BAB XX


.

.

.

.

.

Jirayu menelepon untuk memberitahu Bright bahwa kedua sahabat itu pindah ke kondominium di properti klub hari ini. Bright tidak melihatnya sejak insiden di lapangan golf. Bukan karena kurangnya dia mencoba. Beberapa kali Bright telah berusaha untuk menempatkan dirinya di rute pekerjaan Win di klub tapi tidak pernah berhasil. Bright bahkan mampir kemarin tapi Win sudah pulang. Godji mengatakan Win dan Gigie libur jadi Bright menduga mereka pergi untuk melakukan sesuatu bersama-sama.

.

Bright berhenti di apartemen Gigie dan langsung melihat mobil Joss. Apa yang dia lakukan disini? Bright menyentakkan pintu terbuka dan berjalan menuju ke apartemennya ketika dia mendengar suara Win. Berbalik arah, Bright berjalan menghampiri mobil Joss sampai dia melihat Joss sedang bersandar di dinding di samping mobilnya yang dia parkir dan wajahnya terlihat tersenyum saat mendengarkan Win berbicara. Hal itu yang membuat Bright ingin membunuhnya.

.

"Jika kau yakin, aku mengucapkan terima kasih," kata Win pelan seolah-olah dia tidak ingin ada yang mendengarnya.

.

"Positif," jawab Joss saat mengalihkan pandangan matanya lalu bertemu dengan tatapan Bright. Senyum di wajahnya langsung menghilang.

.

Win menoleh melirik lewat bahunya. Wajahnya tampak terkejut saat matanya bertemu dengan mata Bright yang terluka. Mungkin seharusnya Bright tidak berada di sini sekarang. Bright tidak ingin kehilangan itu dan menakutinya tapi Bright benar-benar dekat dengan kemarahan, dia begitu ingin memukul Joss tanpa berpikir. Mengapa mereka berbicara hanya berdua? Apa yang Joss maksud dengan positif?

.

"Bright?" Kata Win, berjalan menjauhi Joss dan mendekatinya. "Apa yang kau lakukan di sini?"

.

Joss tertawa dan menggelengkan kepalanya lalu membuka pintu mobilnya. "Aku yakin dia datang untuk membantu. Aku akan pergi sebelum wajah cemberutnya yang tampak jelek itu membunuhku." Joss pergi. Bagus.

.

"Apa kau disini untuk membantu kami pindah?" Tanyanya, mengamati Bright dengan hati-hati.

.

"Ya," jawab Bright. Ketegangan meninggalkannya saat mesin BMW Joss menyala dan pergi.

.

"Bagaimana kau tahu kami akan pindah?"

.

"Jirayu meneleponku,"

.

Win menggeser kakinya dengan gugup. Bright selalu benci bahwa dia membuatnya gelisah.

.

"Aku ingin membantu, Win. Aku minta maaf tentang Prim pada waktu itu. Aku sudah bicara dengan dia. Dia tidak akan—"

.

"Jangan khawatir tentang hal itu. Kau tidak perlu meminta maaf untuknya. Aku tidak berpikiran buruk terhadapmu. Aku mengerti."

.

Tidak, Win tidak mengerti. Bright bisa melihatnya di matanya bahwa dia tidak memahaminya. Bright mengulurkan tangan dan meraih tangannya. Bright hanya ingin menyentuhnya, entah kenapa. Win gemetar saat jari-jari Bright menyentuh telapak tangannya. Dia menggigit bibir bawahnya, cara yang sama yang selalu Bright inginkan.

.

"Win," kata Bright lalu berhenti karena dia tidak yakin apa lagi yang harus di katakan. Sebenarnya sudah terlalu banyak yang ingin Bright katakan sekarang. Win mengalihkan tatapannya dari tangan mereka ke arahnya dan Bright bisa melihat ada gairah disana. Benarkah? Apakah dia bermimpi melihat itu atau apakah Win... dia benar-benar begitu? Bright menyelipkan satu jari sampai ke telapak tangannya dan membelai bagian dalam pergelangan tangannya. Win gemetar lagi. Sial. Win terpengaruh oleh sentuhan Bright.

.

Bright melangkah lebih dekat dan menjalankan tangannya perlahan-lahan naik ke lengan Win. Bright menunggu Win untuk mendorongnya menjauh dan berharap dialah yang membuat jarak diantara mereka. Namun, ketika tangan Bright sudah cukup tinggi ibu jarinya menyentuh sisi puting dan Win mencengkeram tangannya yang bebas sambil bergidik. Apa-apaan ini?

.

"Win," bisik Bright, menekan punggungnya sampai dia menempel ke dinding bata gedung apartemen dan dada Bright beberapa inci bersentuhan dengan dadanya. Win tidak mendorongnya untuk menjauh dan kelopak matanya tampak sayu saat menatap dadanya. Napasnya berat. Potongan leher pada piamanya yang berwarna biru muda sedikit pucat itu agak rendah memamerkan tepat disana di bawah hidung Bright. Naik-turun seolah-olah itu sebuah undangan. Salah satu hal yang mustahil. Ada sesuatu yang salah disini.

.

Bright meletakkan tangan yang lain di pinggangnya dan perlahan-lahan meluncur turun ke bawah menuju pusat kenikmatan yang tersembunyi di dalam. Win tidak mengenakan celana lain. Kejantanannya keras dan tegak menyembul dibalik bahan tipis piamanya. Bright tidak bisa menghentikan dirinya. Menggeser tangan Win dan menutupi sisi wajah sebelah kanannya lalu meremasn miliknya dengan lembut. Win merintih dan lututnya mulai membuka. Dia membiarkan kepalanya jatuh kebelakang ke dinding dan menutup mata. Bright menahannya dengan menyelipkan kaki diantara kaki Win agar ia tidak jatuh ke lantai. Dengan tangan yang lain, Bright mimilin putingnya dan menjalankan ibu jariku di atas putingnya yang keras.

.

"Oh Tuhan, Bright," erangnya, membuka sedikit matanya dan menatap Bright dari balik bulu mata yang begitu lentik. Sial. Bright berada pada suatu bentuk siksaan dari surga. Jika ini adalah mimpi lain, Bright akan marah. Rasanya terlalu nyata.

.

"Apakah rasanya nikmat, Win?" Tanya Bright, sambil menurunkan kepala untuk berbisik di telinganya.

.

"Ya," desahnya, Win meleleh turun lebih jauh ke lutut Bright. Ketika pusatnya yang hangat menempel di kaki Bright ─tampak berkedut, Win tersentak dan mencengkeram lengannya lebih keras. "Ahhhh," dia berteriak. Bright akan datang juga di celananya. Dia belum pernah merasa begitu terangsang selama hidup. Sesuatu yang berbeda. Ini tidak sama.

.

Bright hampir putus asa. Dia bisa merasakan ketakutan Win namun kebutuhannya lebih kuat. "Win, katakan padaku apa yang kau ingin aku lakukan. Aku akan melakukan apapun yang kau butuhkan," Bright berjanji padanya, mencium kulit lembut di bawah telinganya. Aromanya begitu menyenangkan. Bright meremaa kejantanannya dengan tangan lagi dan Win menghembuskan rintihan untuk memohon. Win nya yang begitu mais ini sangat terangsang. Ini nyata. Ini bukan mimpi sialan. Brengsek.

.

"Win!" Panggilan melengking dari suara Gigie seperti seember air es disiramkan di atas Win. Dia menegang kemudian berdiri tegak melepaskan tangannya dari lengan Bright dan bergeser menjauh. Dia tidak mau melihat ke arah Bright.

.

"Aku...uh...Maafkan aku. Aku tidak tahu..." Win menggelengkan kepalanya dan bergegas pergi menjauh. Bright mengawasinya sampai dia di pintu dan Gigie berbicara padanya dengan tegas. Win mengangguk. Setelah mereka masuk ke dalam, Bright menghantamkan kedua tangan ke dinding bata dan menggumamkan serangkaian kutukan sementara dia berusaha mati-matian untuk mengontrol amarah yang begitu keras.

.

Setelah beberapa menit pintu terbuka lagi dan Bright berpaling lalu melihat Jirayu berjalan keluar. Dia melihat ke arah Bright dan bersiul pelan. "Sialan man, Kau bertindak begitu cepat." Bright bahkan tidak menanggapi hal itu . Dia tidak tahu apa yang ia bicarakan. Win begitu kelaparan akan sentuhannya. Win bahkan tidak mendorongnya menjauh. Dia hampir memohon meski tanpa kata-kata. Rasanya tidak masuk akal tapi Metawin menginginkan dirinya. Tuhan tahu Bright menginginkan dia. Bright selalu menginginkannya, selalu.

.

"Ayolah. Kita memiliki sofa untuk dipindahkan. Aku butuh bantuanmu," kata Jirayu, menahan pintu terbuka.

.

.

.

.

.

[a/n : si Bret ya, main nganu aja ni bocah. Astagaaa... udah, good night ya, semoga suka. Salam sayang!! Badut]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top