[1] Masuk Asrama
"Namaku Kitani Yuzuru. Hari ini adalah hari yang paaaling penting dalam hidupku. Karena aku akan RESMI menjadi murid di sekolah bergengsi, AME Academy! Wah! Aku sudah tidak sabaran memulai lembaran baru!"
Seorang gadis cilik berlagak di depan gerbang bak artis yang tengah bermonolog di muka kamera. Seorang pemuda yang berdiri di sampingnya hanya bisa tertawa geli. Sementara dua satpam yang selalu siaga berdiri di balik batas gerbang melongo dengan mulut terbuka.
Pemuda yang mengantar gadis itu ke sekolah pun berpesan. "Mohon maklumi, ya, Pak? Mulai dari sekarang mungkin bapak-bapak sekalian akan sakit kepala melihat tingkah gadis menggemaskan ini."
Gadis cilik itu, pemeran utama dalam cerita ini, Kitani Yuzuru langsung menghadap pemuda itu dengan tangan berkacak di pinggang dan pipi menggembung hingga kemerahan. "Kazu-nii!"
Kakigawa Kazuto mengusap puncak kepala Yuzuru dengan gemas. "Kazu-nii pergi dulu, ya! Jangan buat ulah di hari pertama! Ikutin semua aturan yang ada. Hormatin guru. Moga kamu dapat banyak teman juga. Dan yang terpenting, rajin belajar!"
Yuzuru mundur satu langkah seraya menaikkan pundak, memeluk diri. "Iiih, apaan itu barusan? Simulasi melepaskan anak ke sekolah? Kazu-nii udah berniat nikah muda?" Gadis itu kini mengerutkan wajah. "Uukh, aku harus diskusi sama Kotaro mengenai calon yang akan Kazu-nii bawa ke rumah!"
Tidak adik, tidak kakak, Kazuto langsung menempelengi kepala Yuzuru kala gemas sekaligus kesal dengan sifat jahil gadis itu. "Nyindir! Aku fokus karir sama kuliah dulu! Udah sana masuk!" Pemuda itu menyerahkan case gitar ungu yang sedari tadi di sandangnya.
Yuzuru memeluk gitar baru kesayangannya itu. "Makasih udah jemput-antar, ya, Kazu-nii! Hati-hati baliknya! Titip salam buat rekan-rekan seband dan~ calon kakak ipar!"
Kazuto mencubit pipi Yuzuru sesaat. "Udah dibilang gadis itu bukan pacar!"
Kilas balik, Yuzuru, gadis cilik berusia empat belas tahun itu pergi ke Tokyo demi mengejar cita-cita. Ia diantar orang tuanya ke stasiun kereta, sendirian hingga tiba di ibukota. Setiba di Stasiun Ueno, ia dijemput oleh tetangga yang kuliah di Tokyo. Ralat. Gadis itu disambut hangat oleh Kazuto dan rekan-rekan bandnya yang sangat tertarik bertemu dengan gadis cilik yang diterima di sekolah elit. Setelah perkenalan singkat, Kazuto pamit pada teman-temannya mengantarkan Yuzuru hingga sampai ke gerbang Akademi AME. Seperti saat ini.
Sekarang, saatnya Kazuto pergi. Ia hanya boleh menemani sampai gerbang. Meski begitu ia sangat bersyukur. Dulu Kazuto merasa menyesal telah mengikuti rencana 'licik' gadis itu yang nekat pergi tanpa izin orang tua, berlanjut mendapatkan masalah internal keluarga. Meski begitu ia tidak tega setiap mendengar keluhan gadis kecil yang haus musik. Jika orang tua Yuzuru kalap mata, ia rela berlutut menggantikan gadis itu untuk dimarahi. Kini, justru kegigihan gadis itu yang meluluhkan hati orang tuanya sendiri dan diperbolehkan masuk ke akademi swasta nan bergengsi. Langkah pemuda itu terasa ringan meninggalkan gadis itu di balik punggungnya.
Diam-diam, Yuzuru menundukkan badan pada Kazuto dengan rasa hormat yang sangat besar. Sesaat kemudian gadis cilik itu menaikkan pandangan, melambaikan tangan. Lalu ia memunggungi tas gitar dan menarik koper melewati gerbang Akademi AME.
Seorang satpam dengan ramah mengambil alih koper gadis itu. "Karena asrama perempuan agak jauh, silakan naik buggy cart ini."
Mata serta mulut Yuzuru terbuka lebar. Ia dihadapkan pada sebuah kendaraan yang biasa ia lihat di acara TV olahraga golf. Sudah ada seorang supir yang duduk di bagian kemudi. Satpam meletakkan koper di bangku belakang. Yuzuru duduk di sebelah supir sambil memeluk gitar. Ia pun diantar ke asrama perempuan dengan mobil kecil tersebut.
Selama dalam perjalanan Yuzuru mengagumi keindahan tatanan lingkungan sekolah yang ramah lingkungan. Terutama pohon-pohon sakura yang tengah mekar menghiasi langit biru nan cerah. Bahkan terlihat ada sekelompok siswa yang diperbolehkan melakukan hanami di atas rumput yang tampak sangat terawat.
"Jarak asrama perempuan dengan gedung belajar tidak terlalu jauh. Cukup berjalan kaki enam atau delapan menit." Sang supir membuka suara untuk menghidupkan suasana. "Kalian boleh meminta jasa buggy cart, tapi ada syaratnya. Satu, untuk mengantarkan siswa baru yang membawa barang banyak ke asrama. Dua, siswa yang baru balik bekerja di malam hari. Tiga, mengantar siswa yang sakit. Empat...."
Mereka pun tiba di depan asrama perempuan. Yuzuru tidak langsung turun. "Empatnya apa?" tanyanya begitu penasaran.
Supir yang hendak beranjak dari kendali memasang senyuman ramah. "Disewa untuk acara. Siswa harus minta izin ke bagian properti."
Yuzuru meletakkan gitar di bagian kaki, turun terlebih dahulu, baru menyandang gitar kembali. Sang supir sudah menurunkan koper, meletakkannya dekat gerbang asrama. "Misalnya... pinjam buat dilombakan, boleh?" tanya gadis itu sebelum sang supir kembali masuk ke mobil golf.
Pria berkumis itu tertawa pelan. "Mobil ini tidak bisa ngebut."
Gadis cilik itu pura-pura kecewa. "Yaaa, lebih baik lomba gowes sepeda!"
"Sepeda ada, kok. Bisa dipinjam. Nanti kamu bisa tanya ke Kepala Asrama." Supir itu menaikkan topi sedikit, pamit kembali ke depan gerbang. Ia harus ada di sana untuk membantu siswa baru lainnya yang akan masuk asrama.
Tak mengulur waktu, Yuzuru menarik koper menuju pintu asrama. Dari gerbang hingga balkon gedung itu ada sekitar sepuluh meter. Halamannya luas dihias berbagai macam tanaman berbunga. Dari luar saja sudah tampak asrama ini dikelilingi pagar kokoh setinggi dua meter. Yuzuru mengira akan banyak orang yang akan ditemui, tapi sampai di depan pintu tak ada siapa pun di lantai satu tersebut.
"Halo? Permisi?"
Ada satu ruangan yang dibatasi dengan jendela cukup luas. Dari luar orang-orang bisa melihat ke dalam. Di bawah jendela ada sedikit jarak dengan meja yang bisa menyelipkan tiga atau lima tumpukan buku. Yuzuru mengamati isi ruangan tersebut. Tak ada siapa pun di sana. Ia menyadari adanya bel dan memencetnya sesaat. Tak lama kemudian ada seorang wanita yang keluar dari pintu lain yang ada di ruangan tersebut.
"Selamat siang," sapa Yuzuru dengan sangat sopan.
"Selamat siang. Anak baru?"
Yuzuru mengangguk.
"Saya Shinomiya, Kepala Asrama di sini. Bisa perlihatkan berkas atau ID yang diberikan?"
Yuzuru menyandarkan gitar ke dinding, lalu membuka resleting koper depan. Ia mengambil sebuah map plastik gambar bunga dari sana. Gadis itu meletakkan map di atas meja agar memudahkannya mencari berkas yang diperlukan. Tak lama setelah itu menyerahkan selembar kertas yang menjadi bukti bahwa ia adalah calon murid yang diterima tahun ini.
Wanita itu menerima kertas tersebut, duduk di depan komputer. Terdengar ketikan cepat yang membuat jantung Yuzuru berdebar-debar. Gadis itu berdoa agar mendapatkan teman sekamar yang baik dan penyayang terhadapnya yang doyan kue. Tak berapa lama wanita itu mencetak informasi, beranjak dari duduk dan masuk ke pintu yang tadi ia lewati. Selama menunggu Yuzuru menerka-nerka apa yang ada di balik pintu misterius tersebut. Semua informasi siswa yang tinggal di asrama ini? Atau malah tempat tinggal wanita itu?
Sekitar lima menit menunggu, sang kepala asrama kembali di hadapan Yuzuru. Wanita itu menyerahkan kertas yang tadi Yuzuru berikan beserta sebuah kunci dengan gantungan nomor tercetak. "Ini kunci kamar kamu. Kalau ada kendala, kembalilah ke sini. Aturan asrama telah tercetak di papan dekat ruang makan. Ada juga selebaran aturan yang sudah ditempel di pintu kamar."
Wanita itu menjulurkan leher sedikit. Tatapannya ke tas gitar. "Di asrama, kamu hanya boleh main alat musik di ruang makan. Jika kedapatan laporan melanggar, bisa lihat sanksinya di lembar aturan."
Yuzuru mengangguk dengan patuh. "Baiklah, Ibu Shinomiya. Terima kasih." Ia menyimpan berkas kembali ke koper, tak lupa mengantongi kunci kamar.
"Sudah makan siang?" tanya Kepala Asrama saat Yuzuru menyandang tas gitar.
"Belum, Buk."
"Koki asrama kelebihan memasak kare. Pergilah ke kantin setelah menyimpan barang-barangmu. Satu lagi, makan siang di asrama hanya saat hari libur. Jika hari sekolah, asrama hanya menyediakan sarapan dan makan malam. Pergilah ke kantin asrama pada jam makan. Jika telat dan tak ada sisa makanan...," wanita itu sengaja menjeda untuk membuat Yuzuru cemas. Namun kemudian senyum muncul di wajahnya, "Kamu boleh pakai bahan yang ada dan bebas pakai dapur. Itu pun kalau kamu bisa memasak."
Mata Yuzuru bersinar-sinar. "Waaah!"
Kepala Asrama tertawa kemudian. "Wah, ternyata ada calon penjajah dapur tengah malam. Jangan sampai berisik, ya!"
Yuzuru memberikan hormat. "Terima kasih banyak, Ibu Shinomiya! Saya permisi dulu." Sebelum melangkah, gadis kecil itu menundukkan kepala dengan sopan pada Kepala Asrama. Ia segera menaiki tangga, mengikuti petunjuk panah yang mengelompokkan angka kamar.
Kamarnya ada di lantai tiga. Gadis bertubuh mungil itu harus bersusah payah menaikkan koper ke anak tangga satu per satu. Yuzuru menyerah di saat tiba di lantai dua. Ia pun meninggalkan koper, naik hingga lantai tiga, lalu meninggalkan gitar di sana. Gadis itu turun lagi, menarik koper sampai ke lantai selanjutnya.
"Huft! Kenapa sekolah elit gak punya lift, sih!" keluhnya pelan.
Gadis kecil itu kembali menyandang tas gitar, menyeret koper, menghitung nomor-nomor yang tertera di pintu. "... 18... 17... 16...." Kakinya terhenti di pintu kamar nomor enam belas. Yuzuru merogoh saku hoodie, mengambil kunci kamar, kemudian mencocokkan kunci tersebut ke lubang di bawah kenop. Ceklek. Pintu pun terbuka.
"Permisi...."
Lampu kamar tampak dibiarkan menyala hingga Yuzuru tak takut melangkah masuk. Ia menutup pintu, menarik koper sampai ke tumpukan kardus. Ada tiga kardus dan semua atas namanya.
"Teman sekamarku belum datang, ya?"
Kamar tersebut sudah tersedia dua kasur bersih yang saling berseberangan. Yuzuru memilih kasur sebelah kiri karena tak jauh dari tumpukan kardusnya. Meletakkan koper dan gitar di samping kasur pilihannya. Yuzuru ingin sekali membuka jendela, tapi karena ingin segera mengisi perut, gadis itu hanya menyibak gorden agar cahaya matahari menerangi kamar. Dengan begitu ia bisa mematikan lampu.
Sebelum pergi, ia mengambil tas kecil yang ia simpan dalam koper. Mengisinya dengan hape, dompet uang dan dompet kartu. Setelah itu ia kembali keluar, mengunci kamar, dan menyimpan kunci ke tas sandangnya. Saat hendak turun ia berpapasan dengan dua perempuan. Tak tahu apakah mereka senior atau anak baru, Yuzuru tetap menundukkan kepala dengan sopan. "Selamat siang!"
"Siang!" jawab keduanya dengan nada santai.
Setelah dua gadis itu melewatinya, barulah Yuzuru bergerak cepat menuruni tangga. Dalam sekejap ia sudah kembali ke lantai satu, mencari keberadaan dapur hanya dengan mengandalkan indera penciuman. Tak banyak yang ada di kantin. Bisa dihitung jari. Sekitar lima orang.
Yuzuru langsung ke meja pemesanan, mengamati gerak-gerik koki dengan menjinjitkan kaki.
Seseorang pun menyadari kehadirannya. "Selamat siang. Menu hari ini kare udon."
Jari telunjuk Yuzuru naik. "Satu porsi cukup besar ya, Kak!"
Wanita muda itu terpegun, kemudian terkekeh pelan. "Baiklah, Dik!" Ia mengambil piring dan memenuhkannya dengan nasi serta kare sesuai porsi orang dewasa. Jika gadis kecil itu tidak bilang 'porsi besar', kemungkinan ia akan menyerahkan dengan porsi setengahnya. "Silakan dinikmati, Dik!"
"Terima kasih, Kak!" jawab Yuzuru riang seraya hati-hati membawa piring dari meja pesanan. Gadis itu langsung mengambil tempat duduk terdekat, segera menyantap makan siangnya. Satu suapan mengingatkan diri bahwa ia kini harus mandiri. Selama mengunyah, ia menatap sekitar. Kini kantin hanya diisi tiga orang dan duduk terpisah-pisah. "Yang lain pada ke mana, ya?"
"Di hari libur tentu saja murid-murid pada pulang. Yang makan di sini hanya mereka yang tetap tinggal di asrama karena kampung halaman sangat jauh." Seorang gadis menjawab pertanyaan Yuzuru. Ia membawa dua gelas berisi air putih, meletakkannya di atas meja, menyerahkannya satu di dekat piring kare. "Air minum bisa diambil sendiri. Karena aku tak tahu kesukaanmu, kubawakan air putih saja."
Yuzuru langsung mengangguk sopan. "Terima kasih, Kak!"
"Kamu langsung tahu aku senior? Bisa saja aku anak baru yang sudah datang lebih dulu darimu." Gadis itu tengah menguji kepekaan anak baru.
Yuzuru terkekeh pelan. "Benar juga, ya? Karena aku anak baru, di mataku semuanya senior."
Gadis itu turut tertawa. "Aku Hayami Mion, kelas 3-A."
"Salam kenal, Kak. Aku Kitani Yuzuru. Kelas belum tahu."
Mion mengangguk sekali. "Kelas baru dibagikan setelah acara penyambutan siswa." Gadis itu menunjuk ke sisi kiri Yuzuru. "Aku duduk di sebelahmu, ya?"
"Silakan."
"Ah, tapi aku ambil makanan dulu." Hayami Mion melenggang ke meja pemesanan. Menerima seporsi kare dan kembali ke meja Yuzuru tempati. Ia duduk di samping anak baru tanpa rasa canggung.
Yuzuru merasa nyaman bicara dengan kakak kelas itu. Parasnya ayu dan tampak ramah tanpa kepalsuan. Banyak hal yang mereka bicarakan sambil menghabiskan makan siang. Mion juga memetakan denah akademi secara verbal dengan sederhana dan mendetail. Juga mengingatkan beberapa aturan asrama yang tampak sepele tapi tidak boleh dilanggar. Yuzuru jadi banyak belajar mengenai akademi walau belum seharian menetap. Ia juga mendapatkan nomor kontak seorang senior yang menjanjikannya bantuan jika menghadapi kesulitan.
Sayangnya Mion tidak bisa mengajak Yuzuru berkeliling asrama maupun ke berbagai fasilitas umum yang ada di lingkungan akademi. Gadis itu pamit undur diri untuk berlatih akting di kamar. Yuzuru keluar dari kantin dengan perut kenyang. Namun rasa penasarannya belum 'kenyang' sama sekali. Ia ingat kata supir buggy cart, lalu menghampiri meja resepsionis asrama.
"Ada apa?" tanya Kepala Asrama.
"Apa saya boleh pinjam sepeda?"
Writer's Corner
Konnichiwa, halooo!!!
Yang baru di lapak aku, salken! Aku ALana!
Buat yang udah langganan baca karyaku, hisashiburi!!!
Terima kasih buat kalian yang sudah mampir di lapak baruku! Semoga kalian betah baca cerita²ku!
Troupe Class merupakan seri Akademi AME pertama, langkah awal Yuzuru dalam menggapai impian sebagai idola.
Mungkin bagi teman-teman pembaca lama berpikir akan sama dengan versi fanfiksi. Bisa dibilang semua dirombak 90% karena aku memberikan nuansa baru terlepas dari latar fanfiksi. Yang aku pertahankan hanyalah nama² tokoh.
Tulisan ini baru versi pertama, ya! Jadilah proofreader tulisanku dan berikan kesan serta saran kalian di setiap bab. Aku sangat mengharapkan bantuan teman² sekalian agar karya ini jadi lebih baik lagi!
Onegaishimasu!
Baca juga cerita Yuzuru di lapak sebelumnya, Yume Ga Kanau Made!
Dukung aku dengan vote-komen
(*ゝωб*)b
AYO KEJAR TARGET FOLLOWER SAMPAI 800! (〃∀〃)ゞ
Kepoin aku di instagram @/koifumi_ atau Twitter @/alanadesu ❀(*'▽'*)❀
Sore de wa minasan, mata ne!
Ps. Lapak ini update 1x seminggu!
Yoroshiku onegaishimasu!
Penulis,
ALana
12/12/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top