🐣21. Kehancuran

"Apa, sih, Ra? Kalo ngomong jangan muter-muter, dong!" tandas  Ziva yang sudah menaruh rasa curiga sedari tadi.

Sora merogoh saku roknya. Mencari sebuah bukti berupa benda berbentuk persegi panjang. Masih berada di dalam plastik dan terekat dengan kuat.

"Gu-gue." Sora masih belum bisa melanjutkan, ia terus menatap lantai. Menangis adalah salah satu hal yang bisa ia lakukan saat itu. Bibirnya bergetar. "ha-hamil."

Apakah Ziva tak salah mendengar? Beberapa waktu lalu ia sudah membersihkan kotoran telinganya sampai bersih. Apa ini nyata atau justru mimpi buruk?

Ziva masih belum mengedipkan mata sama sekali. Telapak tangannya ikut bergetar. Pelupuk matanya pun memanas. Jiwa simpati yang ada di dalam tubuhnya kini bergetar hebat.

"Hah, lo bohong, ya?! Terus hubungannya sama Nusa apa?"  Tolong ... Ziva sangat berharap jikalau apa yang akan ia dengar nantinya bukanlah sesuatu yang nyata.

Berbagai dugaan kini sudah berkumpul di puncak kepala Ziva. Ah, Ziva tak mau mendengar pengakuan Sora. Ia ingin menikmati hari ini dengan indah dan mulus, bukan dihancurkan oleh kenyataan pahit menjijikkan seperti ini.

"Ma-maaf, Va. Gue diperkosa sama calon pacar lo." Jika bisa berteriak dan memilih untuk hidup atau mati, maka memejamkan mata selamanya adalah pilihan Sora. Tubuhnya sendiri pun lemas. Itulah sebab mengapa ia sampai tak masuk beberapa hari kemarin.

Air mata Ziva merembes dengan mudah. Ia masih tak percaya. Tidak mungkin Nusa melakukan itu semua. Nusa bukan tipe laki-laki yang jahat. Terbukti dari bagaimana ia memperlakukan Zea hingga adiknya itu bisa memiliki kasih sayang yang begitu kuat pada sang kakak. Ini pasti bohong!

Sebagai seorang laki-laki, memang sulit untuk menahan nafsu. Apalagi di saat mereka fokus pada satu titik di tubuh perempuan yang mereka incar.

Memang ini semua adalah kesalahan Sora. Ia melampiaskan segala kesedihannya setelah dibuat jatuh hati pada Biru, namun ketika perjalanan pulang, semuanya berubah. Biru tak lagi sama seperti pagi hari tadi. Aneh memang, tapi itu yang terjadi.

Masih teringat jelas di pikiran Sora saat itu. Menggunakan sisa-sisa uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk melampiaskan segalanya di diskotik.

Pemikiran jangka pendek adalah penyebab dari segalanya. Di kala itu, ia menemukan Nusa yang sedang meneguk segelas alkohol di bar.

"Loh, Kak Nusa, kok di sini?" tanya Sora terkejut. Ini merupakan kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat haram, dan di saat itu pula ia dibuat terkejut dengan kehadiran Nusa di sana.

Nusa menoleh. Bersama tatapan kosong, ia berkata, "Lagi ada masalah."

Ah, kehadiran Sora justru membuat Nusa kembali mengingat segalanya. Semua tentang kehancuran keluarga yang didesain serapi mungkin agar terlihat bahagia di depan orang lain. Keluarganya yang asli adalah keluarga yang dipenuhi oleh kepalsuan.

"Masalah apa? Gue juga lagi punya masalah berat."

Lantas Nusa bercerita tentang bagaimana kelamnya kehidupan sang keluarga di rumah. Setelah itu, tanpa disangka, Nusa meneguk semua cairan yang ada di dalam botol minuman alkohol tersebut.

"Kak?" panggil Sora. "Boleh bagi?"

Nusa mengacungkan tangan, meminta pada pelayan untuk menyuguhkan beberapa botol lagi untuk ia teguk dalam hitungan detik.

Sora menghentakkan kaki kesal sebab tak dapat satu teguk pun dari barang gratis yang ia harapkan dari Nusa.

Tak lama, efek dari minuman beralkohol itu akhirnya berbuah. Tatapannya semakin kosong, bahkan ia tertawa sendiri layaknya orang yang sudah sakit jiwa.

"Pak, kamar satu!" teriak Nusa.

Pekerja di bar sontak mengangguk dan menyediakan satu buah kamar.

Tanpa sadar siapa yang ia tarik lengannya, Nusa memaksa Sora untuk ikut ke dalam kamar. Apalagi di saat menatap bibir Sora yang begitu pas dengan apa yang sering ia imajinasikan.

"Sini!" Nusa melempar Sora ke atas kasur, kemudian melakukan hubungan layaknya sepasang suami-istri.

Sora menikmati itu semua, karena ia pikir, jika masalahnya sudah berat, dan jika ia sampai hamil, maka Nusa pasti bertanggung jawab. Dengan begitu, tak apa merelakan perasaannya untuk Biru, tapi setidaknya ia bisa hidup dalam kekayaan.

Bahkan dengan cara itu pula ia bisa melihat, bagaimana penderitaan yang akan ikut tinggal bersama Ziva. Bukankah selama ini ia selalu terlihat bahagia?

"Sora, gue mohon lo ngomong kalo ini semua cuman akal-akalan lo, doang, 'kan?!" Lutut Ziva ikut lemas. Rambutnya yang sudah ia ikat rapi, kini berubah menjadi berantakkan akibat tiupan angin. Melambangkan perasaannya yang hancur. Baru kali ini Ziva merasa kesedihan paling mendalam. Masih belum ada yang berhasil mengalahkan.

Walau dulu ketika ia masih berada di jenjang Sekolah Dasar pernah diseret oleh sang guru keluar dari kelas karena nilainya yang buruk, kini itu semua tak ada apa-apanya.

Sora terdiam, kemudian menyenderkan tubuh kurusnya itu di dinding sembari meletakkan kedua lipatan tangan di depan perut datarnya tersebut.

"Ra, kenapa harus Nusa? Kenapa nggak sama Kak Biru aja? Lo tau, 'kan, gue sayang sama dia? Kenapa, Ra ... kenapa?!" teriak Ziva sembari menatap Sora penuh emosi. Andai yang melakukan ini semua bukan Sora, pasti rasanya tak akan sesakit ini. Telapak tangannya sudah gatal untuk menampar pipi Sora, tapi ... apakah itu mungkin?

Kenapa Tuhan jahat? Kenapa harus Sora? Apakah memang ini adalah bentuk dari seleksi alam? Tapi Ziva juga tak pernah berharap apabila semua berjalan seperti ini. Tolong ... walau Sora harus pergi dari kehidupannya, gunakanlah cara lain yang tak perlu bersangkutan dengan Nusa.

"Gue juga nggak tau, Va. Lo nggak ada di posisi gue, makanya lo nggak ngerti!" Emosi Sora seketika meledak. Merasa bahwa sahabatnya kini tak bisa merelakan hati yang sebenarnya bisa dihilangkan. Keadaan sudah sangat darurat, tak akan ada lagi yang bisa menolong Sora selain menikahi Nusa.

Ziva memijit pelipisnya. Pusing. "Gue nggak tau lagi harus ngomong apa sama lo. Gue kecewa berat."

"Terus nasib kandungan gue gimana, Va? Lo rela putusin Nusa dan kasih dia ke gue?" Sora bertanya sembari menatap kosong.

Ziva langsung mencengkram pergelangan tangan Sora, lalu ia bawa ke tempat di mana ia dan Nusa berkumpul. Ya ... masih ada Nusa di sana yang menunggu kembalinya Ziva.

"Kak?" Ziva menatap Nusa tak percaya. Air matanya masih berlinang, dan di saat itu pula akhirnya jempol Nusa berfungsi sebagai penghapus cairan bening tersebut. Namun, sebelum itu semua terjadi, terlebih dahulu Ziva hempaskan jari-jari itu ke sembarang arah.

"Loh?" Nusa sendiri pun masih tak paham dengan apa yang terjadi.

"Aku kecewa."

Seusai Ziva berbicara, lantas Sora menunjukkan testpack yang sudah memamerkan dua garis merah. Yang satu lekat, sementara yang sebelahnya terlihat buram.

Nusa tersentak kaget, namun tampak dari wajahnya yang masih berusaha untuk tenang agar bisa menyelesaikan semua secara baik-baik.

"Kak Nusa beneran pelaku dari pelecehan Sora?" Jari telunjuk Ziva menunjuk ke arah kanan—tempat Sora berdiri. Jantungnya dibuat berdebar semakin cepat, bahkan lelehan air mata pun masih belum puas untuk bermain di sana.

Tolong ... untuk kali ini saja Ziva mengharapkan sebuah kebohongan. Mendengar satu kata "tidak" mungkin bisa menjadi obat penenang di situasi seperti ini.

"Ini anak lo, Kak!" pekik Sora sembari menunjukkan benda horror itu di depan mata Nusa seraya mengangkat dagu ke udara seolah ingin membuat cowok itu terintimidasi dan mau mengakui segalanya.

Nusa diam tak mengerti. "Hah?"

"Kak, udah jujur aja ... aku udah biasa kok disakitin," ujar Ziva seraya menundukkan kepala. Kepalanya terasa sakit seketika saat mengingat apa yang diucapkan Sora tadi. Kalau boleh pingsan, ia ingin agar bisa melupakan semua permasalahan sejenak, tapi sayangnya semua itu tidak terjadi.

"Maaf, tapi gue bukan pelakunya. Silakan lo cari laki-laki yang udah hamilin lo. Jangan cuman bisa nuduh tanpa bukti!"

"Kurang jelas apalagi buktinya, Kak?! Ini udah jelas. Andai di kamar diskotik ada kamera, pasti gue udah bawa."

"Ziva lo harus tau kalau gue nggak pernah nyentuh cewek mana pun." Nusa maju selangkah, lantas mengamit dagu milik Ziva yang dengan lemasnya mengikuti pergerakkan tangan cowok itu.

Ziva terdiam, lalu beberapa saat kemudian segera menepis telapak tangan kotor yang berani-beraninya menistakan sang kulit. Ia tidak terima disentuh oleh cowok tak benar yang hanya bisa berpura-pura baik dan dingin. Apa gunanya sebuah topeng dipasang andai ingin terlihat keren di sekolah?

Kenapa tidak sekalian menjadi siswa berandalan yang ditakuti oleh semua orang, daripada dalam diam harus mengkhianati perasaan dua orang sekaligus? Bukankah jauh lebih terhormat diskors karena nakal, dibandingkan membuat seorang siswi berbadan dua?

"Ziv, tolong sekali ini aja percaya sama gue. Gue tau lo udah sering sakit hati karena perjuangan lo yang gue sia-sia-in gitu aja. Tapi untuk kali ini gue berani berlutut di depan lo karena gue yakin gue nggak salah," jelas Nusa sambil menggelengkan kepala cepat.

"Kak, nggak usah sok suci lo! Lo tanggung jawab sekarang sama kandungan gue! Bukannya malah rayu Ziva! Nggak usah jadiin dia korban!" protes Sora yang mulai kesal karena kehadirannya tidak digubris.

"Terserah lo mau ngomong apa!" balas Nusa dengan emosi yang sudah melonjak naik.

"Kemaren gue sampe minta maaf dan berlutut di depan Kak Biru karena udah nggak bisa ngejaga keperawanan gue, dan bahkan terpaksa minta pertanggung jawaban sama lo!"

"Gue duluan." Langkah Ziva mendadak bergerak cepat bersama telapak tangan yang terus memijat pelipisnya kuat. Sudahlah, tak lagi sanggup ia berlama-lama di tempat haram itu.

"Ziva!" teriak Nusa seraya melayangkan tangan kanannya. Berusaha menggapai walau berujung tak berhasil karena langkah Ziva yang terlalu cepat.

"Gue udah ada di sini dan lo masih mau biarinin bayi nggak berdosa dalem perut gue?!" Telunjuk Sora kembali mengarah ke perut datarnya.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Tak ada yang sesuai dengan harapan si gadis berambut panjang itu.

"Maaf gue nggak punya waktu." Jujur, ini adalah kali pertama Nusa berkata kasar pada seorang perempuan. Sudah melewati batas, maka jangan salahkan dirinya kalau sampai berbuat yang tidak-tidak.

Asfghjklllkjaggsuwb

Gtu perasaan bongbong sekarang, campur aduk waktu nulis sama ngerevisi. Beneran marah banget sama Sora, Nusa. Makin kasian sama Ziva ya tuhan😭

Duh va, kenapa hidupmu penuh dengan siksaan sih yaampun, siapa sih yang bikin😭. Jahat banget dia astaga😭😭😭😭😭😭. Anak sepolos kamu disiksa sama manusia bertanggung jawab itu😭😭😭. Pasti pelakunya si bongbong! Siapa sih itu? Ayok demo aja ke dia😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top