01 - Reuni Tak Terduga

*
*
*

Kuliah kerja nyata atau lebih dikenal dengan KKN itu selain jadi mata kuliah wajib di kampus, entah sejak kapan KKN dijadikan ajang pencarian jodoh bagi mahasiswa semester tua yang depresi cari gandengan untuk wisuda nanti. Namun tidak bagi Una, panggilan akrab gadis bernama lengkap Haruna Erviani, yang tak seantusias teman-temannya mengikuti KKN.

"Halo gue Marya, dari Psikologi, lo?" Gadis dengan rambut sebahu berwarna cokelat, dengan pipi merah muda yang Una asumsikan karena blush on, berdiri di depannya sambil tersenyum.

"Gue Una, Ilmu Perpustakaan," jawab Una tersenyum kaku.

Una memang tidak terlalu pandai bergaul. Dia terlalu kaku untuk berbaur dengan orang asing. Salah satu alasan dia tidak bersemangat mengikuti KKN. Dia malas berbasa-basi, memasang muka manis memperkenalkan diri. Apalagi meraba-raba sifat orang baru yang akan hidup dengannya selama empat puluh dua hari ke depan.

Please Tuhan, semoga ada orang yang aku kenal di kelompok KKN nanti. Itu doanya pagi ini sebelum berangkat pembekalan KKN.

Seorang dosen memasuki ruangan, dan mengatur tempat duduk sesuai lokasi KKN. Una terpilih untuk menjalani KKN di Temanggung. Selanjutnya dosen itu memberikan pengarahan tentang KKN. Una tidak terlalu memperhatikan, ia sibuk menelaah wajah-wajah yang satu barisan tempat duduk dengannya, siapa tahu ada seseorang yang ia kenal. Tetapi gadis itu sepertinya belum beruntung untuk saat ini.

Setengah jam kemudian, saat dosen sedang menerangkan dengan serius apa saja yang harus diperhatikan dalam laporan pertanggung jawaban KKN, terdengar suara ketukan pintu, membuat hampir separuh mahasiswa yang sedang mencatat melihat ke arah pintu. Tak terkecuali Una.

Seorang lelaki dengan jaket bertuliskan Badan Eksekutif Mahasiswa di belakangnya, berjalan dengan penuh percaya diri, menyalami dosen dan memberikan sebuah surat.

"Pak maaf saya terlambat, saya tadi baru selesai jadi pengawas lomba essay," katanya tenang.

"Oh, kamu yang semalem WA saya ya?"

"Iya, Pak."

"Oke, silakan duduk, sesuai lokasi KKN kamu." Dosen itu menjelaskan barisan tiap lokasi pada mahasiswa yang baru masuk itu.

Lelaki itu lalu duduk di kursi kosong barisan yang sama dengan Una. Membuat ia meremas bukunya tanpa sadar dan mengumpat dalam hati. Kenapa ia bisa satu lokasi dengan lelaki itu? Rutuknya. Seketika ia teringat doanya pagi ini, sekali lagi gadis itu kembali mengumpat saat menyadari kebodohannya.

"Tadi kenapa doa aku nggak lengkap, sih?" gerutunya. "Iya sih, aku pengin satu lokasi sama orang yang dikenal, tapi nggak Naka juga kali."

Ken Ranaka Malik.

Lelaki yang pernah mengisi hatinya memenuhi hari-harinya dengan tawa, dan membuat malamnya merindu hangat pelukannya selama empat tahun sejak SMA. Namun itu dulu, sebelum Una memilih mengakhiri hubungan mereka setahun lalu dan berjanji akan melupakan dia yang juga pernah menempatkan luka. Dialah sang mantan.

Setelah dosen selesai menyampaikan materi pengarahan KKN, mereka diminta berdiskusi untuk memilih Koordinator Desa dan jajaran pengurus lainnya. Untuk memudahkan diskusi, posisi duduk menjadi melingkar. Una dengan malas bangun dari duduknya, menarik kursi. Bersamaan dengan itu Naka terlihat berdiri lalu berjalan ke arahnya dengan senyum lebar.

Aduh, gimana ini? Kok dia senyum gaje gitu. Batin Una. Ia mengalihkan pandangannya sebisa mungkin agar tidak bertatapan dengan lelaki itu. Ketika Naka semakin mendekat, jantung Una berdebar tak karuan membuat gadis itu kelabakan. Una mendongakkan kepalanya lalu tersenyum, ia memutuskan untuk membalas sapaan Naka, serta untuk membuktikan jika ia sudah tidak ada perasaan lagi pada lelaki itu.

Ha---"

Tapi ucapannya terhenti, saat Naka melewatinya dan menyapa seseorang yang berdiri di belakangnya. Sambil menahan rasa malu, ia berbalik untuk melihat siapa yang membuat Naka tersenyum begitu cerah tadi.

Oke, jadi kamu pura-pura nggak kenal apa pura-pura nggak lihat? Fix kalau gitu, aku juga bakal gitu ke kamu.

"Naka! Kok bisa sih kita satu lokasi gini?" kata gadis berwajah cantik kebule-bulean, berambut panjang dengan ujung berombak. Ia memakai celana jeans yang membalut pas di kaki rampingnya, dan blouse hijau lumut off shoulder yang memamerkan bahu mulusnya.

"Aku juga nggak tahu, loh," jawab Naka sambil menyalami gadis itu. "Kamu nggak bosen kan ketemu aku lagi?"

Oh, pakenya aku kamu nih ngomongnya.

Gadis itu tertawa. "Kalau kamu sendiri gimana? Bosen nggak ketemu aku?"

"Mana bisa aku bosen ketemu cewek cantik kayak kamu."

Una terpaku saat mendengar gombalan meluncur dari mulut Naka. Entah kenapa ia merasa terganggu dengan sikap manis Naka pada gadis itu. Cemburu? Tidak, tentu tidak. Siapa dia memangnya? Dirinya sudah tidak berhak memiliki rasa pada lelaki itu, termasuk cemburu. Ia perlu kembali mengingat jika dia lah yang memutuskan hubungan mereka.

***

"Nama gue Jesline Abigail Holland, kalian boleh manggil aku Jesline or Jeje, anything you want. Gue dari Kedokteran Umum," kata Jesline menyedot seluruh perhatian kelompok. Para lelaki seperti tersihir oleh kecantikannya sampai membuat mereka tidak berkedip.

Una mengamati gadis itu, cantik memang, dibandingkan dengan dia, dirinya tidak ada apa-apanya. Pantas jika Naka naksir pada gadis bule itu. Ia diam-diam mencuri pandang ke arah Naka yang duduk di sebelah Jesline. Di matanya kedua orang itu terlihat cocok, mereka akan menjadi perfect couple yang akan membuat banyak orang iri.

"Siang semua, nama gue Ken Ranaka Malik, kalian bisa panggil gue Ken atau Naka, tapi gue prefer kalian panggil gue Naka aja. Gue dari Fakultas Hukum." Giliran Naka memperkenalkan diri.

Saat gilirannya tiba, Una menatap wajah teman satu kelompoknya, sebelum mengenalkan diri. "Nama gue Haruna Erviani, kalian bisa panggil gue Una. Dari jurusan Ilmu Perpustakaan."

"Jadi, siapa yang mau jadi ketuanya?" tanya Marya.

"Gimana kalau Naka aja? Jiwa kepemimpinannya nggak usah ditanyain lagi kan, Ketua BEM gitu, loh," kata Jesline menepuk bahu Naka.

Usulan Jesline langsung disetujui oleh semua anak, tak terkecuali Una. Mereka berpendapat jika Naka pasti bisa membawa kelompok mereka menyatu dengan masyarakat dan menyelesaikan tugas yang dipikul para Mahasiswa KKN.

"Serius kalian mau pilih gue?" Naka memastikan. "Kalau suara udah bulat, gue bersedia, tapi dengan satu syarat."

"Apa?" tanya Marya sebagai moderator rapat kali ini.

"Gue mau Una jadi wakil gue," jawab Naka dengan senyuman maut tersungging di bibirnya sambil memandang lurus pada gadis yang duduk di depannya.

Jantung Una seakan berhenti saat kata-kata itu meluncur tanpa diduga dari mulut Naka. Matanya melebar dan tubuhnya mematung karena terlalu terkejut mendengar ide gila lelaki itu. Suara sorakan dari teman-temannya membuat Una tersadar, lalu menggelengkan kepalanya berkali-kali.

"Jangan dong, jangan gue," katanya memelas. Ia memberikan tatapan tajam pada Naka, menanyakan motif lelaki itu. Jelas-jelas tadi nyuekin, tapi sekarang tiba-tiba pilih aku. Apa maksudnya coba?

"Apa alasan lo pilih Una?" tanya Marya.

"Ehm, gue rasa dia nggak lelet dan tipe pekerja keras. Terus, Jurusan dia Ilmu Perpustakaan, biasanya juga orangnya sabar sama teliti. Kan Ilmu Perpustakaan biasa ngadepin portal-portal jurnal buat nyariin artikel kating yang pada skripsi," jelas Naka.

Marya beralih pada Una. "Una lo bersedia nggak mendampingi Naka jadi wakil?"

"Kalau Una nolak, gue mundur, dan ngasih kesempatan yang lain buat jadi ketua," ujar Naka sebelum Una menjawab pertanyaan Marya.

Una berteriak dalam hati. Kenapa lelaki ini mempersulit masa KKN-nya yang bahkan belum dimulai? Ingin sekali ia menolak, tapi teman-temannya memohon pada Una agar ia menerima tawaran itu. Dasar manusia! Mengorbankan orang lain untuk kepentingan pribadi! Dia tahu kenapa mereka bersikap begitu, karena teman-temannya juga tidak mau ditunjuk sebagai ketua dan wakil ketua.

Una menarik napas dalam-dalam, dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam tantangan. "Gue bersedia."

"Yakin?" tanya Marya sekali lagi.

"Kalau lo nggak yakin gue bisa kok jadi wakil Naka." Tiba-tiba Jesline menyahut. Wajahnya terlihat berharap jika Una mengurungkan niatnya. Hal itu malah membuat Una semakin yakin untuk menerima tawaran Naka.

"It is okay Jes, gue sanggup," kata Una dengan lebih yakin. Entah itu halusinasi belaka atau matanya menipu, gadis itu yakin melihat Naka mengangkat sudut bibirnya membentuk seringaian setelah mendengar jawaban Una.

Marya tersenyum puas. "Sekarang kita udah punya ketua dan wakil ketua. Selanjutnya kita pilih sekretaris, bendahara, dan para wakilnya."

Setelah melewati diskusi cukup panjang, akhirnya terpilih lah nama-nama yang akan menjadi pengurus selama empat puluh dua hari ke depan di Desa Tretep, Temanggung. Marya dan Ilham menjadi sekretaris, sedangkan untuk bendahara mereka memilih Jesline dan Agil.

"Semoga KKN kita lancar tanpa ada hambatan," kata Naka. "Nanti kalau ada yang kurang kita bahas aja di grup."

"Siap bos!" jawab seluruh anggota tim serempak.

Bersamaan dengan itu, dosen pembimbing KKN sudah memberi intruksi bahwa kegiatan hari ini telah usai. Sebelum meninggalkan ruangan, mereka saling berjabat tangan. Una menyalami teman-teman barunya satu per satu. Satu tim KKN-nya berjumlah sepuluh orang. Walaupun masih sedikit kaku, ia berusaha sebaik mungkin untuk berbaur dan bersikap lebih santai.

"Una," panggil Naka, lelaki itu berjalan ke arahnya, membuat gadis itu salah tingkah. "Makasih ya udah mau jadi wakil aku, dan good luck for us."

"Oh, ya," jawab Una sedatar mungkin. Tidak mau Naka melihat dirinya salah tingkah ia cepat-cepat meninggalkan ruangan tanpa memerdulikan panggilan lelaki itu.

Apa maksudnya coba good luck for us? Terus pakai senyum segala!

*
*
*

PS: Aku anak Ilmu Perpustakaan btw, siapa tahu, ada yg tersinggung sama PRAKATA kemarin 😦 Ini secuil perasaan yang aku rasain pas KKN kemarin hehe

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top