2| Alien itu Kelaparan!
“Lu laper apa doyan?!”
Kepalaku geleng-geleng lihat makhluk biru pucat ini makan begitu lahapnya. Lebih mencengangkan lagi Ibu yang malas masak malam-malam malah mau aja masakin nasi goreng buat si alien pucet ini! Spesial lagi, pakai potongan sosis sama bakso! Kebangetan! Aku aja yang notabene sebagai anak kandung kalau lapar tengah malam gak pernah dibuatin nasi goreng. Pasti Ibu bakal nyuruh, “Bikin mi sana!”
Yaa lagi ngapain juga perut ngereog malam-malam? Cacingnya aktif malam kali, yak?
“Scsbdjfisu—”
“Makan aja lu, bawel!” ketusku pada si biru pucat yang makan sambil berkomat-kamit tidak jelas.
“Mil, kan kamu juga dapat seporsi.” Ibu menyuguhkan segelas susu dingin favoritku ke si Alien!
“Ibu!” Aku protes berat.
Ibu berdesis menyuruhku diam. Memang Ibu membuatkan nasi goreng dalam jumlah cukup banyak—tapi porsi paling gede dikasih ke si Alien—biar si makhluk pucat itu gak curiga sama masakannya. Beliau buat banyak dan dikasih ke aku, suruh aku makan duluan, pertanda masakannya aman buat disantap.
Waktu Ibu menyajikan nasi goreng di hadapannya dia ogah-ogahan terima, padahal perutnya kreok-kreok mulu! Dia ngira Ibu mau meracuninya, apa?
Aku sih langsung aja gas menyendok nasi goreng—yang aslinya agak keasinan tapi aku tahan biar si Alien mau makan. Benar aja, aku makan, dia baru mulai makan. Awalnya sesendok, terus tangannya tanpa jeda membawa nasi ke mulut, bahkan dia hampir saja menggigit tepi piring!
“Eh, kamu juga bawel, kasih dikit pelit banget!” Ibu tersenyum ke si Alien. “Makan yang banyak, ya! Ini susu, itu… air yang diperas dari binatang. Pasti sama lah ya kayak di planet kamu.”
Alien lebih sibuk makan ketimbang membalas percakapan.
Aku kembali menggerutu. “Setidaknya bilang terima kasih, napa?! Bersyukur lu dipungut sama Ibu! Kalau enggak udah kelaparan kamu di luar sana. Paling parah udah aku gebukin, aku laporin ke Pak Kades! Udah masuk labor buat dibedah, lu!”
Si Alien berhenti mengunyah. Dia terdiam. Kupikir dia mengerti ucapanku, terus minta maaf atas perbuatan sengaknya tadi, dan bilang terima kasih udah diajak masuk sebagai tamu. Rupanya dia malah ambil susu, diteguk sampai habis!
“Kebangetan dah ni alien!”
“Wajar lapar, Mil, datang jauh-jauh dari planetnya pasti kehabisan bekal.” Ibu terlihat sok tahu dengan keadaan si Alien. “Kalau mau tambah, bisa Ibu buatkan lagi. Makan sampai habis, ya?”
Aku memajukan bibir, membeokan ucapan Ibu barusan. Saking kesal rasanya tenagaku terkuras lebih. Terpaksa aku diam buat menyantap nasi goreng spesial asin buatan Ibu. Sampai piringku licin, kutengok si Alien malah ketiduran! Kepalanya udah di atas meja. Pipi belepotan sisa makanan! Mulut mangap-mangap! Ngorok pula!
Ibu berbisik di sebelahku, “Bantu Ibu angkat dia ke kamar kakek.”
“Ogah! Biarin aja dia ketiduran di sini.” Aku bersungut membawa semua peralatan makan di atas meja untuk dicuci. Iseng, aku berbalik, kutendang kaki kursi si Alien. “Enak makan aja lu!”
Si Alien tersentak dengan mata masih menyipit.
“Milestaaa!” Suara Ibu langsung memekakkan telinga. “Kamu itu kebangetan! Gak boleh kasar sama tamu.”
Ibu lebih khawatir sama si makhluk jadi-jadian ketimbang nyawanya yang padahal diancam sama si Makhluk Ajaib satu ini. Kita kan gak tahu alien itu bawa penyakit atau virus? Tak bahaya tah kontak langsung sama makhluk asing?
Ibu duduk di sebelah si Alien, pegang pundaknya hati-hati. “Ada satu kamar kosong. Udah Ibu bersihin setiap hari, jadi nyaman kamu tidur di situ. Besok pagi baru cerita.” Ibu membantu si Alien berdiri, dipapah saat berjalan. Jalan si Alien sempoyongan, beneran ngantuk tuh anak!
Aku mulai gak peduli, lanjut mencuci piring.
“Assalaamualaikumwarahmatullah…” Aku menyelesaikan salat subuh dengan salam dua kali. “Alhamdulillah…”
Rasanya semalam kayak mimpi. Kek gempa, trus tiba-tiba bola gede hantam belakang rumah. Makhluk pucet biru koar-koar gak jelas, tapi akhirnya bisa ‘bicara’ pakai bahasa kita… tapi, tapi, malah langsung cari ribut! Mau hancurin Bumi?! Trus dia malah seenaknya makan nasi goreng porsi gede! Malah gak tahu diri gak cuci piring habis makan! Tidurnya ngorok sampai kedengeran keluar—ke kamarku malah!
“Alhamdulillah…”
Aku merasa bersyukur pagi ini suasana tenang, damai abis salat. Si Alien juga gak ngorok lagi. Sayup-sayup aku juga bisa dengar suara Ibu mengaji. Suara ayam berkokok, dengungan jangkrik di luar sana… aaah… pokoknya menenangkan hati.
Brakkk!
“Gek da, Pribanstra! Vroush xa! Kreeeyaa!!”
“Bangeekkk!”
Gongdok sumpah gua sama tu alien! Hilang sudah ketentraman hatiku nan hakiki tadi! Tanpa babibu, kuangkat rok mukena, kaki melangkah besar-besar keluar kamar. Si Alien sudah mengamuk lempar barang di ruang tengah sambil komat-kamit pakai bahasa planetnya.
“Heh, diam, bangek!!”
Dia memelototiku, meloncat mundur, meraih vas bunga kayu lalu disodorkan ke arahku. “Dreya? Dreya?!”
“Dreya, dreya, pala kau!” geramku kesal. “Pakai lagi sana alat canggih lu itu! Gak ngerti bahasa planet lu, sumpah!” Aku menunjuk-nunjuk dia lalu ke telinga sendiri berharap dia mengerti mau tenang, balik ke kamar untuk pakai earphone canggihnya itu.
Ibu keluar dari kamar. “Ada apa? Kamu mimpi buruk?” Tanpa takut beliau mendekati si Alien.
Beda sikap, Si Alien terlihat ‘jinak’ sama Ibu. Nada suaranya tidak meninggi kayak semalam. “Dreya? Dreya?” Ia masih menunjuk-nunjuk ke arahku.
Ibu kelihatan bingung. Sama lah! Aku juga gak ngerti dreya apaan! Tapi Ibu langsung terlihat mengerti dengan respon, “Ooh,” beliau menunjukku, “dia Mil… Milesta… semalam,” Ibu memperagakan sedang menyuap ke mulut, “makan sama kamu,” terakhir nunjuk ke si Alien.
“Oh!” Aku baru mengerti kenapa si Alien kaget melihatku. Aku sontak buka mukena. “Haha… masa kaget lihat orang pake mukena?”
Raut wajahnya kelihatan lega banget begitu udah sadar kalau orang dibalik kain panjang itu aku, anak yang hampir adu jontos sama dia semalam. “Hooo… sevha sevha—JA!!!”
Aku gak sengaja mundur pasang kuda-kuda seketika dia berteriak. Si alien juga menjauh dari Ibu, menyodorkan vas bunga ke hadapan beliau. Kupikir seporsi nasi goreng udah cukup melunakkan sikapnya, ternyata gak mempan! Benar-benar gak sopan ni anak sama orang tua! Bangek!
Si Alien mulai lagi pakai bahasa planetnya yang sama sekali gak kami mengerti. Dari ekspresi sih kayaknya dia protes banyak hal. Mungkin karena masakan Ibu semalam atau udah tidur di kasur yang udah gak empuk. Tapi ya kataku kasur mendiang Engkong sih masih bagus buat ditidurin. Kadang aku juga suka ketiduran di kamar Engkong sehabis baca buku-bukunya.
Aku menghampiri Ibu dengan mukena terjuntai di leher, berbisik. “Mil cariin dulu alat penerjemahannya. Sumpah gak ngerti dia ngomong apaan.”
Ibu mengangguk. “Buruan gih, Mil. Otak Ibu juga udah keriting dibuatnya.”
Aku langsung masuk ke kamar kakek, sementara Ibu dengan caranya sendiri menenangkan si Alien yang mengamuk. Ternyata earphone-nya terletak begitu aja dekat bantal. Kupungut, kubawa keluar, kusodorin langsung ke telinga si Alien. Anak itu agak terkejut, memegang telinga yang sudah terpasang earphone. Aku mundur, berdiri di sebelah Ibu.
“Gimana, udah ngerti bahasa kami?” tanyaku.
Alien itu termangu. “A-ah…” Dia terdiam, tertunduk, memegang alat penerjemahan, lalu melihat kami lagi.
“Di luar matahari akan terbit. Ibu akan membuatkan sarapan.” Ibu berusaha membujuk dengan nada bicara perlahan. Beliau menunjukku, “Mil juga siap-siap berangkat sekolah. Selama itu… apa kamu mau bercerita? Ibu akan mendengarkan cerita kamu sampai bisa datang ke sini. Bagaimana?”
“Nama,” tanyaku tegas. Ibu mencubit pelan lenganku, tapi aku tidak peduli. Aku menunjuk diriku sendiri. “Aku, Milesta. Panggil Mil aja.”
Aku menunjuk Ibu. “Ini Ibuku. Kamu pasti tahu Ibu itu apa, bukan?”
Dia mengangguk. Aku puas hanya dengan itu.
Tanganku menunjuk ke dinding, di sana ada foto kami sekeluarga. “Ayahku kerja, jauh dari rumah. Kakek sudah meninggal.”
Terakhir aku menunjuk kucing yang sedari tadi hanya duduk tenang di sofa buntut. "Miyaw. Binatang. Bukan manusia. Kucing."
Dia mengangguk lagi, tampaknya paham.
"Terus, namamu?" Aku bertanya sembari bersedekap selayaknya bos yang tengah berbaik hati menunggu si karyawan bersuara.
"Aku... ነርሀቿፕጋጎል."
Ya kali bisa baca namanya :v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top