09 - Bertukar Nasi Goreng

*
*
*

Proses renovasi pos kamling dikerjakan mulai hari ini. Pasir, semen, batu bata, sudah disiapkan di tanah lapang sebelah pos kamling. Para mahasiswa membantu warga desa melakukan pekerjaan berat, sedangkan para mahasiswi kerja bakti membersihkan lingkungan dan menanam berbagai macam tanaman di pot untuk membuat taman.

"Itu bunga mawar bawa sini dong, mau gue tanam," pinta Amanda sudah siap dengan pot yang berisi tanah gembur dan pupuk.

Una mengambil bunga mawar yang masih di dalam polybag dan memberikannya pada Amanda. "Ati-ati, banyak durinya itu."

"Siap, Bu Komandan!" sahut Amanda terkekeh.

"Ya udah, gue balik ke sana dulu." Una kembali menuju tanah lapang yang sedang dibersihkan, menghampiri Marya dan Jesline. Enam mahasiswi dibagi jadi dua kelompok, tiga orang bersih-bersih, tiga orang lainnya mengurusi tanaman.

Una mencabuti rumput dan memunguti sampah lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik. Ia dapat merasakan peluh memenuhi keningnya. Meskipun udara sebenarnya cukup dingin, tapi jika melakukan aktivitas, tubuh terasa panas dan gerah. Kepalanya otomatis menoleh ke arah pos kamling, di mana para lelaki bekerja, saat mendengar teriakan yang cukup keras.

"Aduh, Mas! Enggak apa-apa?" Seorang warga desa menghampiri Ilham yang duduk di tanah.

"Anak tangganya patah ini, Mas. Harus dibenerin dulu baru bisa dipakai," kata Naka pada Dany dengan nada suara yang tajam.

"Tadi kan udah saya bilangin, dibenerin dulu aja sebelum rusak parah."

"Santai Bro, enggak apa-apa," kata Ilham menenangkan lelaki itu dengan meremas pundaknya.

Senyuman tipis tersembul di bibir Una. Naka tidak pernah berubah, lelaki itu selalu peduli pada orang sekitarnya dan akan marah jika salah satu orang yang ia anggap sebagai teman terluka atau dicurangi. Una ingat, dulu saat SMA, ia ikut lomba menulis cerpen untuk mengisi kegiatan class meeting yang diadakan OSIS. Namun entah kenapa, naskah cerpen Una menghilang tanpa jejak. Tentu saja Una kecewa, tapi karena tidak ingin membuat masalah semakin panjang, ia memilih untuk membiarkannya saja.

Kemudian Naka mengetahui hal tersebut, lelaki itu marah dan menemui ketua panitia penyelenggara untuk bertanggung jawab. Lelaki itu tidak meluapkan amarah dengan cara berteriak atau cara tidak elit lainnya. Naka mengatakan kekecewaannya secara empat mata pada ketua panitia, karena tidak ingin membuat malu di depan umum. Akan tetapi, pihak panitia tidak memberikan respon baik, yang menyebabkan Naka semakin naik pitam.

"Udahlah Ka, enggak usah. Kemarin kan juga kamu udah ngomong sama Danar," bujuk Una. "Lagian kalau ada pun, belum tentu cerpenku yang menang."

"Ya, tapi namanya bukan tanggung jawab begitu. Masa dia malah nyuruh kamu untuk tulis ulang cerpennya. Oke, kalau cerpen itu ditulis pakai Miscrosoft Word, kamu ada soft file-nya. Ini pakai tulisan tangan Una! Emang kamu masih inget?"

"Aku enggak usah ikut juga enggak apa-apa," balas Una.

Tanggapan gadis itu semakin membuat Naka geram. "Ini memang masalah sepele. Hadiahnya juga cuma dapet uang enggak seberapa sama dimuat di majalah sekolah. Tapi, kalau pemimpin udah mengabaikan sama tanggung jawab sepele, gimana dia mau tanggung jawab sama sesuatu yang lebih besar? Karena dia enggak tanggung jawab, kerja kerasmu jadi sia-sia."

Una menghela napas pasrah. Kalau sudah begitu, ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Kemudian yang terjadi selanjutnya berhasil membuat Una menganga. Pada acara lomba baca puisi, Naka mendaftar sebagai peserta. Akan tetapi, Naka tiba-tiba menghentikan kegiatannya membaca puisi di depan aula.

"Sorry, gue lupa enggak nulis lanjutan puisi gue." Pengakuan Naka sontak membuat para penonton tertawa.

Seorang panitia pun menjawab. "Gimana, ya? Baca seadanya aja."

"Padahal puisi gue bagus sebenernya," kata Naka terlihat kecewa.

"Juri mana tahu kalau puisi lo bagus, kalau enggak lo baca apa yang lo tulis," sahut Danar, sang ketua panitia.

"Tapi, kalau misal gue enggak lupa nulis lanjutan puisi gue, gue bisa juara satu, dong?" tanya Naka.

Danar tertawa. "Bisa aja, tapi sayang, sekarang cuma dalam mimpi lo aja."

"Kalau gitu sekarang lo sadar, kan, naskah cerpen peserta yang panitia hilangin juga berpotensi jadi juara? Tapi, sayang aja naskah cerpennya hilang." Kali ini satu aula penuh dengan suara bisik-bisik dan tatapan tidak percaya.

Bahkan Pak Agung, guru Bahasa Indonesia yang menjadi juri ikut angkat bicara. "Memangnya ada naskah cerpen yang hilang?"

Naka mengangguk. "Ada. Sebelumnya saya minta maaf dulu Pak, kalau terkesan lancang dan tidak sopan. Kemarin saya sudah menyampaikan protes ini kepada para panitia secara pribadi, karena tidak ingin masalah ini jadi konsumsi publik. Namun, jawaban yang saya terima tidak masuk akal. Masa teman saya yang naskahnya hilang karena kesalahan panitia diminta untuk menulis ulang cerpennya? Padahal cerpen itu tulisan tangan dan tidak ada salinannya di komputer. Padahal bisa aja kan dia yang jadi pemenang."

Dari bangku penonton, Una melirik ke arah para panitia yang terlihat kalang kabut. Terutama wajah sang ketua, yang nampak pucat. Lagi-lagi ia menghela napas karena lega Naka tidak menyebutkan namanya. Ia tidak mau jadi pusat perhatian.

"Ngelamun aja, Neng! Ini minum!" Marya menyerahkan segelas teh hangat.

"Makasih," jawabnya lalu meneguk sedikit demi sedikit teh yang masih mengepul itu.

"Loh, Jesline ke mana?" tanya Una saat tak mendapati Jesline di sekitar mereka.

"Lagi ngobatin Ilham. Tangan Ilham ada yang berdarah ternyata."

Una mengangguk-angguk, lalu menyusul teman-teman lainnya yang sedang istirahat sambil memakan makanan ringan yang disediakan para warga. Ia mengambil bakwan jagung dan cabai rawit untuk mengganjal perutnya yang keroncongan. Gadis itu tersedak, saat merasakan ujung lidahnya terbakar rasa pedas. Ia tidak menyangka akan sepedas itu.

"Minum, minum!" seru Marya panik.

"Ini, Na!"

Sambil terbatuk-batuk, Una melihat ke arah Naka dan Agil bergantian. Agil yang duduk tidak jauh darinya memberikan segelas air putih dengan mencondongkan tubuh. Sedangkan Naka, harus berdiri, agar air mineral di tangannya sampai di hadapan Una. Sesaat gadis itu bingung harus mengambil air minum dari siapa. Namun, karena rasa pedasnya semakin menjadi, ia menerima air minum dari Agil yang jaraknya lebih dekat.

"Makasih, Gil," katanya pelan sambil mencuri pandang ke arah Naka yang sedang mengobrol dengan Ilham.

Apa yang kamu harepin, Na? Naka marah gara-gara air minumnya enggak kamu ambil? Jangan konyol, ah!

***

"Ini makan di luar aja, yok, ke warung nasgor depan. Capek banget kalau harus masak," ajak Cindy.

"Eh iya, badan juga lumayan pegel-pegel ini. Tim genap, enggak apa-apa kan kalau malem ini kita makan di luar?" sahut Jesline.

"Kalem, enggak masalah!" jawab Agil.
"Maklum ya, enggak pernah kerja berat tiba-tiba tadi gotong-gotong pupuk sama tanah sekarung pasti bikin kalian ciwi-ciwi manjalita pegel-pegel."

Jesline terkikik geli menanggapi lelucon Agil. Gadis itu lalu menghampiri Naka yang tengah bermain gitar di ruang tamu bersama Erick dan Ilham. "Ka, di sana ada nasgor sosis juga, lho, aku udah pernah nyoba, enak. Pasti kamu suka."

Seperti tidak ingin berpisah dari Naka, Jesline yang duduk di sebelah lelaki itu, segera mengambil kunci motor, siap berangkat ke warung nasi goreng. Tentu saja, gadis bule itu harus bersiap di dekat sang ketua, takut jika Naka memboncengkan perempuan lain. Lucu juga sih, kalau dilihat-lihat.

Sejak tadi pagi, karena para mahasiswa KKN melakukan pekerjaan berat, mereka cukup kelelahan. Untung saja, tadi siang, mereka tidak perlu memasak karena makan siang sudah disediakan oleh warga desa.

"Ayo berangkat, kita bareng." Marya menarik lengannya.

Sampai di warung nasi goreng yang dimaksud, Una memesan nasi goreng ayam dan jeruk hangat. Entah ada apa dengan semesta, ternyata ia duduk berhadapan dengan Naka dan Jesline. Alis Una mengernyit saat membaca pesanan lelaki itu. Nasi goreng sosis dan es teh manis. Ia kira yang dimaksud Jesline tadi, gadis bule itu yang suka nasi goreng sosis, tapi kenapa Naka juga ikutan pesan nasi goreng sosis? Karena setahu Una, Naka tidak suka sosis dan segala makanan yang dicampuri bentuk olahan daging tersebut. Efek cinta atau kepaksa?

Setelah menunggu sekitar lima belas menit, pesanan Una pun diantar ke meja bersama dengan pesanan Cindy dan Amanda---yang memesan nasi goreng ayam. Dalam waktu tiga puluh menit, mereka bersepuluh sudah menghadap makan malam masing-masing. Selama proses makan, mata Una tidak bisa tidak mencuri pandang ke arah Naka. Ia benar-benar penasaran, ingin melihat reaksi lelaki itu saat makan nasi goreng sosis.

Gadis itu menggeleng pelan, lalu menatap Jesline yang sedang asyik mengobrol dengan Santi. Dengan gerakan cepat, Una menarik piring Naka dan mengganti dengan piring nasi goreng ayamnya.

"Udah dimakan aja," sahut Una, sambil menyendokkan sosis-sosis yang disisihkan Naka di sisi piring.

"Thanks, Na," jawab Naka tersenyum lembut.

Tolong Na, jangan salting! Lihat, Naka udah bucin sama Jesline, sampai dia mau makan nasgor sosis, padahal enggak suka sosis! Tapi, kasihan juga sih Naka, masa Jesline enggak ngerti makanan yang enggak disukai pacarnya.

"Sama-sama, Ka," jawab Una setengah bergumam. "Bisa-bisanya pesen makanan yang enggak disuka? Bodoh apa gimana, sih?"

"A-apa?" tanya Naka tersedak.

Jesline dengan cekatan menyerahkan es teh lelaki itu. "Ati-ati kalau makan."

Satu jam sudah Una dan teman-teman KKN-nya menghabiskan waktu di warung nasi goreng. Ia lalu menghampiri si penjual untuk membayar makan malam. Namun, lelaki berusia sekitar empat puluh tahunan itu mengatakan jika sudah ada yang membayarnya.

"Pak saya belum bayar, lho," kata Una ngotot.

"Tadi beneran udah dibayarin sama Masnya, Mbak," jawab penjual nasi goreng sambil menunjuk ke arah lelaki yang berdiri di dekat motor matic warna hitam. Naka? "Dia bilang Mbak yang pakai jaket merah, ikut sama saya Pak bayarnya. Mbaknya pesen nasi goreng ayam, jeruk anget sama kerupuk udang satu, 'kan?"

Una mengangguk. "Oke deh Pak, makasih banyak." Sekarang yang harus ia pikirkan adalah bagaimana caranya membayar hutang itu pada Naka. Karena Una tahu betul bagaimana kepribadian lelaki itu, pasti Naka akan menolak meskipun ia bersikeras untuk membayar.

*
*
*

Uhuk keselek. Ada yang sekarang membucin. Eh naka membucin ga tuh?

AKU MINTA MAAF YA BARU BISA UPDATE SEKARANG😭😭😭 JUJUR AKU LUPA.

Btw, Drama KKN nggak akan aku tamatin di Wattpad ya guys, karena cuma republish. Jadi yang mau baca Drama KKN lengkap+ekstra partnya bisa berkunjung ke KARYAKARSA

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top