🐣20. Apa Hubungannya?
Sejak pertemuan Ziva dengan Biru kemarin, rasanya Nusa tak lagi terlihat. Ziva terus menyusuri seisi sekolah, ingin menggoda sang gebetan. Tapi kenapa lelaki itu menghilang?
"Kakak Ganteng-nya Ziva ke mana, ya?" Gadis itu masih setia berkeliling setelah mengintip di kelas. Melirik ke sana-kemari, namun bayangan Biru pun tak terlihat.
Astaga, iya, ruangan ekskul choir mungkin bisa menjadi pilihan bagi dirinya. Kenapa Ziva bisa lupa mencari ke sana?
Baru saja nama sang cowok terngiang di kepala gadis berambut sebahu itu, wujudnya sudah terlihat saja di depan pintu ruang ekskul. Ya ... baru saja keluar.
Tentu saja Ziva segera berlari kecil mencuri pergelangan tangan yang menganggur. Sayang kalau tidak ada gandengan, nanti jadi hampa. Lebih baik ia berikan isi agar nikmat.
"Hai!" sapanya.
Bibir Nusa masih terkunci. Segera melepaskan tangan jahil itu, lantas melangkah pergi dari sana. Jujur, ia masih belum bisa diganggu perihal hati. Lebih baik ingin berpikir sendirian dan menganalisis apa yang terjadi. Kalau saja ia merasa bersalah dan kehilangan, maka itu artinya ia sudah jatuh cinta.
"Kak, kok pergi? Tangan Ziva nganggur. Kasian dia nggak ada yang pegang," protesnya sembari memanyunkan bibir. Tak ada balasan, bahkan cowok itu masih setia menatap lurus ke depan walau dalam hati sibuk menahan tawa.
Dasar! batin Nusa.
Beberapa siswi lagi-lagi menatap ke arahnya, sibuk mengomentari bagaimana perjuangan Ziva selama ini yang dianggap cukup berat. Walau memang ada kelegaan karena ia terus menolak Biru, tapi kenapa malah mencari sesuatu yang lebih sulit?
"Nggak tau, ah, sebel! Nggak peka terus, Ziva capek tau berjuang tapi nggak dihargain! Apa salahnya coba nyatuin hati dulu, kalau nggak cocok baru putus!" teriak Ziva. Tetap saja Nusa tidak menoleh, bahkan membuat gadis itu terpaksa menghentakkan kaki ke lantai bersama setetes air mata yang mengalir begitu saja.
Membuat beberapa siswi yang awalnya membicarakan segera pergi karena takut dianggap sebagai pembawa keributan.
"Cinta emang sehorror itu, ya, Kak!" protesnya lagi. Berharap Nusa akan menoleh dan memeluknya, lalu mengucapkan bahwa ini semua hanyalah skenario.
Tapi sayang ... semua itu hanya menjadi angan. Tak ada jawaban, Nusa masih setia tertawa dalam hati. Biarkan saja dulu dirinya bertapa untuk mengetahui bagaimana isi hati yang sesungguhnya. Sebab untuk berkomitmen dalam mencintai seseorang tak semudah membalikkan telapak tangan.
Kalau saja terpaksa dijalankan karena salah satu pihak, sudah pasti hubungan itu tak akan bahagia, dan Nusa sudah berjanji dalam hidupnya untuk tidak melakukan itu.
🐮🐮🐮
Sudah beberapa hari berlalu, dan Sora masih memasang ekspresi yang sama. Kemarin Sora sempat tak masuk sekolah, tak ada yang mengetahui apa penyebabnya. Semua menjadi misteri.
Sementara Ziva yang baru saja memasuki gerbang sekolah langsung mencari keberadaan Nusa. Laki-laki itu sudah membuat janji akan bertemu sebelum bel masuk berbunyi. Ya ... sepertinya setelah beberapa hari bertapa di dalam kamar sepulang sekolah, ada satu hal yang perlu dibicarakan.
Mereka akan bertemu di halaman sekolah. Tampak jelas, laki-laki itu sudah penuh persiapan. Dari cara menghias rambut pun sudah sangat rapi. Dasinya diikat bentuk segitiga, hingga menempel tanpa jarak dengan kerah kemeja yang ia gunakan.
Ziva melambaikan tangan. Melakukan pertemuan khusus dengan Nusa saja ia sampai membuat kepangan rambut ala putri kerajaan. Dua kepangan kecil di sisi kiri dan kanan yang kemudian ia satukan di bagian tengah. Tak lupa sebuah pita berwarna merah muda ia sisipkan di sana. Supaya terlihat lebih imut.
Cantik, batin Nusa.
"Kakak Ganteng kenapa ngajak aku ketemu pagi-pagi? Sampe harus dateng setengah jam lebih awal pula. Tapi ya udah, aku ikhlas demi cuci mata." Gadis ini sungguh jujur. Ditugaskan untuk melihat pemandangan indah memang merupakan salah satu hobi. Maka dari itu, ia rela datang sepagi apa pun asal bisa menikmati dalam jangka waktu yang lama.
"Pengen aja," jawab Nusa. Ia terus tersenyum. Seolah sudah ada rencana baik yang akan dilaksanakan hari ini.
Ziva mengerjapkan mata cepat. Pengin. Itu artinya Nusa juga senang memandang wajah Ziva lebih dalam? Apakah itu benar?
"Ziva, lo mau nurutin perintah gue nggak?"
Ziva mengernyit. Masih menunggu perintah apa yang dimaksud oleh Nusa. Jika perintahnya disuruh untuk menelan para tai yang tidur di dalam septic tank, jelas ia akan menolak. Memangnya Ziva itu manusia macam apa? Terkecuali ia disuruh untuk terkejut ketika Nusa memberikan sekuntum bunga, maka tak usah ditanya jawabannya apa, semua orang pasti tahu.
"Apa? Peluk Kakak Ganteng? Mau, dong!"
Nusa menghembuskan napas seraya menggaruk sang tengkuk yang tak terasa gatal sama sekali. Memang kalau berhadapan dengan gadis ini ia harus menyiapkan batas sabar yang teramat.
Walau rasanya saat berhadapan dengan Zea pun tak harus seperti ini rasanya. Sang gadis kecil begitu penurut, dan selalu meminta izin apabila mau melakukan sesuatu. Sangat berbanding terbalik dengan Ziva yang terlalu apa adanya, bahkan sampai mau melakukan hal-hal yang dilarang di sekolah.
Tapi memang kalau bukan begitu, bukan Ziva namanya. Sudah kebal akan hukum, bahkan tak peduli andai diteriakki oleh Bu Happy sekali pun. Memang, tapi terkadang hal itu pula yang membuat Nusa terbayang. Menyisipkan seutas rasa rindu yang tak terkalahkan. Membuatnya bingung bagaimana cara ia membedakan aksi dan juga kata hati.
"Bukan."
Ekspektasi Ziva hancur seketika. Baiklah akan ia tolak semua permintaan Nusa. Selain kedua hal itu, pasti bersifat negatif. Contohnya seperti disuruh pergi ke kelas dan belajar. Lalu tujuan Nusa di sini hanyalah memberi semangat. Ya ampun, tolong itu tidak akan berlaku walau Nusa yang menyuruh. Terlalu lelah rasanya untuk menyiksa mata sepagi ini. Tak ada yang indah.
"Tutup mata," perintah Nusa saat itu.
"Aku nggak dikerjain, 'kan? Aku nggak lagi ulang tahun, loh. Harus banget tutup mata? Kalo nggak mau, gimana?"
"Please ...!" Kali ini Nusa yang memohon. Bila Nusa sudah berkata dan memelas seperti ini, Ziva tak lagi bisa mengeluarkan kata-kata. Siap, Ziva menurut. Andai ia dikerjai sekali pun, ia bisa saja meminta pertanggungjawaban dari Nusa. Contohnya seperti menyuruhnya untuk menjadikan pacar atau mengantarkan pulang bersama Zea kemarin.
Ikhlas sangat dirinya apabila dalam seminggu harus belajar lima hari, bukan seminggu sekali seperti biasa yang selalu menyiksa batin.
Ziva menggunakan kedua telapak tangannya. Ia benar-benar menutup mata sampai pandangannya menjadi gelap. Jantungnya masih tak bisa bersabar, pasti ia juga penasaran dengan apa yang terjadi.
Nusa berlutut. Kaki kiri ia senderkan di lantai, sementara kaki kanan dibiarkan tertekuk. Matanya berbinar. Apakah ini adalah rasa yang baru ia rasakan kembali setelah sekian lama tidak berpacaran?
Walau memang sudah tahu tentang perasaan Ziva, Nusa masih takut akan jawaban yang ia dapat. Memang sudah mendapat restu dari Mela, tapi apakah Ziva mau menerima perasaannya setelah dibuat kesal kemarin. Dikerjai sampai menangis di dekat ruang ekskul. Jujur, ia merasa bersalah walau sedikit, apalagi hal itu terus berlanjut hingga beberapa hari kemudian, dan hari ini adalah waktu perdana mereka kembali bertemu.
"Ziva suka sama siapa?"
Dengan mata tertutup pula Ziva menjawab dengan kencang. "Sama Kakak Ganteng, dong!"
Nusa tersenyum. "Nggak ada cowok lain?"
Ziva menggeleng. Bibirnya melebar dengan sendirinya. Matanya yang terpejam dibuat semakin gelap, bahkan dirinya pun jadi sibuk mengkhayal soal kata-kata apa yang akan terucap selanjutnya.
"Pacaran sama gue mau?"
"Boleh diulang nggak, tapi pake suara yang kenceng!" Ziva justru berteriak. Berharap Nusa mau mengikuti nada yang ia pakai.
"Pacaran, yuk!" Menuruti keinginan Ziva adalah satu hal yang Nusa lakukan saat itu. Ziva melompat histeris, padahal jawaban pun belum ia beri sama sekali.
"Jawab dulu."
"Bentar, Ziva mau mikir dulu." Bola matanya berputar pelan walau tak bisa ditutupi perasaan bahagia yang tergambar dari sudut bibirnya. Tapi boleh, 'kan, sekali-kali menyuruh Nusa menunggu agar cowok itu tahu bagaimana rasanya berjuang?
Walau memang tidak sebanding dengan apa yang sudah sang gadis lakukan, tapi bolehlah.
Tiba-tiba saja, di saat Ziva mau menjawab, Sora datang. Wajahnya memerah seperti tomat rebus. Dengan cekatan ia menarik tangan Ziva ke sebuah tempat yang sepi.
Nusa masih terdiam di tempat. Rasanya masih menggantung. Mungkin ini adalah perasaan yang Ziva rasakan waktu itu, dan sekarang ini menjadi imbas. Bisa disebut Karma.
"Va ...!" teriak Sora sembari mengguncang-guncangkan bahu sahabatnya tersebut.
"Ih, Sora gue tuh lagi mau jawab pertanyaan Kakak Ganteng! Jangan ganggu, dong! Ih, rese, deh!" Ziva kesal. Tak terima dengan apa yang terjadi. Jika Sora menginginkan waktu untuk saling bercerita, mengapa sampai harus menghancurkan momen indah seperti ini?
Baru saja Ziva hendak kembali ke posisi awal, air matanya mengalir begitu saja. Deras. Ingin berbicara pun rasanya sudah tak kuat lagi.
"Jangan pacaran sama Nusa! Gue mohon ...!"
"Apaan, sih, orang gue suka sama dia. Kenapa jadi lo yang larang-larang, sih?"
"Dia nggak baik buat lo, Va!" Sora terus menghasut. Namun, apa urusannya Ziva dan Nusa dengan Sora?
"Jangan-jangan lo suka, ya, sama Nusa? Iya?!" Kedua mata Ziva sontak memicing. Percayalah, ia tak akan lagi menuruti kemauan Sora setelah disakiti berkali-kali, dan sekarang dengan mengorbankan bulir bening tidak berharga itu, Ziva harus mengorbankan apa yang sudah ia harapkan selama ini?
Sora menggeleng cepat. Menurutnya, apa yang ia lakukan hanyalah yang terbaik. Ia tak mau Ziva terjebak di lubang yang sama. Cukup dirinya saja. Terkadang Sora memang jahat, bahkan sudah sering kali mencoreng sebuah luka. Tapi untuk sekali ini saja ia ingin sang sahabat mendapatkan yang terbaik.
Memang Sora jatuh hati pada Biru, tapi ada satu masalah yang menyangkut hidup Sora. Itu semua memiliki kaitan dengan Nusa. Sora sendiri pun sebenarnya bingung, bagaimana ia bisa mengatakan semuanya, tapi hubungan ia dan juga Ziva tetap berjalan dengan baik.
Ciee kesel ya lagi mau jawab, eh begitu. Duh bongbong juga kesel pake banget. Iyuh najis!
Eh, kok jd bongbong yg kesel🤣
Hayolo itu sora kenapa? Hubungannya sama nusa apa? Hayo tebaks tebaks! Jawabannya ad di bab selanjutnya biar besok baca lagi HAHAHAHAHAHA. Pokoknya najis senajis najisnya! Ih jijik aku.
Ih dah ah jd spoiler
Happy reading!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top