20. Semua tentang masa lalu
Pertemuan Pertama.
Quina melangkahkan kakinya menuju kelasnya dengan tergesa. Hari ini dia ada kuliah pagi. Namun malang baginya, tadi ketika hendak berangkat ke kampus angkot yang ia tumpangi tiba-tiba mogok. Bermaksud hendak mengganti transportasi tapi sampai setengah jam menunggu angkot dengan trayek menuju kampusnya tak kunjung tampak.
Hingga akhirnya Quina menuju pangkalan ojek yang berada tak jauh dari tempat ia berdiri. Dengan menaiki ojek akhirnya Quina sampai di kampusnya 5 menit sebelum kelas dimulai.
Berlari dari parkiran Quina mengabaikan godaan dari beberapa orang senior yang kebetulan sedang ada di parkiran.
**
Pertemuan Kedua.
Quina berjalan menyusuri koridor kampusnya seorang diri. Puti, temannya sudah pulang beberapa saat lalu karena ada janji dengan pacarnya.
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya dan tidak memperhatikan sekeliling. Tanpa sengaja Quina menyenggol seorang pria yang sedang berjalan berlawanan arah darinya. Sehingga buku-buku yang ada dalam dekapannya terlepas dari tangannya, terjatuh, dan berserakan di lantai.
"It's okey, biar saya aja." ucap Quina ketika pria itu hendak membantunya.
Dengan segera Quina mengumpulkan bukunya, lalu berjalan meninggalkan pria yang masih berdiri didekatnya sembari mengucapkan kata maaf pada pria tersebut.
**
Pertemuan Ketiga.
Matahari baru saja beranjak ke peraduannya. Quina melangkahkan kaki menuju halte dimana ia bisa mendapati angkutan untuk segera pulang. Ia ingin segera sampai di rumah, mandi, makan dan beristirahat. Kelasnya baru saja berakhir pukul 6 sore. Quina segera menaiki bis yang telah penuh dengan penumpang.
"Akhirnya," ucap Quina didalam hati.
Tak apalah ia harus berdesak-desakan hingga di gerbang kampus dari pada ia tidak mendapatkan tumpangan untuk pulang.
Jarak dari gerbang utama hingga ke Politeknik itu lumayan jauh, 10 menit kalau naik kendaraan. Dan karena hari telah malam, Quina lebih baik memilih berdesakan dari pada ia harus berjalan kaki dari Politeknik hingga gerbang utama.
"Geser dikit dong?" terdengar seorang pria berbicara. Quina memperhatikan sekelilingnya, mungkin saja pria tersebut tidak berbicara padanya. Namun sepertinya benar, dia lah yang dimaksud pria tersebut.
"Maaf?"
"Nggak ada kursi kosong yang tersisa, jadi bisa geser nggak." ucap pria tersebut sedikit kesal kepada Quina.
"Kamu yang di dalam." Quina berdiri dari posisi duduknya, memberi Japan, sehingga pria tersebut bisa duduk dibangku dekat jendela.
Lalu Quina hanyut kembali dengan handphone ditangannya, mengabaikan pria yang duduk disampingnya.
**
Kadangkala tak harus berbuat jahat untuk kita dibenci orang. Menjadi pribadi yang biasa saja bisa membuat kita dibenci. Karena benci itu sama halnya dengan cinta, tak pandang bulu. Mendatangi siapa saja yang ingin didatanginya.
Selama yang kita lakukan tidak merugikan orang lain. Selama kita tidak mengorbankan orang lain untuk kebahagian kita. Selama yang kita lakukan adalah kebenaran. Maka tetaplah menjadi diri sendiri walaupun banyak orang yang membenci.
Mungkin itulah dialami Quina. Quina, yang cuek, jarang bergaul dan introvert membuat orang disekelilingnya menganggap ia adalah pribadi yang sombong. Dan tanpa disadari nya, ia telah menumbuhkan rasa benci Nando karena sikapnya itu.
Sepele mungkin, tapi itulah adanya. Nando yang biasa mendapatkan perhatian dari orang-orang yang ada di sekelilingnya merasa diabaikan oleh Quina. Hingga keluarlah sisi gilanya dimana Nando ingin memiliki Quina yang selama ini tak peduli padanya. Dan berbagai cara dilakukan pria itu untuk menarik perhatian Quina. Hingga pada akhirnya obsesi Nando bisa terwujud dengan cara menikahi Quina dengan siri.
"Pu," sapa Quina ketika telepon darinya telah diangkat Puti diujung sana.
"Kenapa?" terdengar jawaban Puti walaupun samar.
Saat ini Quina sedang berada di depan rumah sakit hendak menuju apotik. Seperti rencana awalnya, ia akan membeli obat untuk Ibunya.
"Gue liat si Nando." ucap Quina.
"Hah? Ngapain si kampret itu dirumah sakit, nyariin lo." Puti langsung emosi begitu mengetahui Nando berada di rumah sakit. Bukankah keluarganya sudah memperingatkan pria itu.
"Bukan. Dia bukan nyariin gue. Tadi gue liat dia berdarah-darah trus dibawa ke UGD." terang Quina. Menarik nafas kemudian Qyina bertanya, "Ini nggak ada hubungan sama ancaman lo kan, Pu?" tanya Quina hati-hati. Tak mau menyinggung perasaan Puti.
"Gila, ngapain gue bikin celaka anak orang. Nggak, nggak ada hubungannya." jelas Puti. "Mampus nggak dia, parah nggak? Baguslah itu karma buat dia. Mati aja sekalian kalau bisa." ucap Puti.
"Ngucap, Pu, nggak boleh ngomong kayak gitu." Quina menginggatkan. "Bener ya, ini nggak ada hubungannya ama ancaman lo ke dia. Gue nggak mau lo terlibat masalah gara-gara gue."
"Nggak ada, Quin. Kemaren Bokap cuma ngancam aja, kalau dia masih macam-macam sama lo, usaha keluarganya yang udah mau bangkrut itu, dibikin bangkrut beneran. Itu aja, nggak ada ngancam-ngancam nyawa gitu."
"Beneran?" lagi Quina mencari keyakinan dari ucapan Puti.
"Iya, bener. Lo tau sendiri dia belagu gara-gara orang tuanya kaya, punya kebun dan usaha. Tapi dia nggak sadar kalau utang orang tuanya banyak, cek dan bilyet gironya banyak yang ditolak di bank, itu gue tau dari kenalan bokap yang jadi relasi bokapnya. Jadi kalau dia masih sayang orang tuanya, dia akan berhenti bertingkah dan lebih peduli sama usaha keluarganya."
"Jadi kok, bisa dia berdarah-darah gitu dan sepertinya parah lagi." beritahu Quina.
"Kecelakaan, mungkin? Itu karma dia. Dan gue doain parah itu kecelakaan nya. Dan kalau bisa dia cacat sekalian." ucap Puti sungguh-sungguh.
Quina hanya diam mendengarkan ucapan Puti. Apapun itu, semoga itu yang terbaik yang Tuhan berikan sebagai hukuman buat Nando.
Quina akui dia hanyalah manusia biasa yang dihatinya masih sering dipenuhi dendam. Semoga saja Tuhan tidak mengutuknya karena mendoakan hal buruk untuk pria itu.
Dan ternyata benar adanya. Nando kecelakaan dan parah. Kaki kirinya diamputasi. Itu yang Quina dari Puti keesokan harinya. Mungkin itu jalan yang diberikan Tuhan untuk Nando, agar dia bisa berubah jadi pribadi yang lebih baik.
"Gimana perasaan lo sekarang, si kampret itu udah gak bisa jalan." Saat ini mereka sedang duduk diberanda samping rumah Quina.
"Ya, biasa aja. Mungkin itu emang pantas dia terima."
"Seriusan??" Puti tidak yakin mendengar tanggapan Quina.
"Iya. Gue serius! Walaupun kalau ketemu dia pastinya gue akan kembali mengingat hal yang udah lalu, tapi gue nggak mau mendendam. Karena dendam itu bikin hidup tidak tenang."
"Trus apa rencana lo kedepannya?"
"Entahlah, gue nggak tau. Mungkin butuh proses buat gue ngelupain semua ini. Tapi selama ada lo, orang-orang yang sayang sama gue, mungkin gue bisa melewati ini semua." ucap Quina menerawang.
"Pasti, gue pasti akan jadi orang pertama yang ada buat lo, karena lo udah gue anggap seperti saudara sendiri. Dan lo harus melupakan semua tentang masa lalu, dan optimis menghadapi masa depan." ucap Puti seraya memeluk Quina.
Hidup memang rahasia Tuhan. Tak ada yang tau apa yang akan kita alami kedepannya. Ikhlas, hanya itu yang harus kita lakukan. Karena mungkin Tuhan telah merencanakan hal indah untuk kita di masa depan.
Haiii, aku update gaess. Dan pendek banget. Sorry untuk typo dan penulisan yang tidak sesuai EYD. Kalau mikirin EYD bisa-bisa aku nggak update-update jadinya. Tapi nanti, setelah cerita ini tamat, pasti aku revisi. So nikmatin aja dulu tulisanku yang amburadul ini.
Next part akan diupdate secepatnya.
With love,
Libra
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top