membagi kehangatanku kepadanya meskipun badannya cukup hangat. Ya, meskipun badannya hangat, aku yakin sekali dia hanya merasakan dingin, juga kehampaan.

"Kenapa kau mengajakku keluar?"

Aku menyandarkan wajahku di lengan atasnya. Senyum membentuk di wajahku. Kembali aku mendekatkan diri kepada pria yang hanya berstatus sebagai sahabat kecilku ini. Namun orang yang sangat ingin kulindungi, dan juga orang yang sangat kusukai dan kucintai. Dia adalah orang yang kusayangi.

Ya, aku tau orang-orang yang melewati kami akan beranggapan bahwa kami adalah sepasang kekasih. Kedekatan kami memang aneh. Namun aku menyukainya dan menghargainya.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya bosan melihatmu berwajah seram seperti itu."

Bohong, aku dan dirinya mengetahuimya.

Kebenarannya, aku ingin dia melupakan bahwa hari ini adalah hari yang melukainya dan menggantinya. Agar hari ini menjadi hari yang membahagiakannya.

"Aku harus berada di rumah, tugasku banyak."

.

"Tetapi, kau tidak menolak saat kuajak keluar."

Dia bukannya menerimanya, dia hanya pasrah. Hari ini merupakan salah satu hari terberat yang di pikul pundaknya. Khusus hari ini, dia menurunkan penjagaannya. Karena hari ini, dia terlalu lelah untuk bersikap dingin dan absolut seperti biasanya.

Kami masih berjalan, tak tentu arah di trotoar Kyoto. Badanku dan badannya masih menempel satu sama lain, tanganku masih melingkar di lengan yang mendirikan payung transparan yang melindungi kami dari basahan akibat tangisan langit.Tak bisa disangkal, aku senang. Jantungku berdebar lebih kencang dan keras dari biasanya. Hal ini wajar jika berada di daerah personal orang yang disayangi, bukan?

Kami berhenti di depan sebuah tempat. Taman bermain khusus anak-anak. Aku membimbingnya melangkah masuk, sepatuku dan sepatunya menapaki tanah berpasir kuning yang sedikit becek.

Kami terdiam di tengah taman bermain tersebut. Diam, dan hanya memperhatikan hujan membasahi permainan anak-anak di taman itu-ayunan, jungkat jungkit, perosotan, bahkan kotak pasir.

Setelah beberapa saat kami keluar dari taman bermain, kembali berjalan tak tentu arah. Hingga kami kembali mencapai taman lain, taman umum. Yang kuingat banyak pohon dan ada danau buatan kecil. Lagi, aku membawanya masuk, kami berjalan dalam diam, mengelilingi danau yang airnya menjadi keruh karena hujan. Setelah itu terdiam di depan danau. Aku kembali menuntunnya berteduh di bawah pohon, dengan begini kemungkinan terkena petir menurun.

Lelaki itu masih memegang payung transparan di atas kepala kami, kali ini berpindah ke tangan kanan karena tangan kirinya lelah, manik heterokrom itu menatap danau dan pepohonan, walau wajahnya datar. Namun, di manik yang biasanya terlihat keras dan tak terbantahkan kini digantikan oleh pandangan yang sangat tidak berseusaian dengan dirinya yang absolut. Sendu.

Aku yang juga berada di sisi kanannya, mendekatkan diriku, hingga hampir tidak ada jarak di antara kami. Lenganku menyusup diantara kedua lengannya dan mengalungi badannya. Kepalaku yang sampai di hidungnya kusandarkan di bahunya yang tegang. Bahu seorang pemuda berusia 16 tahun yang memikul banyak tanggung jawab. Bahu yang menyimpan banyak beban.

"Hei, Seijuuro."

...

Dia diam, hanya membiarkanku memeluknya dan membiarkanku melanjurkan kalimat yang belum tuntas.

"Hari ini, seharusnya menjadi hari yang menyenangkan. Bagi banyak keluarga, bukannya begitu?"

Tubuhnya semakin menegang, seolah ingatan akan hari ini mengganggunya. Bukan mengganggu, tapi menyakitinya.

"Hari ini, adalah hari untuk seorang anak membahagiakan ibunya sebagai tanda sayang mereka."

Ya, ingatan tentang ibunya akan menyakitinya, namun itu sebabnya aku disini, akan kuhapus ingatan menyakitkan itu. Tanpa harus membuatnya melupakan wanita yang sudah kuanggap sebagai ibu kedua itu.

"Karena itu, khusus hari ini. Aku akan berperan menjadi ibumu. Dan menghiburmu-ini adalah hari ibu spesial untukmu, Seijuuro."

...

"Karena itu, lepaskanlah semua. Seijuuro. Kedatanganku ke rumahmu, dan tujuanku membawamu keluar bukanlah untuk menyakitimu, lepaskan semua dinding pelindungmu dan tumpahkan padaku."

Terdengar bunyi saat payung transparan itu terjatuh karena genggaman erat itu dilepaskan, kurasakan dinginnya air hujan yang turun karena tak ada lagi perlindungan. Selanjutnya, perlahan dua lengan itu mengurungku. Wajahnya dia letakan di bahuku. Seolah menumpahkan beban yang dibawanya ke pundakku. Tubuhnya sedikit lebih rileks.

"Lupakanlah, jangan jadikan hari ini menjadi kenangan menyakitkan. Ingatlah semua yang dilakukannya saat bersamamu, disaat yang membuatmu bahagia."

"Kau terlalu banyak bicara."

Nada suaranya terdengar kasar. Namun ia tidak melepaskan dekapannya, malah mengeratkannya. Aku terkekeh pelan, melakukan hal yang sama.

"Jika perlu, aku yang akan mengubahnya. Hari ini bukanlah hari sedih, hari ini adalah hari yang membuatmu bahagia. Aku, yang untuk hari ini menjadi ibumu, akan menghiasi hadiah ini dengan kebahagiaan."

Aku melonggarkan pelukan, cukup jauh, namun wajah kami masih dekat, kedua tanganku memegang kedua sisi wajahnya. Dan dengan berdiri dengan sedikit berjinjit, kuletakkan sebuah ciuman di keningnya. Untuk menghapuskan semua kesedihannya. Setelah itu memberikan senyum kepadanya.

"Selamat hari ibu, Seijuuro."

Kembali kudekap tubuhnya. Tak ada kurasakan dinginnya air hujan yang turun, hujan telah berhenti. Aku menghirup udara. Menghirup aromanya, juga aroma khas sesudah hujan. Akhirnya aku melepaskan diri. Memberikan jarak, jantungku berdebar kencang. Aku mengambil payung, lalu membentuknya agar mudah dibawa.

"Lihat, Seijuuro. Hujan telah berhenti. Ayo, kita buat lebih banyak kenangan di hari ini!"

Aku sudah tidak lagi membimbingnya. Karena dua alasan; dia sudah tidak membutuhkannya, dan aku sudah tidak mempunyai alasan untuk mendekat kepadanya. Aku hanyalah sahabat kecilnya, setelah ini, aku hanya akan kembali menjadi sahabatnya.

"Ayo, Seijuuro."

"Tidak mungkin bisa."

"...eh?"

Mengapa? Apa.. dia tidak sudi? Lihatlah, dia benar-benar telah pulih. Keangkuhan sudah kembali menghiasi wajahnya. Manik heterokromnya telah memancarkan sinar kearoganan dan keabsolutan. Meskipun hatiku lega, namun terasa sesak di saat yang bersamaan.

"...apa karena aku tidak pantas? Setelah semua itu mengapa baru sekarang kau mengatakannya?"

"Aku tidak mengatakan itu."

"Lalu apa? Setelah hal-hal kejam yang akan kau katakan padaku, aku harus apa?"

"Karena itu, dengarkan."

Seijuuro mengambil selangkah kedepan, aku mengambil selangkah kebelakang.

"Tidak mau!"

Oh tidak, aku sudah berteriak dan membantahnya. Seijuuro adalah orang yang benci dibantah. Lihatlah, sekarang pria yang kuperlakukan bagai anak kecil itu tengah menatapku tajam, mengapa baru sekarang aku merasakan dinginnya udara sehabis hujan? Aku menyingkirkan rambut basah yang menempel di wajahku. Rambutku tidak teratur lagi, mungkin acak-acakan saat aku menggelengkan kepalaku, juga lepek karena air hujan.

"Hei, Seijuuro. Ayo pulang. Kalau begini terus kita akan sakit."

Bohong. Aku mengatakannya karena perasaanku yang langsung berubah. Aku hanya tidak ingin menangis di tempat umum dan membuat Seijuuro malu. Aku memberikan senyum lembut, namun aku yakin bahwa manikku akan memancarkan semuanya. Dan aku ragu setelah semua ini, aku akan dapat menahan air yang keluar dari mataku itu.

"Ayo pulang? Seijuuro?"

Aku tidak menunggu jawabannya. Melainkan mencoba melangkah meninggalkan taman secepat mungkin. Hanya untuk dicegat di pergelangan tanganku oleh pemuda berambut merah ini. Tangannya hangat.

"Hentikan sikpamu ini."

Tubuhku terdiam, mendengar titahnya yang terdengar absolut. Jantungku berdebar kencang karena ketakutan. Tapi aku malah ingin memeluknya erat dan menyembunyikan wajahku di dadanya. Padahal aku sudah berjanji, bahwa hari ini aku akan menjadi 'ibu' yang menenangkannya bukan sebaliknya.

"Maaf, Seijuuro. Aku tidak akan melakukannya lagi."

Kenyataannya semua yang kukatakan hanyalah setengah benar. Aku tidak benar-benar ingin menenangkannya. Namun, jika aku menjadi orang yang dapat menenangkannya hari ini, maka aku akan bisa lebih dekat dengannya hari ini.

"Aku tidak akan bersikap seperti tadi, jadi. Kita-"

"Diamlah."

Tanganku ditarik ke belakang, dadanya menempel dengan punggungku, basah. Tangannya tidak lagi memegang pergelangan tanganku, namun lengannya berpindah menjadi mengurungi tubuhku. Nafas hangatnya samar-samar dapat kudengar di telingaku.

"Sekarang dengarlah. Aku tidak bisa menerimamu karena ibuku adalah sosok yang tidak tergantikan, kebenaran itu mutlak dan tak dapat terbantahkan."

.
.
.
Benar juga. Bagi Seijuuro, ibunya adalah sosok yang tidak bisa diganti. Bodohnya aku, siapapun akan marah jika seseorang menyatakan akan menjadi pengganti ibunya, meski hanya sehari. Termaksud aku.

"Maaf, Seijuuro."

"Aku belum selesai berbicara."

Aku diam, tak berbicara dan hanya mengangguk. Rambutku masih basah dan menempeli wajahku, aku masih dapat merasakan tetesan-tetesan air, meski hujan telah usai. Dari rambutku, rambutnya, dan dari daun-daun di pohon yang kami pakai sebagai tempat berteduh.

"Ada alasan lain mengapa aku menolakmu. Aku tidak ingin, kau hanya menjadi ibuku hari ini. Tidak, aku tidak ingin kau menjadi ibuku, meski bertahun-tahun yang akan datang."

"Aku.. tidak mengerti."

"Kau mengerti, hanya saja kau tidak terpikirkan. Bahwa jika kau menjadi ibuku, aku tidak akan memiliki kesempatan."

"He..hentikan ini, Seijuuro. Aku tidak mengerti."

"Kubilang diam dan dengarkan. Istriku dan ibu dari anak-anakku kelak tidak boleh menjadi ibuku, hari ini. Karena itu, hiburlah aku sebagai kekasihku."

.

.

.

Dirinya mengeratkan rengkuhannya. Kurasakan bibirnya yang menempel di telingaku saat dia berbicara dengan volume rendah.

.
.
.
Kata-kata itu, mengubah duniaku.

"Ini adalah perintah, jadilah kekasihku hari ini. Dan kelak, kau akan jadi istriku. Aku absolut."

END
-----

Oke, fict ini rada angsty yak. Tapi sebenarnya, rencana awal fict ini adalah dark-romance dan incest :'

Tapi karena tema yang saya pilih hari ibu, dan berhubung dapet Akashi, jadinya malah bikin fict hurt/comfort. Akashi emang sengaja dibikin ooc disini. Semoga kalian dapet feelsnya yak.

Sekian,

ColorlessGirl0301

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top