BAB XXXIII


.

.

.

.

.

Handphone yang Bright belikan untuknya tergeletak di meja dapur ketika Win berjalan keluar dari kamar. Ini ketiga kalinya dalam seminggu ini Bright sengaja meninggalkan benda itu di suatu tempat supaya Win menemukan nya. Kali ini ada kertas berisi pesan yang berada di sebelahnya. Win mengambil kertas itu.

.

Pikirkan bayi kita. Kau butuh handphone ini ketika darurat.

.

Ini adalah tamparan ringan Win tersenyum dan mengambil handphone itu lalu menyimpannya di saku. Bright tak akan menyerah sampai Win menerima benda itu. Hari ini kunjungannya yang ke dua ke dokter kandungan. Win memberitahukan kepada Bright tentang jadwal kunjungannya di kencan ke tiga mereka hari Senin malam kemarin. Bright sudah sangat bertekad untuk mengajaknya kencan sepanjang minggu. Kemarin malam Win sampai harus memohon padanya untuk menghabiskan waktu di rumah dan menonton film saja. Dia sedang menjalankan rencananya. Semua orang di kota sudah tahu bahwa mereka berkencan. Win yakin kalau mereka semua sekarang sudah muak melihat mereka selalu bersama. Win tersenyum lebih lebar lagi karena pemikiran itu.

.

Win mengambil handphone itu dari dalam saku. Tadi malam Win lupa untuk mengingatkan Bright tentang kunjungannya hari ini. Win bisa menelponnya karena sekarang Win punya handphone. Namanya ada di urutan paling atas dari daftar telponku di kelompok 'favorit'. Win tak terkejut dengan hal itu. Bright mengangkat telponnya pada deringan ke tiga.

.

"Hei, aku akan menelponmu kembali," kata Bright dengan nada suara jengkel.

.

"Oke tapi..." Win sedang mulai berbicara ketika dia menutupi ujung telponnya untuk berbicara dengan seseorang di sana. Apa yang terjadi?

.

"Kau baik-baik saja?" Bright membentak.

.

"Ya, aku baik-baik saja tapi—"

.

"Kalau begitu nanti aku telpon kembali," dia menyela sebelum Win menyelesaikan kalimat, lalu Bright menutup telponnya. Win duduk terdiam dan memandangi handphone itu. Apa yang barusan terjadi? Mungkin harusnya Win tadi bertanya padanya apakah dia baik-baik saja. Ketika sepuluh menit kemudian dia masih belum menelpon kembali, Win memutuskan bahwa sebaiknya Win segera bersiap untuk pergi ke dokter. Win yakin Bright akan menelpon kembali sebelum waktunya berangkat nanti.

.

Namun, Satu jam kemudian Bright masih belum menelpon kembali. Win berdebat dalam hati apakah sebaiknya menelponnya atau tidak. Mungkin dia sudah lupa bahwa tadi Win menelponnya. Sebenarnya Win bisa saja meminjam mobil Gigie dan pergi ke dokter. Tapi hari Senin itu ketika Win memberitahunya soal konsultasinya, Bright tampak bersemangat untuk ikut dengannya. Win tak bisa begitu saja meninggalkannya. Win menelponnya lagi. Kali ini telponnya berdering empat kali sebelum diangkat.

.

"Apa?" suara Prim mengagetkan Win. Apa dia sedang di tempat Prim?

.

"Eh, em..." Win tak yakin apa yang harus dia katakan padanya. Win tak bisa memberitahunya soal kunjungan ke dokter.

.

"Apa Bright ada?" Tanya Win dengan gugup.

.

Prim tertawa keras. "Aku tak percaya ini. Dia bilang padamu dia akan menelponmu kembali. Kenapa sih kau tak bisa memberinya sedikit ruang untuk bernafas? Bright tidak suka berurusan dengan orang yang suka menuntut. Dia sedang bersama keluarganya. Ibu dan ayahku sedang ada di sini dan kami sedang bersiap untuk makan siang bersama. Kalau dia sudah siap untuk bicara denganmu, dia akan menelponmu." Lalu dia menutup telponnya.

.

Win duduk terhenyak di kasur. Bright sedang makan siang bersama dengan adiknya, ibunya dan ayah. Apa itu alasannya menutup telpon tadi? Bright tak ingin Win tahu bahwa dia sedang bersama mereka. Makan siang bersama keluarganya lebih penting daripada Win dan bayi mereka. Ini seperti yang Win pikirkan tapi lalu Bright akan bersikap sangat manis dan protektif pada Win. Apa Win bersikap terlalu menuntut? Win bukanlah orang yang suka menuntut sesuatu tapi mungkin juga Win sudah berubah menjadi seperti itu. Benarkah?

.

Win berdiri lalu menaruh handphone itu di atas kasur. Win tak menginginkan benda itu lagi. Suara Prim yang penuh dengan kebencian ketika dia mengatakan pada Win bahwa mereka sedang makan siang bersama dengan ayahnya sudah menghantuinya. Win mengambil dompet. Dia masih punya waktu untuk pergi ke kantor dan meminjam mobil Gigie.

.

Win sudah bercucuran keringat ketika sampai di gedung kantor. Penampilan yang bagus sekali untuk kunjungan ke dokter. Itu sebenarnya tidak terlalu jadi masalah. Itu hal terakhir dari tumpukan masalahnya. Win menaiki tangga dan berpapasan dengan Godji yang berjalan keluar dari pintu.

.

"Kau tidak masuk kerja hari ini," katanya ketika melihat Win.

.

"Ya, memang benar. Aku perlu meminjam mobil Gigie. Aku punya janji dengan dokter di Destin dan...eh...Aku lupa soal itu." Win tak suka berbohong tapi mengatakan pada nya hal yang sebenar nya adalah lebih dari yang bisa dia atasi.

.

Godji memperhatikannya sejenak lalu dia meraih ke dalam saku celananya dan menarik keluar beberapa kunci. "Pakai saja mobilku. Aku akan ada di sini seharian. Aku sedang tidak membutuhkannya."

.

Win ingin sekali memeluknya, tapi tidak dia lakukan. Win tak yakin dia akan senang dengan reaksi tentang pertolongan Godji hanya demi sebuah kunjungan ke dokter. "Terima kasih banyak. Aku akan mengisi bensinnya nanti," Win meyakinkannya.

.

Dia mengangguk dan melambaikan tangannya. Win bergegas menuruni tangga dan masuk ke Cadillacnya untuk menuju ke Destin. Perjalanannya cukup lancar dan Win hanya harus menunggu selama lima belas menit sebelum mereka memanggilnya untuk masuk ke ruang pemeriksaan. Perawatnya selalu tersenyum sembari menarik sebuah mesin dengan layar kecil.

.

"Kehamilanmu baru berusia sepuluh minggu, jadi kita harus melakukan USG supaya bisa mendengarkan detak jantung bayinya. Kita bisa mendengar detak jantung bayi dan juga melihat bayi mungilnya melalui alat itu," jelasnya.

.

Win akan segera melihat bayinya dan mendengar detak jantungnya. Ini nyata. Win sempat membayangkan hal seperti ini beberapa kali, tapi dalam bayangan Win tidak sendirian menjalaninya. Win sempat mengira seseorang akan menemaninya. Bagaimana kalau mereka tidak bisa menemukan detak jantungnya? Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Win tak ingin menghadapinya sendirian.

.

Dokternya masuk ke ruangan sambil tersenyum ramah. "Kau kelihatan tegang. Ini merupakan saat yang membahagiakan. Semua organ vitalmu dalam kondisi bagus. Tidak perlu merasa gugup." dia

meyakinkanku. "Sekarang berbaringlah." Win melakukan seperti yang diperintahkan dan perawat itu menaruh kakinya di sebuah sandaran kaki.

.

"Oke, kita akan mulai. Tenang ya, jangan bergerak," perintah dokter itu. Win menatap layar hitam putih itu, menunggu dengan sabar untuk melihat sesuatu yang menampakkan seorang bayi. Sebuah suara detakan kecil terdengar menggema di ruangan itu dan rasanya seolah-olah jantung Win sendiri berhenti berdetak mendengarnya.

.

"Apakah itu...?" tanya Win, dan mendadak tak mampu berkata apa-apa lagi.

.

"Ya, itu dia. Berdetak dengan bagus juga. Bagus dan kuat," dokter menjawab pertanyaannya.

.

Win menatap ke arah layar dan perawatnya menunjuk sesuatu yang kelihatan seperti kacang kecil. "Ini bayinya. Ukurannya sempurna untuk usia sepuluh minggu."

.

Win tak bisa menelan gumpalan di tenggorokan. Air mata bercucuran di pipi tapi Win tak mempedulikannya. Win hanya berbaring dengan tertegun sambil menatap keajaiban kecil di layar itu sementara detak jantungnya bergema di dalam ruangan. "Kau dan bayimu sama-sama dalam keadaan yang sangat bagus," kata dokter itu sembari menarik alat itu dengan perlahan dan perawat membantu membetulkan jubah rumah sakitku lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Win duduk.

.

"Tetap rutin minum vitamin kehamilan nya dan kembali lagi untuk kunjungan berikutnya empat minggu dari sekarang." Win mengangguk. Win masih merasa terkagum-kagum.

.

"Ini untuk Anda," kata perawat itu sembari menyerahkan beberapa foto kecil dari hasil USG.

.

"Ini untukku?" tanya Win sembari menatap foto bayinya.

.

"Tentu saja," jawabnya dengan nada suara geli.

.

"Terima kasih," kata Win sembari menatap satu persatu dan menemukan kacang kecil itu yang Win tahu hidup di dalam perutnya.

.

"Sama-sama." Dia menepuk lututku pelan. "Sekarang kau boleh berganti pakaian. Hasilnya tampak bagus."

.

Win mengangguk dan mengusap satu lagi air mata yang mengalir jatuh di pipinya.

.

.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top