Poe - AkariNozomi
"Cinta itu selalu menyakiti manusia meskipun pada awalnya, membuat manusia tergiur dengan kesenangan dan kedamaian yang dihasilkannya."
"Tetapi cinta melengkapi hidup kita. Apalagi jika pasangan kita dapat berperan menjadi seorang keluarga, teman baik ataupun kekasih."
Poe Dameron x Nurse! Reader
Waktu : Star Wars Episode VII/The Force Awakens
Genre : Romance, Comfort
Made by : AkariNozomi
❧❧❧
Terlahir pada masa dimana Galaksi sedang dipenuhi perpecahan serta peperangan melawan Kekaisaran yang Kejam dan Keji membuat dirimu, (F/N) (L/N) harus bertumbuh menjadi seorang gadis yang berguna untuk memerangi seluruh kekejaman tersebut. Itulah keinginanmu sebelum kedua orangtuamu diketahui tewas pada peperangan yang dilaksanakan oleh Kelompok Pemberontak.
Meninggalkan dirimu diasuh oleh Paman dan Bibimu yang tidak peduli dan malah mempekerjakan dirimu menjadi seorang budak. Karena dirimu masih kecil, masih ada toleransi yang diberikan majikanmu meskipun terkadang, kamu tidak luput dari rentetan penyiksaan.
Kamu tinggal di Yavin 4, sistem yang terkenal akan rimbunnya botani yang tertanam di sepanjang sistem ini. Seringkali, Kamu melarikan diri dari rumah ataupun pekerjaanmu dan bersembunyi di dalam hutan lebat nan sepi. Hanya tempat itu lah satu-satunya pelarian untukmu, bisa melepaskan penat dan lelah sekaligus emosi.
Kamu mengira hanya dirimu lah satu-satunya orang yang mengetahui dan berani masuk ke hutan ini. Tetapi kamu salah besar, suatu hari, seorang anak laki-laki berlarian dalam hutan tersebut sedangkan dirimu bersembunyi di balik pohon paling besar di sana.
"Di mana pesawatku-?"
Umpat anak laki-laki itu seraya berlarian tanpa arah, raut wajahnya terlihat cukup panik dan takut, tampaknya hal yang Ia cari sangatlah berharga. Kamu melempar pandanganmu ke bawah ketika merasakan kakimu menginjak suatu barang yang cukup keras.
Sebuah mainan pesawat tergeletak tepat di sebelah kakimu. Segera, Kamu meraih pesawat itu, 'Nampaknya, Aku harus memberikannya.' Pikirmu sebelum menghela napas panjang dan berjalan keluar dari tempat persembunyianmu.
Benar saja, Anak laki-laki itu cukup tersontak mendapati kehadiran dirimu, terlebih lagi pesawat yang berada di genggamanmu.
"Apakah ini milikmu, uhm-"
"Ya. Benar sekali.."
Tanpa basa-basi, kamu memberikan pesawat itu kembali kepada pemiliknya. Anak laki-laki itu pun mengulas sebuah senyuman tipis kepada dirimu.
"Namaku Poe, Poe Dameron."
"(F/N) (L/N)."
"Jadi-Kamu sering bermain di sini, uhm, (L/N)?"
"Panggil aku (F/N) saja. Ya, lebih tepatnya, melarikan diri.."
"Dari-?"
"Majikan.. Aku seorang budak.."
"Oh maaf-"
"Tidak, tidak apa-apa, Poe."
"Kalau begitu.. Mau bermain bersama?"
Itulah pertemuan pertamamu dengan seseorang yang amat penting bagimu, Poe Dameron. Poe merupakan alasan dirimu bisa bertahan sampai detik ini. Poe lah yang membantumu belajar dan berjuang hingga kalian berdua bisa masuk ke The Resistance, memperoleh jabatan dan perlakuan yang pantas akan kemampuan kalian masing-masing.
Poe merupakan sosok seorang Kakak Laki-laki yang senantiasa menyertai langkah hidupmu, membantumu ketika kesulitan, mengkritik tanpa segan-segan untuk memperbaiki dan membuat dirimu terlarut dalam candaan dan kesenangan.
Tetapi akhir-akhir ini, kamu merasa aneh ketika berada di dekat Poe. Rasanya seperti ketika seekor kupu-kupu ada di dalam perutmu dan ingin terbang, mengepakkan sayapnya. Bukan hanya itu saja, dadamu berdegup kencang dan wajahmu perlahan, merona merah.
Hal ini berlangsung setelah kamu terpisah dengan Poe dalam kurun waktu yang cukup lama. Kamu pun menyadari bahwa Kamu mulai melihat Poe sebagai seorang laki-laki.
Di saat itu lah, kamu mulai merasakan dirimu tersakiti secara segelintir demi segelintir. Kamu memilih untuk mendiskusikannya kepada Jenderal Leia Organa, berharap mendapat jawaban.
"Jadi.. Ada masalah apa, (F/N)?"
"Itu... Jika kita merasakan suatu perasaan aneh nan asing, saat berada di sekitar orang lain dan lawan jenis... Apakah itu artinya, Jenderal?"
"Ah-Masa muda.. Itu artinya Cinta, (F/N). Kamu jatuh cinta."
Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut atasanmu, Kamu terbelalak selama beberapa detik, mulutmu pun ikut terbuka cukup lebar. Belum pernah ada riwayat bahwa dirimu merasakan apa itu Cinta, apalagi untuk sahabat karibmu itu. Berbagai konklusi asing dan aneh muncul sekelabat dalam pikiranmu, segera, kamu membuang semua itu dan bersikap layak biasanya.
"Cinta itu tidak masuk akal, Jenderal. Aku tidak bisa mempercayai segala hal yang tidak realistis."
"Aku tahu, (F/N). Tetapi justru, Cintalah yang membuat kita bertahan sampai detik ini."
Tidak puas dan setuju akan pernyataan tersebut, kamu pun memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Poe. Tidak mudah, bahkan tanganmu bergetar tiada hentinya dan rasa grogi muncul dalam benakmu.
"P-Poe!"
"Ah, (F/N)? Ada apa? Merindukanku~?"
"Sama sekali tidak."
"Teganya.."
"Menurutmu... Apa itu cinta-?"
Poe yang mendengar pertanyaan tidak terduga dari mulutmu hampir saja tertawa terpingkal-pingkal. Pasalnya, Ia saja yang menjadi seorang terdekat pada dirimu belum pernah mendengar topik se-sensitif itu bisa terpikirkan olehmu. Dengan gayanya yang khas, Poe terbatuk beberapa kali sebelum berucap dengan suara serak,
"Cinta itu (F/N)."
"... Aku serious, Poe.."
"Oke oke! Memang menurutmu, Cinta itu apa?"
"Abstrak dan mematikan.."
"Pft-abstrak?"
"Cinta itu selalu menyakiti manusia meskipun pada awalnya, membuat manusia tergiur dengan kesenangan dan kedamaian yang dihasilkannya."
"Tetapi cinta melengkapi hidup kita. Apalagi jika pasangan kita dapat berperan menjadi seorang keluarga, teman baik ataupun kekasih."
".. Mana mungkin?"
"Bisa saja! Kau saja belum melihatnya secara langsung, (F/N)!"
Kamu menaikkan salah satu alismu seraya tenggelam dalam pikiranmu kembali. Alih-alih mencerna serta mendapat makna di balik rentetan kata yang terlontar dari mulut Poe. Jujur, Kamu masih merasa tidak nyaman berada di radius cukup dekat dengan Poe meskipun dirinya terlihat tenang dan kamu pun sudah memberanikan diri.
"Layaknya Jenderal Leia dan ugh-Han Solo?"
"Mungkin..?"
"Tapi mereka berpisah, Poe!"
"Cinta tidak selamanya harus bersama, (F/N). Terkadang, takdir tidak membiarkan kedua orang yang saling mencintai satu sama lain berpisah demi kebaikan mereka.."
"... Lupakan saja..."
"Kamu mencintai seseorang, hmm?"
Pertanyaan dari Poe membuat dirimu membeku layaknya es, kamu kehilangan akal budi untuk berbicara bahkan membantah pertanyaan tersebut. Secepat kilat, kamu kembali membuka mulut dan mengalihkan pembicaraan.
"Kamu ingin pergi? Tidak biasanya kamu memperbaiki X-Wing ini.."
"Ya-Aku akan pergi menjalani misi rahasia.."
"Misi rahasia-?"
"Aku akan pergi ke Jakku, menemui Lord San-Tekka yang memiliki peta keberadaan Luke Skywalker.."
"Oh-"
Kamu cukup terkejut mendengar nama tersebut. Nama yang sering menemani malam harimu ketika kedua orangtuamu masih hidup. Ibumu sering menceritakan perjalanan sang Master Jedi sebagai cerita penghantar tidur.
Semua orang mengharapkan kehadirannya kembali untuk mengembalikan kedamaian di seanteran galaksi. Poe pun bergegas menaiki pesawat miliknya itu bersama teman droidnya BB-8, tidak ingin melewatkan waktu yang tepat. Tetapi, sebelum Poe masuk,
"Jangan terus-terusan berpikir tentang Cinta, (F/N). Pikirkan saja tentang diriku."
"Huh. Seperti biasa, Dameron.. Ingin sekali.."
"Bisa saja aku tidak kembali, bukan?"
"JANGAN!"
Spontan, kamu berteriak karena terusik dengan candaan dari Poe yang dinilai cukup berlebihan untukmu. Tentu, kamu tidak ingin kehilangan Poe layaknya dirimu kehilangan kedua orangtuamu.
Poe mengedipkan kedua matanya beberapa kali sebelum terkekeh pelan melihat dirimu yang mulai salah tingkah. Poe pun mendekati figur kecilmu sebelum kedua lengannya terlingkar di pinggangmu, dirinya membawamu masuk ke dalam sebuah pelukan. Lantas, wajahmu memanas seketika.
"P-Poe!"
"Hmm?"
"Uhm..."
"Kamu hangat.."
"B-Berjanjilah untuk kembali, oke?"
"Tentu, Putri (F/N)."
"H-Hey!"
Poe terkekeh pelan sebelum melepaskan kedua lengannya dan meninggalkan dirimu. Setelah Poe lepas landas, rasa cemas dan takut perlahan menghantui dirimu. Segera, kamu mencoba untuk menyibukkan diri untuk bekerja. Tentu bekerja sebagai seorang suster cukup membuatmu sibuk, kecelakaan tidak pernah dapat direka oleh manusia biasa.
Seakan mengetahui keresahanmu, sang dewi langit pun memenuhi angkasa dengan segerombolan awan kelabu sehingga malam yang tadinya diterangi jutaan bintang-bintang menjadi lebih gelap. Perlahan, tetes demi tetes air hujan membasahi bumi termasuk markas dimana kamu berada. Kamu mengadahkan dagumu ke atas seraya menangkap pemandangan tersebut, kedua telingamu juga menangkap suara rintikan hujan yang jatuh tepat di atas tanah.
"Hujan... Semoga saja kamu melantuni hariku yang buruk ini dan menghapus semua kecemasan ini..."
Gumam dirimu seraya kembali melanjutkan pekerjaanmu, suara rintikan hujan pun terlantun dan mengiringi langkah demi langkah yang sudah kamu ambil. Jam demi jam berlalu, kabar tentang Poe sama sekali tidak terdengar oleh kedua telingamu.
Tiba-tiba, alarm tanda bahaya terngiang di seluruh penjuru markas The Resistance. Tidak dapat menahan diri, kamu berlari menuju ruangan kontrol dimana banyak atasanmu berkumpul. Kamu pun menerobos dengan paksa kerumunan orang-orang itu. Dengan napas masih terengah-engah, kamu mengajukan pertanyaan,
"Ada apa? Apakah ada berita dari Poe-?!"
"(F/N)... Sepertinya, Poe tidak selamat..."
"E-Eh?"
"Pesawat X-Wing miliknya terdeteksi rusak berat dan tidak ditemukan makhluk hidup di sekitar tempat dimana Poe mendarat.. Semua warga desa dibunuh oleh Stroomtopers.."
"T-Tapi-"
"Lokasi BB-8 pun tidak diketahui dna hilang..."
"Ti-Tidak mungkin.."
"Maafkan kami, (F/N)."
Raut wajah Jenderal Leia terkesan sedih sekaligus gusar meskipun dirinya juga mencoba untuk menenangkan dirimu dengan tepukan halus di pundak kananmu. Tanpa kamu sadari, bulir demi bulir air mata terjatuh dan menggenani wajahmu. Benar sekali, bukan hanya markas The Resistance saja yang banjir dan basah, tetapi wajahmu. Harapanmu pun kandas sepenuhnya,
"P-Poe..."
"Tabahlah, (F/N).."
"Aku hanya punya Poe, Jenderal.. H-Hanya dia yang bisa membuat hari-hariku.."
"(F/N).."
"A-Aku permisi dulu..."
Segera, kamu membalikkan badanmu dan meninggalkan ruangan tersebut. Kamu memilih untuk menepi ke ruangan kesehatan yang sudah kosong, jari-jari kedua tanganmu sudah basah karena menyeka air mata yang tidak berhenti-hentinya mengalir.
Kamu duduk di kursi kosong sebelah matras pasien, membenamkan wajahmu dalam kedua lenganmu yang tersilangkan. Hujan pun bertambah deras layaknya mengerti akan perasaan yang kamu rasakan pada detik ini sehingga membuat dirimu larut dalam kesedihan dan duka cita yang sangat mendalam, kamu kehilangan arah dan belum sanggup menerima fakta menyakitkan tersebut. Kehilangan seseorang yang amat penting sekaligus..
"Aku mencintaimu, Poe Dameron.."
Tuturmu sebelum terlarut dalam tidur, kelelahan setelah menangis dalam kurun waktu yang lama. Tanpa kamu sadari, Jenderal Leia datang kepadamu dan menyelimutimu dengan selimut, dirinya pun cukup terpukul akan fakta tersebut. Ia sudah menganggap Poe dan dirimu layaknya anaknya sendiri dikarenakan kalian berdua sangat kompak, tidak bisa dipisahkan dan dapat dipercayai olehnya. Leia menghela napas sebelum mengecup dahi (F/N) lembut,
"Maafkan aku, (F/N)."
Bisik Jenderal Leia sebelum kembali mengurus pekerjaannya. Pada pagi hari, tiba-tiba suatu pesawat X-Wing mendarat di hangar markas the Resistance. Banyak orang dengan gaduhnya menyambut kedatangan yang tidak diduga.
Beberapa petugas keamanan mengacungkan blaster, alih-alih menyerang jika yang datang merupakan musuh. Tetapi ternyata, sosok Poe Dameron yang penuh luka lah yang keluar dari Pesawat X-Wing. Semua orang pun berteriak kesenangan dan merasa lega bahwa ternyata rekan mereka tidaklah meninggalkan mereka dan tetap bertahan hidup. Segera, Poe masuk ke dalam kerumunan dan bercerita akan pengalamannya yang menakutkan seraya berjalan menuju ruang kesehatan.
Pada waktu bersamaan, dirimu perlahan terbangun karena kerusuhan dan kegaduhan yang ditangkap oleh kedua telingamu. Kedua matamu terbuka perlahan, tatapan kedua matamu kosong. Kamu menaikkan kedua alismu dan cukup heran ketika menyadari bahwa ada seseorang yang sempat menyelimutimu.
"Gezz... Ada apa sih-?"
Gertakmu datar sebelum berdiri dari kursi, badanmu membalik menghadapi dinding. Beberapa kali, kamu meregangkan kedua lenganmu yang cukup pegal karena ditindih semalam oleh kepalamu. Lantas, kamu melipat kembali selimutmu dengan rapi. Tiba-tiba, pintu ruang kesehatan dibuka oleh beberapa orang yang juga berteriak memanggil namamu,
"(F/N)! (F/N)!"
"Apa? Sudah cukup membuatmu sedih-"
Tanyamu cukup kesal seraya membalikkan badanmu. Tetapi perkataanmu terhenti ketika kedua matamu menangkap sosok Poe yang dibopong oleh rekan-rekanmu. Mulutmu terbuka lebar dan badanmu membeku di tempat, berbeda dengan Poe yang menyimpulkan sebuah seringaian di wajahnya.
"Poe..."
"TOLONG KAMI, (F/N)!"
Segera, kamu membantu mereka untuk membopong Poe ke matras pasien. Dengan sigap, kamu membersihkan luka yang tersebar di tubuh serta kepala Poe. Seraya mengobati semua luka itu, kamu memilih terdiam seribu bahasa meskipun Poe tidak henti-hentinya melekatkan pandangan kedua matanya pada sosokmu yang cukup panik dan kaget. 15 menit kemudian, kamu menghela napas seraya membiarkan rekan-rekanmu pergi karena pekerjaan telah usai.
"Kamu butuh istirahat, Poe. Jangan bergerak banyak-banyak dan turun dari matras itu sebelum aku mengijinkan."
"(F/N).."
"Apa?"
"Seperti janjiku, aku kembali."
"Ya.. Tapi tidak dalam keadaan seperti ini juga.."
"Kau marah?"
Kamu melempar pandangan ke arah lain seraya terdiam, tidak ingin menjawabnya. Poe terkekeh pelan sebelum kembali berucap,
"Jujur... Kamu lah yang menjadi alasanku bertahan hidup, (F/N). Ketika aku disiksa di sana, aku tidak bisa berhenti memikirkan dirimu.."
"..."
"Bisa saja aku memilih mati di sana.. Tetapi, apa jadinya dirimu jika tidak ada diriku. Ya?"
"Tidak-Aku bisa sendirian kok.."
"Begitu? Kalau begitu, kenapa kedua matamu sembab?"
"... Bukan urusanmu..."
"Jadi, kamu mau aku mati di sana?"
Kesal akan pertanyaan berentet dari Poe yang benar-benar membuatmu beku. Kamu menghela napas panjang sebelum berteriak,
"OKE, AKU MENGAKU! AKU MENCINTAIMU, POE! AKU TIDAK INGIN KEHILANGANMU LAYAKNYA KEHILANGAN ORANG TUAKU! JANGAN PERNAH BERPIKIR SEPERTI ITU!"
Setelah berteriak dan menyadari apa yang kamu katakan, kamu segera membungkam mulutmu dengan kedua tanganmu. Poe cukup terkaget sebelum Ia pun meretas suasana yang cukup aneh tersebut, tangan kirinya terangkat dan memberikan gestur untukmu mendekatinya.
Kamu pun mendekatinya perlahan, ragu akan apa yang akan Ia lakukan. Setelah cukup dekat, tangan kiri milik Poe menarik leher belakang milikmu mendekat. Seketika, kedua bibir kalian bertemu dalam sebuah ciuman panjang nan lembut. Beberapa menit kemudian, kalian berdua sedikit menjauh demi mencari oksigen bebas.
"Aku juga mencintaimu, (F/N). Selalu."
"Jangan pernah-membuatku khawatir lagi.."
"Tidak akan."
Akhirnya, keberanianmu pun membuahkan hasil yang sangat membahagiakan. Tepat pada detik itu, hujan pun berhenti dan malam pun telah usai. Langit gelap nan kelabu tergantikan dengan terangnya sang surya yang mulai mengambil posisinya untuk terbit, diikuti oleh sebuah pelangi sebagai fatamorgana setelah hujan yang cukup lama tersebut terjadi.
Pemandangan hal itu membuatmu terkesan, tentu bukan hanya hal itu saja. Hal lainnya yaitu Poe Dameron yang sekarang menjadi kekasihmu, sekaligus kakak dan sahabatmu. Kamu tidak menyesali apapun yang sudah terjadi sampai detik ini. Hidupmu pun lebih berwarna, begitu juga dengan Poe. Singkat cerita, kalian berdua pun hidup bahagia bersama rekan-rekan lainnya. Jenderal Leia pun sangat mendukung hubungan kalian berdua dan bahkan memberikan beberapa waktu liburan agar kalian berdua bisa bersama.
Fin.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top