11. Menjadi petani itu lebih cool

Quina menyandarkan tubuhnya disandaran kursi. Rasanya hari ini begitu melelahkan. Padahal pekerjaan yang dilakukannya masih sama seperti biasa. Mungkin Quina memang harus resign, seperti yang diusulkan suaminya, Fauqa. Tapi Quina tidak mau cuma berpangku tangan saja menerima jatah bulanan dari Fauqa.

Mungkin berbisnis online bisa menjadi alternatif. Atau Quina ikut join MLM saja? Tak ada salahnya mencoba kan? Banyak kok, teman-temannya yang sukses berbisnis online dan juga MLM. Kamu tidak akan tau sampai dimana kemampuanmu kalau kamu hanya menerka-nerka. So mencoba tak akan membuatmu rugi. Jika gagal coba lagi sampai kau menemukan formula yang tepat sebuah kesuksesan untuk dirimu sendiri.

Quina menghentikan lamunannya ketika mendengar notifikasi pesan masuk di handphonenya.

Fauqa
Yang, udh makan?
Aku lagi di rumah Bunda, nih.

Quina
Udah, kamu?
Ngapain?

Fauqa
Udah
Ngantarin bibit selada

Quina
Aku nggak dikasih bibit?

Fauqa
Kan udah tadi malam😁😁

Quina
Please deh, Qa😤😤

Fauqa
Apaan sih Yang😍😍

Quina
Ganjen!!

Fauqa
Itu jadi nama tengahku
akhir² ini

Quina
😡😡

Fauqa
Hahaha, jangan marah dong, Quin. Aku lagi dirumah
Bunda nih.

Quina
Hubungannya?

Fauqa
Kamu marah = seksehhh😘😘
Ntar malam kamu diatas ya, Yang.

Quina
🙅🙅

Fauqa
Thankyou
see you at home❤❤

Quina menaruh handphone-nya diatas meja. Fauqa, suaminya itu entah mengapa semakin hari semakin mesum saja. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, tak apalah dia mesum-mesum sama Quina, daripada Fauqa mesumin cewek lain, itu namanya cari mati. Dan Quina yakin Fauqa tidak akan melakukan hal itu.

***

"Quin, kamu dimana?" Fauqa melangkahkan kakinya memasuki rumah.

"Quin. Quinaaaa." Fauqa mulai berteriak memanggil istrinya itu.

"Apaan sih, Qa. Datang-datang teriak gitu." Quina memasuki rumah dari pintu samping.

"Kamu dari mana sih, Yang? Dari tadi aku panggil-panggil juga." Fauqa mengikuti Quina yang berjalan menuju dapur.

Quina mencuci tangannya di wastafel, lalu menyerahkan segelas air kepada Fauqa. "Lagi ngeliat tanah kosong yang ada di belakang. Mau dibikin apa itu? Kan sayang kalau dianggurin."

"Rencananya aku mau bikin kebun hidroponik, kan lumayan hasilnya buat kita sehari-hari." Fauqa menaruh gelasnya yang telah kosong diatas meja.

"Oh ya, aku mau nanya nih. Tapi jangan marah ya?" Quina menatap Fauqa, melihat reaksinya.

"Tanyakan apapun yang akan kamu tanyakan. Aku akan jawab apapun itu. Karena nggak akan ada rahasia diantara kita." Fauqa tersenyum kepada Quina, lalu mengacak rambut istrinya itu.

"Hmmm, kamu kenapa lebih interest berkebun sih dari pada kerja kantoran?" tanya Quina hati-hati.

Fauqa tertawa mendengar pertanyaan istrinya itu. Dia pikir Quina akan menanyakan hal-hal krusial tentang masalalunya, tapi ternyata cuma pertanyaan tentang pilihan pekerjaan yang diambilnya. Dan apa itu, kenapa Quina harus memasang ekspresi seperti itu. Seolah-olah pertanyaan yang akan diajukannya nanti akan menyinggung perasaan Fauqa.

Oh, come on. Menurut Fauqa jadi petani itu lebih cool, dibandingkan dia harus  berpakaian rapi dan duduk dikursi empuk tapi menjadi pesuruh. Iya, setinggi apapun jabatan yang ditawarkan padanya tetap saja dia hanya anak buah yang harus mematuhi perintah. Dan Fauqa tidak suka itu.

Lebih baik dia menjadi petani. Dia bisa langsung mengaplikasikan ilmu yang didapatnya. Dan dengan menjadi petani dia bisa membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat disekitar kebunnya. Selain memberikan lowongan pekerjaan, Fauqa juga memberikan pelatihan kepada karyawannya. Sehingga kelak karyawannya bisa mandiri. Dan tidak tergantung terus padanya.

Bayangkan, kalau dia cuma bekerja dibalik meja, ilmu yang didapatnya hanya berguna untuk keuntungkan perusahaan tempat ia bekerja.

"Nggak, ada alasan khusus sih. Tapi aku merasa lebih baik jadi petani dan membuka lapangan pekerjaan daripada aku hanya bekerja untuk satu instansi atau perusahaan. Kenapa? Kamu malu punya suami petani?" tanya Fauqa.

"Ih, Qaa, nggak gitu juga kali. Aku nggak masalah apapun pekerjaan kamu. Yang penting buat aku itu, kamu ngasih rezeki yang halal keluarga kita. Udah gitu aja. Mau kamu petani, pedagang atau pekerja kantoran yang aku suka itu bukan apa pekerjaan kamu, tapi kamu nya, only you." Quina memeluk Fauqa dengan seluruh rasa sayang yang ia punya.

"Seneng banget deh kalau kamu manja-manja ini." Fauqa balas memeluk Quina lebih erat. "Aku akan lakukan yang terbaik buat keluarga kita, kamu dan anak-anak kita."

Bagi Fauqa, menemukan seseorang yang menyukai apa yang dia sukai itu susah. Sehari-hari ia bergelut dengan sinar matahari dan berkawan dengan keringat.  Dia bukanlah lelaki yang romantis dan jauh dari kata keglamoran. Wanita disekitarnya, umumnya menyukai pria-pria berpenampilan rapi, bersih dan wangi. Dan Fauqa bukanlah pria itu. Ia hanyalah  seorang pria biasa yang sangat menyukai bertani. Pekerjaan yang tidak memiliki gengsi.

"Udah ah, mandi gih sana! Biar aku siapin makan malam." Quina melepaskan pelukannya dan mendorong tubuh Fauqa agar pria itu segera beranjak menuju kamar.

***

"Ternyata nama bluetooth diambil dari nama raja Denmark, ya Yang?" ucap Fauqa. Saat ini mereka sedang berbincang-bincang di kamar. Membicarakan entah apa saja. Dan sekarang yang menjadi topiknya adalah pertanyaan dari sebuah kuis yang dipandu presenter kondang yang baru saja mereka tonton.

"Iya, aku juga baru tau. Eh, tapi kok bluetooth sih, Qa? Kalo nggak salah tadi katanya nama raja itu Harald Blatand." tanya Quina.

"Katanya karena giginya gelap, di Inggris dia dijuluki Harald Bluetooth."

"Eh, tapi itu juga logo firefox itu, dulu kukira rubah loh, bukan panda. Eh taunya panda merah." Quina mengusap-ngusap dada Fauqa dan menjadikan lengan suaminya itu sebagai bantal.

"Makanya, Quin kalo nonton TV itu acara yang bikin pengetahuan kita bertambah, jangan cuma nonton acara gosip." Fauqa menarik Quina lebih dekat padanya dan mencium puncak kepala istrinya.

Quina mencubit dada Fauqa kesal, "Mana ada aku nonton gosip, boro-boro nonton gosip, nonton TV aja jarang."

"Aduh sakit, Quin." ucap Fauqa lalu mengusap bekas cubitan Quina yang terasa pedih di dadanya.

"Habisnya kamu itu," Quina bantu mengusap dada Fauqa, hingga pria itu membiarkan saja Quina mengambil alih tugasnya.

"Obatin, Yang."

"Hah, obatin? tanya Quina polos.

"Bukan kayak gitu ngobatinnya, Yang." rajuk Fauqa.

"Musti kayak apalagi sih, Qa? Emang ada ya metode baru buat menghilangkan rasa perih akibat cubitan. Yang Quina tau ya, diusap-usap sedikit nanti juga lama-lama rasa perih itu hilang.

"Adalah, sini aku ajarin jadi kalo kamu cubit-cubit aku lagi, kamu musti ngobatain kayak gini." Fauqa tersenyum kearah Quina, lalu merubah posisinya hingga berada di atas istrinya itu.

***

"Kamu nggak apa-apa kan, Nak?" Bunda Fauqa membaluri tangan dan kaki Quina dengan minyak kayu putih.

Hari ini Fauqa dan Quina berkunjung ke rumah orangtua Fauqa. Mereka akan berpesta durian di sana. Fauzi, salah seorang sepupu Fauqa yang memintanya. "Kangen makan durian gue, Bro. Di Belanda gue nggak pernah makan durian." ucap Fauzi ketika ia menelepon Fauqa waktu itu.

"Nggak apa-apa, Bun." jawab Quina lemas. Ketika diperjalanan tadi, entah kenapa Quina muntah-muntah. Padahal jarak dari rumah mereka ke rumah orang tua Fauqa tidaklah terlalu jauh. Dulu Quina juga sering mabuk darat seperti ini. Tapi itu sudah lama sekali. Dan itupun kalau perjalanan yang ditempuh jauh. Jadi Quina heran saja ketika tadi dia muntah-muntah dan membuat Fauqa harus berhenti beberapa kali.

"Jangan-jangan kamu hamil?" Bunda Fauqa terlihat antusias ketika mengatakan nya.

"Hamil?" Fauqa yang baru datang dengan segelas teh hangat ditangannya, terkejut mendengar ucapan Bundanya.

"Berdoa aja. Kamu kapan terakhir haid, Nak?" Bund mengambil teh dari tangan Fauqa lalu menyerahkannya kepada Quina.

"Dua minggu yang lalu sih, Bun. Tapi emang bisa cepet gitu?" tanya Quina.

Bukan apa-apa, Quina tidak mau saja keluarganya kecewa apabila nanti dia melakukan test dan hasilnya negatif.

"Dicek aja dulu. Apapun hasilnya nanti kita serahkan kepada Tuhan."

Fauqa yang duduk disamping Quina menggenggam erat tangan istrinya itu. Diapun juga berharap didalam rahim istrinya tumbuh benih cinta mereka. Namun apapun hasilnya nanti dia serahkan kepada Tuhan.

Toh, anak itu adalah rezeki. Kalaupun Tuhan belum memberikan mereka sekarang tidak apa. Berarti mereka belum siap menerima rezeki yang satu itu. Dan lagi pula mereka juga baru menikah. Mereka bisa berpacaran dulu sembari menunggu Tuhan, memberikan mereka seorang anak.

Yeayyy miss typo is back. Seperti biasa maafkan atas typo yang bertebaran ya, gaess.

Happy reading 😃😃😃
Dan terima kasih buat vote dan komennya 😍😍😍

With love,

Libra

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top