10/10
Cahaya pagi mengintip dari balik tirai kamar kalian, membuatmu bergerak di tempat tidur dan mengerang sebelum membuka sedikit matamu, menyipitkan mata dan berkedip berulang kali ketika kau mencoba untuk mengenyahkan rasa kantukmu.
Kau bergerak untuk mendudukkan diri. Helaan napas keluar dari celah bibirmu begitu menyadari bahwa selimut yang semalam kalian pakai kini sudah tergeletak di lantai.
Yah, kau tidak bisa menyalahkan siapa pun karena ini sudah masuk musim panas, dan suhunya terlalu panas untuk kalian bahkan di malam hari. Kau dan Haru tidak akan kepanasan jika saja kalian dapat menyalakan AC, tetapi sayangnya, itu tidak berfungsi tepat ketika musim panas dimulai.
Alasan mengapa Kau dan Haru selalu lupa membeli yang baru masih menjadi misteri bagimu sampai hari ini.
Kau menguap sebentar sebelum menoleh hanya untuk melihat orang yang berbaring di sisi lain tempat tidur. Senyum dengan cepat menghiasi bibirmu ketika kau melihat Haru masih belum membuka matanya.
Kau berbaring kembali, kali ini memposisikan dirimu menghadap ke arah Haru yang masih terlelap. Matamu menelusuri figur indah suamimu, mulai dari rambutnya yang hitam, bulu matanya yang panjang, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tidak akan pernah bosan untuk kau cium. Kau terus menatap Haru hingga matamu berhenti pada perutnya yang kencang. Sejak musim panas telah dimulai, Haru memang tidak pernah memakai kemeja tidurnya ketika dia pergi tidur.
Apakah kau keberatan?
Dan jawabannya, tentu saja tidak.
Kau menyentuhkan jari-jarimu dengan ringan di atas perutnya, dan kau tertawa pelan begitu Haru mengerang dan tangannya menepis tanganmu dengan mata yang masih terpejam.
Tak cukup sampai disitu, kali ini kau bergerak untuk mencium perutnya. Dan tampaknya itu berhasil membangunkan Haru karena pria itu kembali mengerang sebelum membuka matanya.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya serak.
Kau mengangkat kepalamu dan menatapnya yang kini juga tengah menatapmu dengan alis terangkat.
"Tidak ada. Aku hanya sedang mengagumi tubuhmu yang indah, Haruka." jawabmu tanpa dosa.
Haru sedikit memerah, dan kau kembali tertawa dibuatnya. "Selamat pagi, suamiku."
Senyum langka Haru muncul ketika dia melingkarkan lengannya di pinggangmu. "Selamat pagi, Istriku." balasnya lembut.
Ciuman selamat pagi di antara kalian akan terjadi jika saja sesuatu dalam perutmu tidak bergerak dan merusak moment kalian.
"Apakah dia baru saja menendang?" tanya Haru takjub. Iris birunya berkilau ketika dia menatapmu.
Kau terkekeh seraya mendudukkan diri. Tanganmu bergerak untuk mengelus perutmu yang mulai membuncit, "Sepertinya dia tidak suka Ayahnya mencium Ibunya."
Haru merengut sesaat sebelum ikut mengelus perutmu dengan lembut, "Berapa usia kandunganmu?"
"25 minggu."
Haru mengangguk mengerti, "Kalau dia lahir nanti, dia harus jadi perenang sepertiku."
"Kenapa harus?"
"Karena Ayahnya perenang, maka anaknya juga harus jadi perenang. Air pasti akan menyukainya."
Kau tersenyum melihat Haru yang kini beringsut dan menempatkan telinganya di perutmu. Tanganmu otomatis terangkat untuk mengelus surai hitam miliknya dengan lembut.
"Tapi huharap dia tidak menjadi maniak Makarel sepertimu, Haru."
"Ya, kuharap dia menyukai makarel sepertiku. Makarel itu enak."
"Haruka!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top