(L) • Hidup •

Angin berhembus perlahan dari arah barat. Mengukir senyum di wajah sesosok pemuda tampan yang mengapung di atas permukaan sungai. Bajunya basah, tapi apa pedulinya. Asal pikirannya tenang, itu sudah lebih dari cukup.

Tentu saja dia tidak sendiri mengikuti arus sungai di tengah hari ini. Ditemani beberapa helai daun serta ranting tak karuan bentuknya, tak lupa bungkusan dan rongsokan limbah yang sedikit merusak pemandangan sekitar.

Pemuda itu tertawa kecil. Peduli apa dia pada sampah apabila dia sendiri telah membuat pemandangan sungai murni tercemar akibat kehadirannya? Bau minyak atau busuk sedikit tentu tidak akan terlalu mengganggu indra penciuman seseorang yang senantiasa tersapu wewangian alam, bukan?

Alam sedang berbaik hati padanya. Tidak pernah terlintas kata bosan di benaknya. Beberapa waktu sekali akan berpapasan dengannya penghuni rimba di sisi sungai. Sebagian menyapanya dengan sambutan yang terlampau meriah, tetapi tentu saja salam hening ialah penyambutan yang paling dia sukai dan harapkan dari semuanya.

Tubuhnya yang terlentang perlahan memutar lantaran sebuah batu di depan menahan tubuhnya berjalan mengikuti aliran semestinya. Kepalanya kini memimpin pasukan pencemar sungai. Matanya melirik jenaka dari ujung ke ujung sungai demi memuaskan rasa penasarannya.

Seekor harimau tampak mengejar rusa dari hutan di kiri. Rusa tersebut berusaha meloloskan diri dengan melompati bongkahan lebar yang ikut tersapu arus sungai. Naas, rupanya bukan batu lompatan 'tuk menuju masa depan yang lebih baik. Melainkan batu lompatan menuju akhir dari hidupnya yang dirasa singkat.

"Lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Aku tau ini bukan peribahasa yang tepat, tapi tak apalah." Dia sekali lagi menutup mata dan mengembangkan senyum. Menunggu dengan antusias apa pun yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah menunggu selama yang dia pikir cukup lama, pemuda itu membuka mata kirinya mengintip bagaimana keadaan di sisinya. Dia yakin harusnya dia sudah melewati buaya ganas yang sibuk memakan rusa tadi.

Kedua alisnya jatuh bersamaan kala menemukan buaya tersebut dengan tenang kembali ke posisinya semula. Seakan mengerami tanah di dasar sungai yang cukup dangkal ini. Raut kekecewaan terpatri sempurna di wajahnya. "Sudah merah begini ...," desisnya saat melihat sisi bajunya yang sudah basah, terkena noda kemerahan anyir.

Tarikan napas terdengar pendengaran. Menghiasi kekacauan yang terus berkoar-koar di sekitarnya. Riak air yang tidak tenang akibat sampah, limbah, dan lain sebagainya. Bunyi kayu berderak memekakkan telinga disertai bumbungan asap yang mulai memasuki jarak pandangnya, membuatnya mengerutkan dahi. "Binatang berkaki dua mana lagi yang kali ini berani sekali menyentuh hutan lindung milik pribadi?"

Meski kepalanya masih dengan tenang berada di permukaan air, tak menghentikan sang pemuda untuk menggelengkan kepala berusaha mengatasi perasaan tidak percaya yang menyerang akal sehatnya. Dadanya yang tertekan oleh air, semakin terasa sesak dengan tambahan emosi yang meluap-luap.

Telinganya menangkap bunyi tak asing. Bunyi yang dia tunggu-tunggu sedari tadi. Suara kecintaannya yang membuat dirinya rela mengapung selama mungkin menikmati seluruh pertunjukan yang disajikan oleh alam untuk seluruh penghuni Bumi. Namun, sayangnya hanya sebagian yang berminat melakukan cuci mata dengan alam sebagai objeknya. Teman-temannya yang lain tentu lebih memilih melihat pertunjukan lain di tengah kota setiap dia memberikan usulan.

Dapat dia rasakan permukaan air yang dia tunggangi saat ini berubah sedikit demi sedikit. Kegembiraan meluap dalam dirinya. Debaran jantung yang menegangkan, perasaan seakan ingin menangis, serta rasa tak sabar menunggu apa yang akan terjadi berikutnya, semuanya seketika hidup padanya.

Ketika kepalanya berhasil mengintip pemandangan indah di bawah sana, tubuhnya tiba-tiba saja berhenti ikut terbawa arus. Kesal dibarengi penasaran, pemuda itu mengangkat kepala, menemukan kakinya tersangkut akar pohon yang tumbuh di dekat sungai.

Tawa membahana mengejutkan teman-teman seperapungannya. Pemuda itu mengubah posisinya menjadi tengkurap dan menarik diri mendekati akar pohon yang menahan tubuhnya terjun bebas menuju maut. "Mungkin lain kali," ujarnya sembari terengah-engah sebelum mengangkat diri ke atas permukaan di tepi sungai. Memastikan tidak ada lagi bagian dirinya yang tertinggal di sepanjang sungai, pemuda tersebut lalu memasuki semak-semak hutan di hadapannya dan mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya.

"Halo, ada laporan pelaku pembakaran hutan lagi~"

"APANYA PEMBAKARAN HUTAN? PASTI KAU LAGI-LAGI MENCOBA MENANTANG MAUT DI SUNGAI DEKAT SANA, 'KAN?!"

"Ahahaha, semangat sekali, ya~ Yah, yang penting sekarang, tolong kirimkan orang-orang ke hutan sebelah barat."

"Hng? Kau sekarang berada di hutan barat?"

"Tidak, aku berada di hutan timur."

"Cepatlah pulang, bodoh."

"Hahaha, baiklah, baiklah. Segera setelah aku mengurus beberapa hal kecil di sini~"

_(May 6th, 2022)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top