11 - Hanya Permainan
*
*
*
Una tersenyum lebar saat melihat pos kamling yang mereka renovasi hampir selesai. Tinggal mengecat dinding, menata tanaman dan merapikan barang-barang sisa renovasi yang tidak terpakai. Ia bersama Amanda dan Jesline sedang menanam rumput hias di sisi kanan pos kamling yang akan dijadikan taman. Sedangkan yang lain berbagi tugas, ada yang bersih-bersih dan menggambar mural di tembok luar pos kamling untuk memperindah bangunan itu. Hari ini, sampai malam, mereka menargetkan pos kamling itu harus benar-benar sudah beres.
"Lo suka berkebun ya, Jes? Ahli banget urusan tanam tanaman gini?" tanya Amanda.
"Enggak juga. Tapi emang Mommy suka banget sama tanaman, dia punya taman mini gitu di rumah. Dan gue sering bantuin dia. Lebih tepatnya, gue seneng lihat bunga-bunga gitu."
Percakapan dua orang itu lalu beralih pada proker multi KKN. Dan Jesline dengan bangganya mengatakan jika persiapan proker multi, yaitu membuat jajanan sehat, yang diberi merek kemudian dipatenkan, sudah hampir selesai, karena semalam gadis itu dan Naka berdiskusi sampai berjam-jam.
"Pokoknya kalian tenang aja, semuanya beres," kata Jesline tersenyum lebar.
"Oke deh, kalau gitu. Gue percayain ke lo sama Naka," balas Amanda terkekeh.
"Ngomong-ngomong Jes, lo sama Naka udah kenal berapa lama?" tanyanya setengah bergumam. Una sendiri cukup terkejut, pertanyaan itu keluar dari mulutnya. Jantungnya berdebar-debar mengantisipasi jawaban yang keluar dari Jesline.
"Gue kenal Naka udah dua tahun. Tapi, setahun pertama cuma say hi doang. Karena enggak satu divisi. Mulai akrabnya pas di tahun kedua, dia jadi ketua BEM, gue jadi bendahara," jawab Jesline, gadis itu lalu menoleh ke arah Una. "Lo sendiri, udah kenal Naka kan sebelum ini?"
Loh, kok Jesline tahu? Gimana ini?
"Eh, iya! Enggak mungkin kan ya, Naka asal nunjuk lo jadi wakil ketua?" Kenapa Amanda ikut-ikutan interogasi?
"Hm itu, gue, gue temen indekos sepupu Naka. Jadi ya, pernah beberapa kali ketemu."
Aku enggak bohong, kan? Karena emang satu indekos sama Indri, maaf ya Indri. Kamu aku korbankan. Kata Una dalam hati.
"Oh, pantesan!" kata Jesline memekik senang. Una bisa melihat raut kelegaan tergurat di wajah gadis itu.
"Tapi, dia kalau ngobrol sama lo, pakainya aku-kamu lho, Na. Kok bisa?" tanya Amanda.
"Naka emang gitu! Dia suka enggak enak ngomong lo gue sama cewek yang baru dikenal," tutur Jesline. "Dulu, gue juga pakai aku-kamu sama semua orang, terus diejek gitu, jadi gue ubah dikit-dikit, dan akhirnya kebiasaan pakai lo-gue. Cuma Naka doang, yang dari dulu, sampai sekarang bertahan ngomong aku-kamu sama gue. Ya udah, kebawa, deh."
Eh, wait? Jadi, ini mereka pakai aku-kamu bukan karena pacaran? Ya ampun! Aku kira karena pacaran?
"Gue kira karena lo deket sama Naka, makanya you know lah, biasanya orang yang pacaran kan enggak pakai lo-gue," sahut Una, mencoba sekasual mungkin.
Jesline terkikik. "Ya, itu juga sih mungkin. Enggak tahu."
Jadi, ini maksudnya apa? Mereka pacaran beneran? Tapi, nama panggilan mereka enggak ganti karena pacaran? Aduh, Na! Bukannya udah janji enggak mau kepo atau ngurusin Naka lagi? Suara di kepalanya protes. Tapi kan, aku penasaran kenapa bisa Jesline enggak tahu kalau Naka enggak suka sosis?! Pacaran macam apa itu?
"Eh Na, Marya enggak suka sama gue, ya? Kok dia ketus banget, sih? Apa dia naksir Naka?"
Pertanyaan Jesline telak membuat Una dan Amanda tergelak. Untung saja Marya tidak ada di sini. Una menoleh, mencari keberadaan temannya itu, ah itu dia masih membuat mural di dinding pos kamling dan kebetulan bersama Naka. Jesline menatap Una dan Amanda bergantian, terlihat bingung dengan reaksi mereka.
"Jadi gini Jes, Marya itu bukan enggak suka sama lo, tapi dia lebih ke kesel. Keselnya pun enggak tiap saat, cuma di waktu-waktu tertentu aja, sesuai gimana tingkah lo," ujar Amanda.
"Emangnya gimana tingkah gue? Dia sinis banget sama gue tahu."
Ya ampun, kenapa dia polos banget, sih? "Marya mah sinis sama siapa aja, Jes." Una terkekeh, "Tapi, mungkin kenapa lo ngerasa banget, ya dia emang sengaja ngelihatin itu ke lo, mungkin biar lo berubah."
"Kayak lo yang selalu pengin ke mana-mana sama Naka, itu bikin Marya kesel. Bukan karena Marya naksir cowok lo ya, tapi ya emang lo enggak bisa sama yang lain dulu? Biar lebih dekat sama semua temen KKN."
Una menatap Amanda takjub. Kalau saja Marya mendengar penjelasan gadis di sebelahnya ini, ia yakin Marya pasti bangga. Kalau gadis itu sendiri yang kasih penjelasan, dijamin tidak akan pakai bahasa halus seperti Amanda.
"Soal itu, perasaan gue enggak berlebihan banget. Gue juga enggak minta berdua aja kan sama Naka?" bela Jesline. "Ya, kalau misal itu ganggu kalian, gue minta maaf ya, bukan gue enggak mau deket sama kalian. Gue cuma risih, kalau ada yang perhatiin gue sampai segitunya, tahukan tampang bule? Naka cowok pertama yang enggak manggil gue bule, dia perlakuin gue, ya, seolah-olah gue enggak beda. Dulu, gue sempet mau semir rambut jadi item, tapi kata dia enggak perlu. Naka bilang rambut gue cocok sama warna mata gue, jadi katanya itu sepaket, jangan diubah. Kalian tahu enggak? Karena gue sering galau gara-gara itu, Naka jadi nyanyiin lagu Just the Way You Are waktu di acara BEM."
"So sweet banget sih, kalian," pekik Amanda kagum. "Lagian lo tampang cantik gini aja jadi galau."
"Bukan masalah cantik atau enggaknya. Kadang itu mereka sering panggil 'eh ada bule' atau ngeliatin sampai segitunya, dan sering jadi bahan cat calling, atau pelecehan seksual secara verbal," jelas Jesline.
Okay, itu masuk akal. Tapi, yang jadi fokus Una di sini adalah, poin di mana Naka menyanyikan lagu untuknya. Dia kira hanya dia satu-satunya gadis beruntung yang dapat perlakuan istimewa dari lelaki itu. Nyatanya tidak. Dari cerita Jesline, ia dapat menyimpulkan jika Naka benar-benar perhatian pada gadis itu. Naka tidak akan menyanyikan lagu untuk seorang gadis kalau dia tidak peduli. Bagaimana Una tahu? Karena Naka sendiri pernah mengatakan hal itu padanya.
Tiba-tiba hatinya jadi sesak. Perasaan tidak rela ada perempuan lain dapat perhatian sebegitu besarnya dari Naka menyeruak. Kenapa saat ditampilkan kenyataan jika bukan cuma dirinya yang bisa membuat Naka jatuh cinta membuat dirinya merasa hampa, bukannya selama setahun ini, ia baik-baik saja?
Ya Tuhan, Na, seberapa istimewanya kamu sih, sampai-sampai bikin Naka gagal move on dan enggak bisa jatuh cinta sama cewek lain? Jangan mimpi!
***
Tahu kan permainan klasik yang selalu dimainkan kalau lagi ngumpul bareng? Permainan yang enggak butuh benda spesifik untuk mendukung berjalannya permainan ini? Yap! Betul sekali, truth or dare. Entah karena ajakan siapa, tim KKN-nya sedang memainkan permainan terkutuk ini, dan sayangnya Una tidak bisa menghindar. Semua teman-temannya ikut bergabung tanpa kecuali. Pukul delapan, sesudah makan malam, mereka memilih untuk bersantai sejenak.
"Na, lo dari tadi diem mulu. Nanya, gih," tutur Agil.
Sekarang giliran Marya, dia mau pilih jalur aman saja. Karena temannya yang satu ini kalau buat pertanyaan selalu frontal. Tidak mau nanti Marya balas dendam, lebih baik ia menutup mulut.
"Pass," jawabnya pelan.
"Ah, lo enggak asik," timpal Cindy. "Ya udah, gue nanya lagi, deh. Mar, pernah ditolak cowok enggak?"
Tadi, sebelum Marya, yang dapat giliran Erick, dan Cindy sudah mengajukan pertanyaan. Aturannya jika memilih truth, maksimal hanya boleh diberi tiga pertanyaan. Dan harusnya yang sudah dapat jatah bertanya, jangan nanya lagi, meskipun si korban truth or dare-nya berbeda. Nah, kalau si korban memilih dare, hanya diberi dua kesempatan menjawab tantangan.
"Pernah, dulu pas SMA," jawab Marya santai membuat Una dan teman-teman lainnya cukup terkejut. "Sakit hati banget gue. Ah, udah ah, membuka luka lama aja lo. Gue udah dapet tiga pertanyaan, 'kan? Sekarang gue puter botolnya, ya."
Botol minum yang diputar Marya berhenti dan menunjuk Naka. Semuanya bersorak penuh kegembiraan. Marya yang paling heboh, dia yang pertama mengangkat tangan.
"Please gue, please gue."
"Ya udah lo," kata Naka. "Apa sih, yang pengin lo tahu dari gue sampai semangat banget gitu."
"Kapan terakhir kali cium cewek?"
"Anjir, lo nanyanya gitu banget," kata Ilham terbahak. "Bagus, bagus."
"Kenapa lo pede banget tanyanya yang terakhir kali? Siapa tahu gue belum pernah or, gue cuma pernah cium cewek sekali?"
"Gue tahu, lo udah pernah. Kelihatan, lo itu enggak cowok baik-baik amat, yang lugu gitu," sanggah Marya.
"September, tahun 2017, tanggal tiga belas."
Lagi-lagi terdengar suara umpatan setelah mendengar jawaban Naka yang detail.
"Kok lo bisa ingat sedetail itu?" tanya Santi. "Tanggal jadian?"
Naka menggeleng, tersenyum samar. "Itu terakhir kalinya gue ngerayain ulang tahun pacar gue."
"Terakhir kali?" Kali ini Amanda yang bersuara.
"Kita putus di tahun 2018, Februari."
"Kok sedih sih, Ka," gumam Amanda.
"Menyedihkan banget, ya? Next question please!"
Amanda mengangkat tangan. "Gue enggak mau tanya, tapi gue mau minta lo sebutin tiga hal tentang diri lo yang menurut lo temen-temen KKN enggak tahu."
"Kok kayak gue jawab banyak pertanyaan ya jadinya," gerutu lelaki itu. "Oke, yang pertama, gue waktu SMP kelas dua pernah ditolak cewek."
Una tahu itu, Naka pernah cerita. Lelaki itu hanya pernah "menembak" tiga cewek, dari pengakuan Naka. Cewek pertama, Maura, dan ditolak. Cewek kedua, Windi, saat kelas satu SMA dan sempat berpacaran selama empat bulan. Dan, yang terakhir, ah bukan terakhir, itu dirinya. Karena Una tidak tahu, satu tahun terakhir setelah mereka putus, apakah Naka pernah menembak cewek lain atau tidak.
"Fakta kedua, gue enggak suka sosis, dan makanan apa pun yang ada sosisnya."
Mulut Una menganga, ia terkejut, tapi bukan dirinya saja karena Jesline juga melebarkan mata, dan menatap Naka dengan ekspresi kaget. Meskipun mereka terkejut karena hal berbeda. Una tidak menyangka Naka akan mengumumkan hal itu di sini, karena itu pasti akan menyakiti Jesline, 'kan?
"Dan fakta ketiga, gue terakhir pacaran lima tahun lalu, dan baru putus tahun kemarin," terang Naka. "Gue enggak mau kalian mikir gue cium setiap cewek yang gue pacarin ya, enak aja. Cuma satu cewek itu doang, dan itu juga udah empat tahun woy."
"Ya ampun, empat tahun jagain jodoh orang ya Ka, dari SMA. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya enggak?" tanya Agil dengan nada bercanda.
"Gue mah sayang terus sama dia," gumam Naka, tapi masih bisa didengar teman-temannya.
Mereka bersiul dan tertawa puas. Reaksi yang sangat berlainan dengan Una. Ia bingung apa yang sedang dilakukan lelaki itu? Kenapa tiba-tiba jadi terbuka seperti ini? Apa alasannya? Memangnya dia tidak tahu, jika kelakuannya bisa membuat Jesline cemburu dan salah paham? Sedangkan dirinya? Semakin terombang-ambing dengan perasaan bersalah dan penyesalan.
"Lo sebucin itu, ya Ka, sampai masih diinget tanggal ultah mantan lo, kapan dia mutusin lo," ejek Erick, tertawa sinis.
Lelaki itu hanya tertawa kecil. "Kalau gue jawab ini, udah masuk pertanyaan ketiga belum?"
"Jangan dijawab!" seru Jesline. "G-gue mau tanya soalnya."
Seketika suasana jadi canggung. Una menatap Jesline bingung. Apa yang ingin gadis itu tanyakan? Kenapa harus lewat permainan ini? Memangnya tidak bisa secara pribadi?
"Kalau misal lo ketemu sama mantan lo itu, hal apa yang ingin lo tanyain?"
Naka tampak berpikir, lalu mendesah panjang. "Satu pertanyaan aja, dan pasti lo semua mikir itu klasik." Lalu, tatapan lelaki itu beralih pada Una, membuat napas gadis itu tercekat dan tubuhnya bergetar. "So tell me, apa alasan kamu mutusin aku?"
Ya Tuhan! D-dia tanya langsung ke aku di depan semua orang? Naka gila! Sinting! Una memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Ia segera menunduk, tidak berani membalas tatapan intens lelaki itu. Dalam hati, Una berdoa semoga tidak ada yang menyadari gelagat aneh dari mereka berdua.
*
*
*
Hayo, siapa yang tahan napas? Siapa yang deg-degan keringat dingin kayak Una?
Kode-kodean begitu terus gakan ada jawabannya Una, Naka😖
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top