BAB XLI


.

.

.

.

.

Win belum lama tertidur saat telepon berdering. Saat ini masih tengah malam dan hanya beberapa orang yang memiliki nomor ponselnya. Perutnya melilit saat meraih ponsel. Itu dari Bright.

.

"Halo," kata Win hampir takut pada apa yang akan ia katakan pada Win.

.

"Hei, ini aku." Suaranya seperti ia baru saja menangis. Ya Tuhan... tolong jangan biarkan Prim meninggal.

.

"Apakah dia baik-baik saja?" tanya Win, berharap kali ini Tuhan benarbenar mendengar doa Win.

.

"Dia akhirnya bangun. Dia sedikit bingung tapi dia mengenaliku saat dia membuka mata jadi memorinya baik-baik saja."

.

"Oh terima kasih Tuhan." Win duduk di ranjang dan memutuskan bahwa Win perlu berdoa lebih sering.

.

"Maafkan aku, Win. Aku benar-benar minta maaf." Suaranya serak. Win dapat merasakan rasa sakit dalam kata-katanya dan Win tak perlu menanyakan apa maksudnya. Ini saatnya. Ia hanya tak dapat mengatakannya.

.

"Tak apa-apa. Rawat saja Prim. Aku benar-benar bahagia dia baik-baik saja Bright. Kau mungkin tak percaya itu tapi aku mendoakannya. Aku ingin dia baik-baik saja." Win perlu Bright mempercayainya. Bahkan jika tak ada cinta antara Prim dan Win, Prim penting untuknya.

.

"Terima kasih," katanya. "Aku akan pulang. Aku akan berada di rumah tak lebih dari besok malam."

.

Win tak yakin apakah ini artinya ia ingin Win sudah pergi pada saat ia datang atau apakah ia ingin berpamitan secara langsung. Lari akan jauh lebih mudah. Tak harus berhadapan dengannya. Ini sudah cukup menyakitkan lewat telepon. Melihat wajahnya akan sangat sulit tapi Win tak dapat membiarkannya menghancurkannya. Win memiliki bayi mereka untuk dipikirkan. Ini bukan hanya tentangnya lagi.

.

"Aku akan menunggumu kalau begitu," jawab Win.

.

"Aku mencintaimu." Mendengar kalimat itu lebih menyakitkan dari apapun. Win ingin mempercayainya tapi itu tak cukup. Rasa cinta yang mungkin ia rasakan pada Win tidaklah cukup. "Aku juga mencintaimu," Win menjawab dan menutup telepon sebelum Win bergelung dan menangis sampai tertidur.

.

Bel pintu berdering saat Win baru saja keluar dari kamar mandi. Win meraih pakaian yang telah dia siapkan dan segera berpakaian sebelum mengeringkan rambut dan segera ke lantai bawah. Saat Win membuka pintu dan melihat ayahnya berdiri di sana Win tak yakin harus berpikiran apa. Apakah Bright mengirimnya untuk mengusirnya? Tidak. Bright tak mungkin melakukannya. Tapi kenapa ia di sini?

.

"Hey, Win. Aku, uh, datang untuk berbicara padamu." Ia terlihat seperti sudah tak tidur selama beberapa hari dan pakaiannya kusut. Melihat putri yang benar-benar ia cintai di rumah sakit pasti sangat berat untuknya. Win membuang jauh-jauh perasaan pahit itu. Win tak akan berpikiran tentang itu. Ia adalah ayah Prim juga. Setidaknya ia ada untuknya sekarang bahkan jika ia mengacaukan hidup Prim di awal kehidupannya.

.

"Tentang apa?" tanya Win, tanpa bergerak untuk mengijinkannya masuk. Win tak yakin ingin mendengar apapun yang akan ia katakan.

.

"Ini tentang Prim...dan kau."

.

Win menggelengkan kepala. "Aku tak peduli. Aku sedang tidak ingin mendengar apapun yang akan kau katakan. Putrimu sudah bangun. Aku senang ia tidak meninggal." Win mulai menutup pintu.

.

"Prim bukanlah putriku," katanya. Hanya kata-kata itu yang menghentikan Win dari membanting pintu di depan wajahnya. Win membiarkan kata-katanya terserap di kepala saat Win membuka pintu kembali secara perlahan. Apa maksudnya Prim bukanlah putrinya?

.

Win hanya menatapnya. Semua ini tak masuk akal. "Aku ingin mengatakan padamu yang sebenarnya. Bright akan mengatakannya pada Prim saat dia sudah siap. Tapi aku ingin menjadi yang mengatakannya padamu."

.

Apa yang Bright ketahui? Apakah ia telah membohongi Win lagi? Win tak yakin Win bisa bernapas. "Bright?" tanya Win, sambil berjalan mundur jika seandainya Win tak dapat menarik napas dan pingsan. Win butuh untuk duduk.

.

"Aku mengatakan segalanya pada Bright kemarin. Dia juga telah dijejali kebohongan yang sama dengan yang kau tahu tapi ia tahu yang sebenarnya sekarang."

.

Kebenaran. Apakah kebenaran itu? Apakah ada kebenaran itu atau semua keberadaannya adalah kebohongan? Win terduduk di anak tangga dan menatap ke arah lelaki yang dia pikir adalah ayahnya saat ia melangkah ke dalam dan menutup pintu di belakangnya.

.

"Aku selalu tahu Prim bukanlah putriku. Lebih penting lagi, ibumu tahu Prim bukanlah putriku. Kau benar, ibumu tak akan pernah mengijinkanku meninggalkan tunanganku yang hamil dan lari

bersamanya. Tidak untuk apapun. Ia hampir tidak membiarkanku meninggalkan mantan kekasihku yang hamil dengan anggota SS yang lain karena ia khawatir pada apa yang akan terjadi pada Bright. Hatinya memang sebesar yang kau tahu. Tak ada satupun yang kau tahu adalah kebohongan, Win. Tak ada satupun. Dunia yang kau tahu bukanlah sebuah kebohongan."

.

"Aku tak mengerti. Aku tahu ibu tidak berhubungan dengan semua ini. Aku tak pernah mempertanyakan hal itu. Tapi aku tak mengerti. Jika kau bukanlah ayah Prim, mengapa kau meninggalkan kami untuk mereka?"

.

"Aku bertemu ibumu saat mencoba membantu mantan kekasihku menghadapi masalah yang baru saja menimpanya. Ibumu datang untuk membantu temannya juga. Kami berdua peduli pada Davika. Dia membutuhkan kami dan kami mencoba untuk membantu. Tapi saat Davika sering keluar untuk berpesta dan bersikap seakan ia tak punya anak lelaki kecil untuk di rawat di rumah dan kehamilan yang tidak ia pedulikan, aku jatuh cinta pada ibumu. Dia adalah segalanya yang tidak ada pada Davika. Aku memujanya, dan untuk apapun alasannya, ia jatuh cinta padaku. Saat kami pergi, Sunny datang untuk mengambil Bright dan Pang, vokalis utama mereka ayah kandung Prim, hadir untuk menawarkan bantuannya. Davika mengetahui tentang Nittha dan aku. Dia mengusir kami dan kami dengan senang hati pergi dari rumah itu. Ibumu mengkhawatirkan Bright dan menghubungi Sunny untuk menengoknya sesekali."

.

"Ibu mengenal Bright?" Membayangkan ibu merawat Bright saat ia masih kecil dan terjebak dengan dua orang tua yang kacau membuat air mata Win berkembang. Bright mengetahui bagaimana menakjubkannya ibunya dulu bahkan jika ia tidak ingat.

.

"Yeah. Bright memanggilnya Mae. Ia lebih memilih ibumu daripada Davika dan itu tidak membuat Davika senang juga. Setelah Davika berhasil mendapatkan Bright kembali, ia menolak mengijinkan ibumu menengok Bright. Ibumu menangis berminggu-minggu, mengkhawatirkan anak lelaki yang mulai ia cintai. Tapi itulah ibumu. Selalu terlalu menyayangi segala sesuatunya. Ia memiliki hati yang lebih besar dari siapapun yang pernah aku kenal... sampai kau. Kau sama sepertinya, sayang."

.

Win mengangkat tangan untuk menghentikannya. mereka tak akan terikat hanya karena ini. Win bukan menangis karena tahu ibunya tak bersalah atas kebohongan yang dia dengar sebelumnya. Win menangis karena ia juga pernah mencintai Bright, masa kecil Bright tidaklah kesepian.

.

"Aku hampir selesai. Biar aku selesaikan, lalu aku akan pergi dan kau tak akan pernah melihatku lagi. Aku berjanji."

.

Ia tahu Win akan pergi juga. Bahwa semua antara Bright dan Win telah usai. Rasa sakit yang menusuk di dada Win nyaris tak tertahankan.

.

"Kematian Tine adalah kesalahanku. Aku menerobos lampu merah. Aku tak memperhatikan dan kehilangan satu di antara malaikatku hari itu. Tapi aku juga kehilanganmu dan ibumu juga. Kalian

berdua amat sangat terluka dan itu semua salahku. Aku tak cukup kuat untuk melihat kalian berdua mengalami rasa sakit itu. Jadi aku lari. Aku membiarkanmu merawat Nittha saat seharusnya itu tugasku untuk merawatnya tapi aku terlalu lemah. Aku tak bisa bertahan memikirkan melihat Nittha-ku sakit. Itu akan menghancurkanku. Aku mulai minum sampai mabuk. Itu adalah satu-satunya cara agar aku tetap mati rasa. Lalu kau menelpon dan mengatakan ia telah meninggal. Nittha-ku tak lagi ada di dunia ini. Aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Prim tentang ayah kandungnya dan aku akan pergi. Aku tak yakin akan pergi kemana tapi aku tak peduli jika hidup atau mati. Lalu kau menelponku dan membutuhkanku. Aku bahkan bukan seorang ayah yang baik. Aku tidak berguna. Tapi aku tak bisa membuatmu kecewa. Aku telah membuatmu sangat menderita seorang diri. Aku mengirimmu pada Bright. Dia bukanlah tipe seorang laki-laki yang ku harapkan kau akan bergaul dengannya tapi aku tahu dia akan melihat sesuatu padamu seperti aku melihat sesuatu pada Nittha. Sebuah garis hidup. Sebuah alasan untuk hidup. Sebuah alasan untuk melawan. Sebuah alasan untuk berubah. Dia kuat. Dia dapat melindungimu dan aku tahu apabila terdesak ia akan melakukannya."

.

Semua ini terlalu berat. Win tak dapat menalarkan semuanya. Ayah telah mengirimnya ke Bright? Seorang lelaki yang mencintai adik perempuannya yang membenci Win dan menyalahkannya untuk semua yang salah di hidupnya?

.

"Dia dulu membenciku," Win memberitahunya. "Dia dulu membenci siapa aku."

.

Ayah tersenyum sedih. "Ya, dia membencimu berdasarkan apa yang ada di pikirannya, tapi lalu dia bertemu denganmu. Dia ada di sekitarmu dan hanya itulah yang dibutuhkan. Orang sepertimu

sangatlah jarang, Win. Sama seperti ibumu dulu. Tak banyak manusia di dunia ini yang sekuat dirimu. Penuh dengan rasa cinta dan kesediaan untuk memaafkan. Kau selalu iri dengan cara Tine mempesona dimanapun. Kau berpikir ia mendapatkan yang terbaik dari kalian berdua. Tapi apa yang Tine ketahui dan Win ketahui adalah bahwa kami yang beruntung karena kami memiliki orang-orang sepertimu dan ibumu di hidup kami. Tine memujamu. Dia melihat bahwa kaulah yang mempunyai semangat ibumu. Kami selalu memandang kagum pada kalian berdua. Sampai sekarang pun aku masih dan walau apapun yang telah aku lakukan adalah melukaimu sejak hari kita kehilangan saudaramu, aku mencintaimu. Aku akan selalu mencintaimu. Kau adalah malaikat kecilku. Kau pantas mendapatkan yang terbaik di dunia ini dan aku bukanlah yang terbaik. Aku akan menjauh dan tak akan pernah mengganggumu lagi. Aku perlu untuk hidup berkelana di sisa hidupku seorang diri. Mengingat semua yang telah kulakukan."

.

Rasa duka di matanya mengiris jiwa Win. Ia benar. Ia meninggalkan Win dan Ibu saat mereka benar-benar membutuhkannya. Tapi mungkin mereka menelantarkannya juga. mereka tak mengejarnya. mereka hanya membiarkannya pergi. Hari dimana mereka kehilangan Tine telah menandai hidup mereka. Ibu dan Tine telah pergi sekarang dan mereka tak akan bisa mendapatkan mereka kembali. Tapi mereka disini. Win tak ingin hidup dengan mengetahui ayahnya di luar sana seorang diri.

.

Ibu Win tak akan menginginkan itu. Ia tak pernah menginginkan ayah seorang diri. Ibu mencintainya sampai ia menarik napas terakhirnya. Tine tak menginginkan itu. Ia selalu menjadi putranya ayah. Win berdiri dan mengambil langkah mendekatinya. Air mata yang tertahan di matanya pelan-pelan mengalir turun di wajahnya. Ia adalah lelaki yang berbeda tapi ia adalah ayahnya. Sebuah isakan keluar dari dada Win dan Win melemparkan diri ke pelukannya. Saat ia merangkul dan memeluk erat Win membiarkan semua rasa sakit itu terbebas. Win menangis untuk kehidupan yang mereka sia-siakan.

.

Win menangis untuknya karena ia tak cukup kuat dan Win menangis untuk dirinya sendiri karena memang sudah saatnya.

.

.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top