02 - Temanggung Canggung

*
*

Semoga nggak sendirian nunggu di pom bensinnya.

Itu doa yang Una rapalkan selagi gadis itu membonceng ojek online, dari kosnya menuju pom bensin di area kampus. Pagi ini sebagai pengurus inti, ia diwajibkan ikut survei menuju desa tempat KKN-nya nanti. Una harus menelan kekecewaan ketika tidak menemukan teman satu kelompoknya di sana. Namun, senyum samar terbit di bibir gadis itu saat melihat Marya berjalan kaki ke arahnya.

"Udah lama?" tanya Marya, setelah jarak mereka cukup dekat.

Ia menggeleng. "Baru aja, belum lima menit. Kok lo jalan kaki?"

"Kos gue deket, di gang sebelah." Marya menunjuk jalan di sebelah pom bensin.

Ia mengamati penampilan Marya yang terlihat modis dan segar. Sepertinya gadis itu memang ahli memoles make up, dilihat dari riasan wajahnya mulai dari alis, eyeliner, blush on, dan shading yang membuat wajah Marya tampak flawless. Berbeda dengan Una, meskipun sudah masuk semester tujuh, yang tidak terlalu menyukai make up. Pagi ini, ia hanya memakai cushion dan liptint, agar wajahnya tidak seperti mayat hidup.

"Yang lain udah otw belum, sih?"

"Udah, nih. Naka sama Jeje lagi jalan ke sini, abis jemput Agil sama Ilham."

Naka sama Jesline, ya? Wah, mereka berdua berangkat bareng, nih? Itu bukan urusan kamu lagi Na, mau mereka berangkat bareng atau sendiri-sendiri.

Sepuluh menit menunggu, sebuah Honda Mobilio merapat ke arah mereka. Kaca mobil penumpang bagian depan turun, terlihat Jesline melambaikan tangannya. Una dan Marya segera bergegas masuk dan menempati kursi penumpang tengah yang sengaja dikosongkan, karena Agil dan Ilham rela berkorban dengan duduk di bangku belakang.

"Kalian berdua udah sarapan?" tanya Naka, mulai melajukan mobil.

"Udah," jawab Marya.

Sedangkan Una hanya mengangguk tanpa bersuara.

"Na?" Naka bertanya kembali karena tidak mendengar jawaban gadis itu.

"Udah," jawab Una pelan.

Rencana Una hari ini adalah menghindari Naka sebisa mungkin. Baginya sangat terasa aneh berkomunikasi kembali dengan lelaki itu. Apalagi Naka bertindak seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Bukannya ia berharap Naka mengungkit masa lalu, hanya saja paling tidak lelaki itu menanyakan kabar dirinya kan? Atau mengenalkan Jesline pada Una sebagai pacar barunya. Eh tunggu, Jesline benar pacarnya bukan, ya? Kalau ingat percakapan mereka kemarin sepertinya tidak seperti sepasang kekasih. Tapi kalau bukan, Una yakin sih mereka punya hubungan lebih dari sekedar teman, entah apa itu.

Una menghembuskan napas jengah, tiba-tiba saja percakapannya dengan Indri---sepupu Naka sekaligus sahabatnya setahun lalu.

"Suatu hari, lo akan lihat Naka sama cewek baru, yang lebih cantik dari lo, yang lebih cerdas dari lo, dan yang lebih menarik dari lo. Lo nggak bakal bisa benci pacar baru Naka, karena tipikal pacar dia itu bukan cewek bitchy yang menang wajah doang, tapi otak kosong. Naka selalu berhasil dapet cewek menarik di penampilan juga pikiran. Kalau lo nggak suka sama dia, bukan karena si cewek jelek, tapi karena lo cemburu."

"Kenapa lo ngomong itu ke gue?"

"Buat mastiin aja, kalau lo besok nggak akan nyesel setelah tahu what you lost," jawab Indri santai. "Maksud gue look at you Na, lo cantik juga cerdas. Emang tipe Naka dari awal. Jadi kalau suatu saat lo lihat Naka berdampingan sama cewek lain yang lebih dari lo, jangan cemburu. Standar Naka emang udah tinggi dari awal."

Una mendengkus kesal, kata Indri dia cerdas? Ah, sahabatnya itu belum tahu pacar Naka sekarang anak kedokteran. Jelas lah level kecerdasan mereka berbeda. Kalau diibaratkan bangunan, Jesline itu penthouse, dia rusun pinggir kali. Lalu sudut matanya tanpa sengaja menangkap Jesline yang sedang menyuapi potato stick pada Naka. Kalau Naka bisa dapet lebih, dirinya juga bisa kan?

***

Udara dingin langsung menyambut Una, saat ia dan teman-teman yang lain turun dari mobil. Jelas saja, lokasi desa tempat mereka KKN adalah Desa Tretep, Temanggung, yang berada pada ketinggian 1176 di atas permukaan laut. Selama perjalanan tadi, mata Una dimanjakan dengan pemandangan sawah dan kebun luas yang membuat matanya lebih segar.

Naka, memimpin jalan menuju rumah kepala desa. Lelaki itu dengan luwes, menyapa para warga, bercengkerama sesekali selama perjalanan. Di samping lelaki itu ada Jesline dan Agil, yang juga aktif berkomunikasi dengan warga sekitar. Melihat itu membuat Una jadi minder, salah satu kelemahannya adalah sulit membangun komunikasi dengan orang asing. Tidak hanya orang asing sih, bahkan dengan teman satu kelas yang tidak akrab, ia terkadang canggung hanya untuk mengajak bicara.

"Ini rumahnya Pak Retno, Kepala Desa Tretep. Prioritas kita hari ini dapet posko buat KKN nanti," kata Naka, berbalik memandangi anggotanya satu per satu.

"Selamat siang, Pak," kata Naka menyapa Pak Retno, lelaki berkulit sawo matang, usia sekitar empat puluh tahunan, dengan rambut cepak.

"Siang adik-adik semua, mari masuk."

Keenam mahasiswa tersebut masuk ke dalam ruang tamu. Mereka kemudian satu per satu memperkenalkan diri. Pak Retno lalu bercerita sekilas tentang Desa Tretep, dan juga pengalaman KKN periode sebelum ini.

"Jadi, ketuanya ini Mas Naka?" tanya Pak Retno memastikan.

"Iya, Pak." Naka mengangguk sopan.

"Kalau wakilnya siapa? Mas ini atau Mbak cantik ini?" Pak Retno menunjuk Agil dan Jesline.

Naka menggeleng sambil terkekeh. "Bukan Pak, wakil saya itu Mbak yang duduk di ujung. Namanya Una, cantik juga kan Pak?"

Wait, apa-apaan ini Naka? Buat malu aja. "Saya Una Pak, dari Ilmu Perpustakaan." Gadis itu tersenyum canggung.

"Cantik semua ini. Seneng ya, Mas Naka, dapet temen cantik-cantik begini? Pasti juga pada pinter-pinter, kan?"

"Kami mau cari posko Pak, kalau tahun kemarin pakai posko mana ya, Pak?" tanya Naka, membuka topik baru.

"Nggak jauh dari sini, rumahnya Pak Herman. Jadi itu dua rumah nyambung jadi satu, yang sebelah kiri, rumahnya jarang dipakai, cuma buat nyimpen perkakas aja. Itu yang biasanya buat posko," jelas Pak Retno.

"Baik Pak, terima kasih. Kalau begitu kami pamit dulu ya, Pak," kata Jesline tersenyum manis.

Setelah dapat petunjuk dari Pak Retno, dimana letak rumah yang akan dijadikan posko, sampailah mereka di depan rumah dengan halaman luas. Una berdecak kagum memandangi halaman yang dipenuhi bunga warna warni itu. Saat ia sibuk mengagumi kumpulan bunga, Naka dan Jesline sudah berada di ambang pintu, siap mengetuk. Melihat kedua orang itu selalu bersama membuatnya merasa jika Jesline lebih cocok jadi wakil ketua. Dari pada dirinya, yang selalu jalan paling belakang, hanya bisa senyam-senyum dengan canggung, dan pasif. Tiba-tiba Una merasa jadi orang paling tidak berguna di sini.

***

"Baliknya mampir makan ya, Ka?" usul Agil dari bangku belakang.

"Boleh tuh, kebetulan gue juga laper. Mau pada makan apa emangnya?"

"Terserah lah, ini perut udah keroncongan banget," imbuh Ilham. "Gue tahu sih rumah makan di sekitaran Ambarawa."

"Ya udah, situ aja. Dari pada makannya pas sampai Semarang," kata Marya setuju.

"Ham, ada soto nggak di rumah makan itu?" tanya Jesline, menengok ke belakang.

"Pas banget Je, di situ sotonya kesukaan gue," jawab Ilham tersenyum cerah.

Jesline mengangguk puas. "Cocok, gue lagi pengin kuah yang anget-anget. Perut rasanya nggak enak banget tiba-tiba. Na? Lo deal, kan?"

Una menatap Jesline sekilas lalu mengangguk. "Iya, gue makan apa aja bisa." Kenapa hanya dia yang merasa canggung pada Jesline, ya? Apa gadis itu belum tahu jika ia adalah mantan pacar Naka? Masa sih, udah pacaran tapi belum tahu? Apa jangan-jangan mereka nggak pacaran? Tapi, lihat tingkah mereka berdua rasanya nggak mungkin deh, kalau nggak ada sesuatu di antara mereka.

Setibanya di rumah makan yang dimaksud Ilham, seisi mobil bergegas turun. Untung saja rumah makannya tidak ramai. Una, Marya dan Agil duduk di sisi kanan meja, sedangkan Naka, Jesline dan Ilham duduk di sisi kira meja. Mereka berenam kompak memesan soto ayam untuk makan siang, di hari yang sudah menjelang sore.

Una yang kebetulan duduk berhadapan dengan Naka, mau tak mau, sering bertukar kontak mata dengan lelaki itu. Saat pesanan mereka tiba, ia berusaha fokus pada soto yang mengepul di depannya. Entah kenapa, kenangannya dengan Naka tiba-tiba berputar di dalam kepala gadis itu. Dulu, Naka, tidak pernah suka menambah kecap dan saus jika memakan soto, bakso, dan segala macam makanan berkuah. Diam-diam, ia mencuri pandang ke arah laki-laki di depannya, dan betapa terkejutnya dia saat melihat Naka menuangkan kecap ke dalam mangkuk lelaki itu.

Apa karena Jesline, Naka jadi suka kecap? Untuk membuktikan hipotesanya, ia melihat ke arah mangkuk Jesline yang berwarna cokelat gelap karena kecap. He's changed. Satu fakta itu membuat Una merasa tertampar. Semuanya sudah berlalu, dan tentu saja banyak perubahan yang terjadi. Cinta bisa membuat orang berubah semudah itu ya? Time to wake up girl! Mendadak dadanya jadi sesak dan nafsu makannya hilang.

Kenapa aku?

*
*

Halooo....

Buat yang kecewa sama pemilihan cast-nya aku minta maaf ya. Aku ganti cast karena aku susah banget buat cari foto-foto mereka lagi.

Awalnya kan mau bikin Boedjangan Indekos, jadi aku ganti aja castnya biar gampang bikin konten. Eh ternyata ceritanya mandek 🥹

Intinya begitu ya, karena aku kesusahan buat cari foto-foto mereka.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top