10 - Trio MUA

*
*
*

"Ayamnya mau diapain?" tanya Una melihat daging ayam yang sudah dipotong jadi beberapa bagian di dalam baskom.

"Sambal balado?" tanya Marya.

Agil menggeleng. "Enggak ada blender, ulek bumbunya capek. Kita juga enggak punya bumbu balado instant. Kita semur aja, bumbunya simpel. Cuma bawang putih, garam, lada, serai, jahe, gula jawa atau kecap.

Una mengangguk dengan antusias. "Iya, gue setuju!"

"Lo mah suka, kan enggak doyan pedes," cibir Marya.

"Gil, semur ayam bisa dibikin pedes, kan?" tanya Una cari pembelaan, dia tidak ingin jadi bahan bully-an Marya.

"Bisa, dong! Sama Chef Agil, semuanya aman terkendali. Yang suka pedes sama yang enggak suka pedes bakal nambah berkali-kali," kata Agil menepuk dadanya, menyombongkan diri.

Marya melemparkan jahe ke arah Agil. "Alah gaya lo, tong! Masuk Masterchef juga pasti kicep kalau masakannya dicicipin Chef Juna!"

"Aduh, lo enggak boleh gitu Mar, sama kepala chef di dapur ini. Lo itu cuma asisten gue," balas Agil tertawa mengejek. "Tolong dong, Asisten Marya, kupasin bawang putih, terus diulek ya, pakai garem."

"Gayanya astaga selangit!" tukas Marya kesal tapi tetap melakukan yang Agil minta.

"Asisten Una, lo potong-potong jagung manisnya ya, kita mau bikin sup jagung. Lo yang tanggung jawab masak sop, oke?"

Una mengedipkan matanya jenaka. "Siap, Chef Agil!"

"Na! Kok lo mau sih diajak halu sama Agil?" protes Marya yang disambut kekehan geli Una.

Hari ini kelompok piket genap dapat jatah memasak. Sesuai perjanjian awal, setiap Jumat sampai Sabtu, mereka harus memasak makan siang dan malam sendiri, karena Bu Sarwenti harus kerja di pabrik. Setelah minggu lalu, ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri kehebatan Agil dalam bidang memasak, membuat gadis itu menaruh cukup rasa kagum. Di antara empat lelaki di tim KKN-nya, hanya Agil yang mau ke dapur untuk memasak, bahkan Amanda sangat terkejut dan bertanya-tanya darimana lelaki itu belajar memasak.

"Eh, ini Amanda sama Erick kemana tadi?" tanya Una sambil mengiris-iris wortel di atas cutting board.

"Amanda, Cindy, Jesline, ke rumahnya Bu Endang, lagi belajar demo masak bikin es krim pakai sayuran. Proker mono si Amanda," jelas Marya.

"Sama Naka?"

"Kok Naka, sih?"

"Biasanya kan Jesline sama Naka," jawab Una tak acuh.

Marya mengangguk setuju. "Ini tumben mereka pisah, Naka lagi ke toko bangunan sama Ilham. Lagi mau beli cat gitu."

"Cewek emang selalu julid, ya?" celetuk Agil.

"Julid gimana?" tanya Una heran.

"Jesline sama Naka bareng terus, selalu jadi bahan obrolan. Emangnya kenapa, sih? Salah gitu?" balas Agil.

Salah? Ya enggak sih, tapi kan masa mau bareng terus padahal banyak teman yang lain. Jawab Una di dalam hati. Akan tetapi, sebenarnya, mereka tidak selalu berdua kok. Beberapa kali Una memergoki Naka yang menolak ajakan Jesline, dan meminta gadis itu mengajak teman perempuan. Apa mungkin Naka tahu ya, kalau mereka jadi bahan gosip?

"Ya enggak gitu, Gil. Masalahnya ini, Jesline kayak jadi enggak bisa sosialisasi sama kita-kita. Ke mana-mana harus sama Naka, padahal kan Naka sibuk, dia ketua. Ya udah sih, kalau pisah sebentar emang bakal mati? Kehabisan napas?" sahut Marya blak-blakan.

Agil mengedikkan bahu. "Kayak enggak pernah kasmaran aja lo-lo pada. Eh lupa, situ berdua kan jomlo menaun ya? Boro-boro kasmaran, rasanya diucapin met bobo cayangku, aja lupa iya, 'kan?"

Una menahan napasnya, ketika tahu akan terjadi keributan cukup besar saat melihat Marya mengambil segenggam bawang putih dan melemparkannya ke arah Agil. Ya, begitulah tingkah keduanya, si Agil yang hobi menggoda dan gemar guyonan, dipadukan dengan Marya si sumbu pendek. Namun, ucapan Agil tadi mau tak mau mengganggu pikirannya.

Kalau diinget-inget, kayaknya dulu aku sama Naka enggak sampai segitunya. Apa karena dulu masih SMA? Jadi, malu-malu kucing? Atau karena cintanya Naka ke Jesline lebih gede daripada cintanya ke aku?

Tiba-tiba ada perasaan perih menelusup ke dalam hati gadis itu, saat otaknya berpikir liar menerka-nerka segala kemungkinan yang bisa terjadi. Bayangan Naka bisa mencintai perempuan lain dengan lebih, hanya dalam waktu setahun setelah mereka berpisah membuatnya tak senang. Karena dia sendiri belum bisa mencintai lelaki lain sedalam ia mencintai Naka, bahkan ia tidak menyukai dua lelaki yang pernah menjalin hubungannya dalam kurun waktu setahun terakhir ini.

Yep! That's a confession!

Cukup menyedihkan memang, tapi Una memang menerima mereka menjadi pacarnya karena kedua lelaki itu dapat membuatnya nyaman. Meskipun akhirnya gadis itu tersadar, jika rasa nyaman saja tidak cukup untuk jadi landasan sebuah hubungan. Bagaimana ia bisa melanjutkan sebuah hubungan jika hatinya tidak ada keterikatan emosional dengan mereka? Itulah yang menyebabkan dua hubungan terakhirnya berakhir cepat.

***

"Makan siang udah siap, woy!" teriak Marya sambil memukul-mukul sisi piring dengan sendok, hingga menimbulkan suara dentingan nyaring.

"Menunya apa ini?" Santi mendekat ke ruang tengah, di mana makanan sudah ditata di atas karpet.

"Sop jagung, ayam semur, sama tempe goreng tepung," balas Una, sambil membawa piring kecil berisi sambal. "Ayo, dimakan mumpung masih anget."

Tidak butuh waktu lama untuk teman-teman yang lain berkumpul di ruang tengah. Kalau urusan makan, memang mereka selalu gerak cepat. Setelah teman-temannya lengkap, Una baru berani mengambil nasi serta lauk pauknya. Sudah jadi kebiasaan, kalau jadwal timnya yang memasak, ia akan diam-diam mengawasi ekspresi teman-temannya saat memakan masakan mereka.

"Ayamnya enak ini! Padahal gue enggak suka manis, loh," tukas Cindy.

"Enak, 'kan?" tanya Una ingin memastikan, yang dijawab anggukan oleh Cindy.

"Yang masak siapa, nih?" imbuh Ilham, mengambil tempe goreng dan dicolekkan ke sambal. "Sambelnya juga pas, sih! Gila, buka warung aja deh, lo!"

Cengiran lebar muncul di bibir Una. "Yang masak Chef Agil Raditya Utama!" Lelaki itu melambai-lambaikan tangannya seperti Miss Universe dan memberikan ciuman jauh pada teman-temannya satu per satu, yang membuat mereka mendengkus geli.

"Semuanya yang masak Agil?" tanya Naka setengah tidak percaya.

"Ya kagak, lah!" semprot Marya. "Gue sama Una ngapain dari tadi di dapur kalau enggak masak. Na, lo jangan bikin Agil melambung tinggi gitu dong! Bahaya dia, sindrom narsismenya udah tingkat akut!"

Ia terkekeh. "Sopnya yang masak gue, terus bumbunya yang racik Marya. Tapi tetep sih, yang ngerti ini itu Agil."

"Habisin aja kalau enak, buat nanti malem, gampanglah ya, masih ada telur sama mi instant," sambung Agil.

"Serius, Gil?" tanya Una setengah berbisik, kebetulan ia duduk diapit Marya dan Agil.

"Iya. Kenapa? Lo mau lagi ayamnya?" Belum sempat menjawab, Agil sudah mengambil mangkuk yang berisi ayam semur dan menyodorkannya pada Una. "Ambil ajalah Na, kan lo juga yang masak."

Una mengambil satu potong paha ayam dan memasukkan ke dalam piringnya. "Udah, makasih! Enak banget soalnya!" Ia dengan lahap memakan ayam semurnya memakai tangan, karena nasinya sudah bersih tanpa sisa!

"Jadi, lo di tim gue apa Marya? Lo harus pilih koalisi, siapa tahu gue sama dia berseteru lagi."

Una tertawa. "Kenapa harus pilih tim, sih? Udah gue di tengah aja, jadi pendamai kalian. Lagian kita ini tim loh, MUA, pas kan? Marya, Una, Agil." Ia menunjuk Marya yang sedang meminum air, dirinya, dan juga lelaki itu.

Sekarang Una kembali ke belakang, bersama Marya dan Amanda, untuk mencuci piring. Ia cukup terkejut, ketika melihat yang membawakan tumpukan piring kotor bukan Agil ataupun Erick, melainkan Naka.

"Agil sama Erick ke mana?"

"Lagi bersihin karpet," balas lelaki itu singkat.
Ia mengangguk-angguk, lalu mulai mencuci piring. Setelah sepuluh piring itu bersih, mereka menatanya di rak. Gelas dan alat-alat makan kotor lainnya juga sudah terkumpul di dalam ember, Agil dan Erick yang membawanya baru saja. Sepuluh menit kemudian, tugasnya pun selesai! Akhirnya dia punya waktu untuk tidur siang sebentar.

"Mar! Una milih tim gue! Sana lo cari temen!" seru Agil.

Una memukul lengannya dengan spontan. "Ih, apaan, sih? Enggak ada tim-timan begitu! Kita itu tim masak, harus akur!"

"Lo lebih suka masakan gue apa Marya?" tantang Agil.

"Ya, enggak adil dong kalau pertanyaannya gitu!" protes Una.

"Masakan gue lebih enak dari Marya, harusnya lo milih gue. Nanti kalau gue sama dia debat, lo harus belain gue. Apa susahnya, sih?" Agil menyentil kening Una.

Dengan cemberut ia mengusap-usap keningnya. "Sakit tahu! Yang di dalem sini tuh aset berharga! Gantian!"

"Enggak mau!" Agil melenggang pergi sambil tertawa.

Una menyusul lelaki itu dan menarik bahunya, agar posisi Agil sedikit membungkuk. Bukannya berhasil menyentil kening Agil, ia malah menarik ujung rambutnya, yang membuat laki-laki itu memekik. Seketika Agil berbalik, dan mencengkeram tangan Una yang berada di rambutnya.

"Mau kabur ke mana lo?"

"Enggak boleh balas sama anak cewek, lagian impas, ya," sanggah Una menyengir.

Agil malah terkekeh. "Na, untung lo gemesin, enggak jadi gue makan!"

"L-lo mau makan gue?" Mata Una memicing, memberikan tatapan tajam dengan ekspresi pura-pura ketakutan pada lelaki di depannya.

"Lagi sibuk, ya? Dari tadi dipanggil enggak nyahut."

Dang! Una dan Agil seketika langsung menoleh ke arah Naka yang berdiri tidak jauh dari mereka, sambil membawa buku tulis—yang Una ketahui sebagai buku catatan hal-hal penting selama masa KKN. Una dengan refleks menarik tangannya dari cengkeraman Agil dan menelan ludahnya dengan susah payah. Kenapa ini jadi aku kayak kegep selingkuh, sih?

"Gue pinjem Una, boleh? Mau ngobrolin tentang lomba tujuh belas Agustus besok," kata Naka masih dengan ekspresi datar.

"Ati-ati, barang rapuh, jangan dibanting!" jawab Agil masih dengan tertawa, lalu mengacak rambut Una asal sebelum pergi.

Dan, di sinilah mereka, duduk berhadapan di ruang tamu, hanya berdua. Jesline tidak terlihat batang hidungnya, sedangkan teman-teman lainnya ada yang sudah tidur di kamar, ngobrol di teras depan, dan menonton drama di ruang tengah.Cindy, si drama addict. Ia lalu mengangkat kepalanya untuk menatap Naka yang masih diam. Kenapa tiba-tiba udaranya jadi terasa lebih dingin, ya? Terus, ngapain juga sih Naka diem, katanya mau ngobrol?

"Ka," panggil Una takut-takut. Ia memang takut pada lelaki itu sekarang. Sudah lama ia tak melihat ekspresi datar Naka, which is yang hanya ditunjukkan lelaki itu ketika kesal. Dia kesal sama siapa? Sama aku? Karena tadi dipanggil enggak nyahut katanya? "Mau ngobrolin apa?"

Lelaki itu menoleh dan memberikan lirikan tajam padanya, yang membuat badan Una merinding. Mata Naka naik turun, apa dia sedang memperhatikan dirinya?

"Seenak itu, ya?"

Eh, apa? Kok bahas enak-enak? "A-apanya yang enak?"

Naka mendengkus. "Apa bedanya semur ayam yang dimasak Agil sama yang biasa kamu makan di warung, atau masakan Ibu kamu?"

Lah kok nyambungnya ke semur ayam, sih? "Ehm, anu, itu, enggak tahu," jawabnya linglung. "Maksudku, aku kagum aja sama Agil. Dia cowok, tapi bisa masak yang ribet-ribet begitu. Terus, juga karena kami masaknya barengan, jadi kerasa lebih enak."

Mata Naka mendelik. "Barengan?"

"Ya kan, aku, Marya sama Agil masak bertiga, kita bareng-bareng masak, jadi ya rasanya lebih enak gitu. Aduh gimana ya, masa kamu enggak ngerti istilah kalau masak bareng-bareng, makan bareng-bareng gimana pun rasanya pasti jadi enak."

"Perasaan dulu tipemu bukan cowok yang bisa masak."

"Memang bukan!" sahut Una terlalu cepat. "Tapi, bukan berarti nolak cowok yang bisa masak."

Una dapat melihat jelas kerutan di kening Naka. Ya ampun, ini mereka ngomongin apa sih? Kok jadi ngelantur gini. "Ehm Ka, ini sebenernya ada yang mau diomongin enggak sih? Kalau enggak aku mau—"

"Main sama Agil?"

Kedua alis Una bertautan. "Kok Agil? Mau tidur, aku ngantuk."

Naka mengubah posisi duduknya, kakinya terbuka lebar, kedua tangannya bertumpu di atas lutut. Lelaki itu lalu mengembuskan napas keras-keras. "Ngantuk? Semalem tidur jam berapa?"

"Jam dua," kata Una. Hal itu membuat satu alis Naka terangkat. "Baca novel."

"Ya udah, kalau mau tidur," kata Naka lagi, lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah kepala Una, membuat gadis itu mengernyit heran. Ini Naka mau apa? Tapi dengan cepat, lelaki itu menarik tangannya lagi. "Itu rambutmu berantakan, rapiin."

Mata Una melebar, ia segera merapikan rambutnya dengan tangan secara kilat.

Naka berdecak. "Makanya jangan mau kalau ada yang acak-acak rambut kamu seenaknya." Lelaki itu berdiri kemudian meninggalkan Una yang terpaku di tempat duduknya.

Itu tadi Naka kenapa?

*
*
*

Ada yang cemburu nih...

Ehem.. Ehem..

Btw, Drama KKN nggak akan aku tamatin di Wattpad ya guys, karena cuma republish. Jadi yang mau baca Drama KKN lengkap+ekstra partnya bisa berkunjung ke KARYAKARSA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top