13. Don't want to lose this feeling.

"Jangan lupa minum obat mabuknya, Yang!" Fauqa mengerling kearah Quina.

Sejak kejadian, Quina mabuk darat waktu itu, Fauqa sering menjadikan hal itu sebagai lelucon untuk mengoda istrinya.

"Jangan mulai lagi deh. Ngambek nih!" Quina menyandarkan tubuhnya dipintu mobil, dengan tangan bersedekap didada. Entah mengapa akhir-akhir ini moodnya sering naik turun.

Fauqa mendekat kearah Quina lalu mengacak rambut nya. "Jangan ngambek dong, Yang. Mobil sepi jadinya."

"Ya udah kalau mau rame, hidup in aja radio nya. Kalau nggak kamu ngoceh aja sendiri, biar rame!" Quina memalingkan wajahnya kearah jendela. Ia kesal dengan tingkah usil Fauqa. Apalagi kalau menyangkut kejadian mabuk waktu itu, yang otomatis membuatnya ingat tentang tespack dan kehamilan. Quina sensi aja dibuatnya.

Fauqa melirik Quina lalu menyetel radio, sepertinya mood istrinya itu masih kurang baik. Biasanya kalau Fauqa mengusilinya Quina akan membalasnya atau dia akan diam saja kalau sedang malas meladeni keisengan Fauqa. Tidak sampai merajuk seperti ini.

Suara radio menjadi teman Fauqa selama hampir setengah jam perjalanan. Mau bagaimana lagi, Ibu Negara sedang mogok bicara dan lebih memilih pura-pura tidur.

Close your eyes, give me your hand, darling.

Fauqa ikut bernyanyi ketika lagu dari Human Nature diputar di radio. Ia mengenggam tangan Quina lalu mengecupnya.

Do you feel my heart beating.
Do you understand.

Lalu membawa tangan istrinya itu ke dadanya.

Do you feel the same.
Am i only dreaming.
Is this burning an eternal flame.

Quina yang dari tadi pura-pura tidur melirik Fauqa yang tersenyum kepadanya. Lalu melirik tangannya yang ada didada suaminya itu.

Quina balik menggenggam tangan Fauqa. Dan tersenyum kepada suaminya.

Fauqa melanjutkan nyanyiannya.
I believe it's meant to be, darling.
I watch you when you are sleeping.
You belong with me.
Do you feel the same.
Am i only dreaming.
Or is this burning an eternal flame.

Quina hanya tersenyum melihat tingkah suaminya yang terus saja bernyanyi.

Say my name, sun shine through the rain. A whole life so lonely.
And then you come.
and ease the pain.
I don't want to lose this feeling ...

Diakhir lagu Quina ikut bernyanyi. Dan kemudian mereka berdua saling pandang lalu tertawa lepas.

"Hahaha, kamu juga tau lagu itu, Yang?" tanya Fauqa yang belum bisa menghentikan tawanya.

"Tau dong! Itukan eternal flame, yang nyanyi Human Nature." jawab Quina mantap.

"Keren!" Fauqa mengacungkan jempolnya. "Aku kira kamu cuma taunya lagu-lagu boy band gitu, Yang!"

"Aku mah ngikutin tren. Emangnya kamu." Quina meleletkan lidah mengejek Fauqa.

"Aku itu cowok, Yang. Mana ada cowok doyan Boy band. Tapi kamu kok nggak ada kulihat nonton korea gitu?"

"Masih, tapi di kantor. Temen-temenku kan masih banyak pencinta cowok-cowok cantik."

"Trus kamu nggak doyan?"

"Nggak ah, aku lebih suka cowok indo yang hitam manis kayak kamu. Lebih macho."

Fauqa tersenyum mendengar ucapan Quina yang secara tidak langsung memujinya. "Jadi aku macho ya, Yang?"

Quina terdiam menyadari kalau dia telah keceplosan. "Hmmm, mau jawaban jujur atau bohong?"

"Nggak dijawab juga nggak papa. Jawaban orang yang keceplosan itu biasanya kan lebih jujur."

"Pengen banget dibilang macho, Qa? Goda Quina. "Tapi kamu emang macho sih. Kamu itu suami aku yang paling macho, paling keren, paling tampan, paling baik, pokoknya kamu suami yang paling aku cinta."

Fauqa tersenyum mendengar Quina mengatakan semua itu kemudian ia mengacak rambut Quina, lalu berkata, "Kamu udah nggak ngambek lagi kan, Quin?"

Quina hanya diam, dia lupa kalau sedang dalam mode gambek. Saking asyiknya mendengar Fauqa bernyanyi. Kan jarang-jarang, pikir Quina.

Fauqa mendekati Quina, "Jangan ngambek lagi ya. Aku nggak mau kalau kamu cuekin gitu. Nggak enak banget, tau nggak?" ucap Fauqa lalu memegang tengkuk istrinya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Quina hingga makin dekat lalu mencium bibir Quina, "I love you too, Quinaku." ucap Fauqa disela-sela ciumannya.

Sepertinya Fauqa harus berterima kasih kepada traffic light hingga ia dengan mudah bisa melakukan aksinya. Mencium istrinya di lampu merah.

***

"Thank you, Bro. Udah mau menjemput kita." ucap Deri ketika mobil yang di kemudikan Fauqa meninggalkan parkiran rumahnya.

"Ntar pulang lo yang nyetir. Nggak kuat gue PP."

"Kenapa? Berasa jadi supir, lo?" ledek Deri.

"Bukanlah. Tapi 4 jam PP kan capek bro."

Hari ini mereka akan pergi ke kebun Fauqa. Mau nyari stok buat kulkas kalau teman-temannya bilang.

"Anak-anak yang lain udah pada jalan kan?" tanya Fauqa dari balik kemudi.

"Eka sama Fadhlan udah jalan, nanti ketemu di simpang yang mau ke kebun lo aja, katanya." jelas Deri yang sedang memeluk  istrinya.

"Nah, yang kayak gini yang bikin gue, berasa jadi sopir. Si Tuan dan Nyonya mesra-mesraan dibelakang." Fauqa melirik pasangan jadul itu dari kaca spion.

"Yaelah, sirik banget sih lo, Bro!"

"Ya siriklah, lo manas-manasin gitu. Gue sama istri gue juga pengen mesra-mesraan juga kali."

"Ya udah. Gue nggak ngelarang ini.

"Trus lo mau mobil kita tabrakan trus kita berempat masuk jurang."

Jalan yang mereka lalui memang berliku dan disisinya ada bukit dan jurang yang terjal. Jadi kalau tidak berhati-hati dalam berkendara pilihannya kalau tidak menabrak bukit yang berada disatu sisi maka akan masuk jurang.

"Ya enggaklah, Bro. Gila aja lo." Deri langsung melepas rangkulannya dipundak sang Istri.

Quina yang ada disamping Fauqa hanya tertawa melihat kejahilan suaminya. "Apa salahnya mereka pelukan, dasar suaminya, tidak bisa melihat orang senang."

Setelah menempuh perjalanan lebih kurang dua jam. Mobil Toyota hillux m80 yang dikendarai Fauqa berhenti disebuah rumah kayu yang terlihat sangat asri dengan pekarangan yang sangat luas. Didepan rumah dipenuhi dengan pepohonan ada pohon mangga, alpukat, rambutan dan juga kelapa. Terlihat juga tambulapot seperti lengkeng, lemon dan masih banyak lagi jenis buahan yang ditanam didalam pot.

Tak lupa juga berbagai macam bunga-bungaan serta beberapa jenis anturium. Yang membuat rumah tersebut benar-benar asri.

"Waaah, banyak yang bisa dimakan nih." ucap Fadhlan begitu menginjakkan kakinya di pekarangan rumah.

"Alah, Mbul. Di otak lo yang ada cuma makanan aja. Ingat timbangan, wooiii!!" celetuk Deri  yang berjalan di belakangnya.

"Gue inget terus kok ama si timbangan, tapi dia nya nggak asik, masa nggak bisa bohong dikit. Terlalu jujur bikin gue sebel aja." jawab Fadhlan acuh.

Eka yang berada dibelakang mereka bersama Fauqa hanya tertawa mendengar kedua temannya itu.

"Langkah baik banget kita kesini  ya, Yang. Kulkas kita asli bisa penuh nih." Eka berbicara kepada istrinya.

"Gampang itu, Bro. Pas pulang kita itung-itungan aja." celetuk Fauqa yang mendengar obrolan temannya itu.

"Pelit, lo!" ucap ketiga teman Fauqa yang ternyata mendengar omongannya barusan.

Fauqa hanya tertawa lalu merangkul Quina membawa istrinya itu masuk ke dalam rumah.

Rumah yang didominasi dengan kayu itu ditata sedemikian apik. Furnitur yang digunakan tidak terlalu banyak. Didalam rumah hanya terdapat kursi kayu tidak ada sofa ataupun sofa bed.  Dapurnya juga sederhana  dengan perlengkapan yang masih sangat tradisional, tidak ada kulkas,tv ataupun alat elektronik lainnya. Benar-benar jauh dari kata globalisasi.

"Kenalin, Yang ini mak Yanti yang jagain rumah ini." ucap Fauqa kepada seorang wanita paruh baya yang tergopoh-gopoh menyongsong kehadiran mereka.

"Quina, Mak." lalu Quina mencium tangan mak Yanti.

Mak Yanti tersenyum ramah kepada Quina. "Mas Oka pintar ya nyari istri, cantik. Puji mak Yanti.

"Fauqa gitu loh, Mak." Fauqa menyombongkan diri. "Pak Ujang mana, Mak?" tanya Fauqa karena tidak melihat pak Ujang, suami mak Yanti.

"Lagi ke kebun, Mas. Mantau." ucap mak Yanti.

Pak Ujang adalah salah satu orang kepercayaan Fauqa. Karena dia tidak bisa setiap saat memantau kondisi kebunnya jadi Fauqa memberi amandat ke pada pak Ujang yang notaben adalah warga asli kampung ini. Yang mempunyai pengaruh besar. Dan Fauqa sangat butuh orang-orang seperti pak Ujang demi keamanan kebunnya.

"Mak, ada yang bisa saya mintai tolong nggak, buat manjatin pohon kelapa?" ucap Fauqa.

"Mas Uqa pengen kelapa muda?" tanya mak Yanti.

"Temen-temen saya yang diluar, Mak. Dari tadi ribut pengen minum air kelapa muda."

"Dibelakang kan ada tuh Mas, kelapa yang pendek, yang bisa dijangkau udah bisa dipetik."

"Oh, udah bisa diambil ya, Mak? Baiklah kalau begitu, saya kedepan dulu mau ngajak anak-anak itu ke belakang metikin kelapa." Fauqa menghampiri Quina yang dari tadi sibuk memperhatikan keadaan rumah.

"Aku suka rumah kayak gini." ucap Quina tiba-tiba.

"Ini kuno loh, Yang. Kecil lagi." jawab Fauqa.

"It's not about how big the house, ancient or not. It's how happy the home is. Itu yang penting menurutku." ucap Quina.

Fauqa memeluk Quina, lalu berbisik, "rumah menurutku itu adalah tempat dimana aku pulang dan menemukanmu, Yang. Jadi dimanapun kamu berada itu adalah rumahku.

"That's why i love you, Qa. You are the best thing that has ever happend to me." Quina tersenyum lalu mengecup bibir Fauqa cepat.

"Cari kamar, wooy!"

Quina langsung menyembunyikan wajahnya didada Fauqa. Dia malu. Kenapa dia bisa lupa dimana dia berada.

Fauqa mengecup puncak kepala Quina, merangkulnya keluar, melewati Deri yang berdiri diambang pintu.

***

Setelah puas menjarah hasil kebun Fauqa. Pukul empat sore rombongan Fauqa dan teman-temannya bertolak meninggalkan kebun.

Dan sesuai kesepakatan ketika berangkat tadi, pulang dari kebun Deri lah yang menyetir mobil. Fauqa menyandarkan tubuh lelah nya disandaran kursi. Walaupun tujuan utamanya ke kebun untuk bersenang-senang tetap saja ia tidak bisa, tidak mengawasi pekerjanya disana.

"Capek banget lo, Bro?" tanya Deri dari balik kemudi.

"Lumayan, tadi gue nyempetin ngecek kebun dulu soalnya." ucap Fauqa. "Pengen tidur bentar gue, boleh nggak?"

"Habis ashar, nggak boleh tidur! lo tahanin aja dulu. Bentar lagi juga kita nyampe."

Fauqa hanya mengangguk, kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Quina. Tidur nggak boleh, merem boleh kan, ya?

"Qa, bangun udah nyampe." Quina menepuk-nepuk pipi Fauqa. Mereka sudah sampai di rumah.

Sepertinya Fauqa benar-benar lelah. Sehingga tadi, pas Deri telah memarkir mobil dirumahnya Fauqa tetap saja tak bangun-bangun. Jadi Quina berinisiatif untuk menyetir sendiri ke rumah mereka, tak tega membangunkan suaminya itu.

Dan di sinilah mereka sekarang di garasi rumah mereka. "Yang, udah nyampe, pindah ke kamar gih." lagi Quina membangunkan Fauqa.

Fauqa membuka matanya dan memperhatikan sekitarnya. "Loh, kok udah di rumah aja, Yang." tanya Fauqa ketika telah mendapatkan kesadarannya.

"Kamu nyenyak banget tidurnya, jadi pas di rumah Deri, aku nggak tega bangunin kamu. Masuk yuk!"

Quina melangkah masuk kedalam rumah, disusul Fauqa di belakangnya.

"Aku seneng banget deh hari ini. Bisa spending time sama kamu dan teman-teman kamu. Bahagia itu sederhana ya, Qa. Cukup dengan menghabiskan waktu dengan orang-orang yang kita cintai, temen-temen, saudara. Dan nggak harus keluar negeri atau menghamburkan duit banyak. Cukup seperti tadi. Kita bisa seru-seruan, tertawa bahagia."

"Iyaaa, bahagia itu sederhana. Asalkan selalu sama kamu itu sudah cukup."

Sorry for typo, ya gaess.
Dan part ini datar Banget, sepertinya😁😁😁 Next part mau ceritain masa lalu Quina, ahh, will see yaa😂😂

With love,

Libra











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top