BAB VII
.
.
.
.
.
Papan kayu retak di bawah kaki Win kala dia melangkah kembali ke teras depan rumah Granny. Membiarkan pintu kasa menutup dengan suara keras di belakang sebelum teringat bahwa pintu itu sudah tua dan kelihatan sudah lama berkarat. Win menghabiskan banyak waktu masa kecil di teras depan ini mengupas kacang polong dengan Luke dan Granny. Win tidak ingin dia marah padanya. Namun, memikirkan hal itu membuat berutnya bergejolak.
.
"Duduklah Win dan berhenti menatap seperti kau bersiap untuk menangis. Tuhan tahu aku mencintaimu layaknya kau cucuku sendiri. Kupikir kau akan menjadi salah satunya suatu hari nanti." Granny menggelengkan kepalanya. "Bocah bodoh tidak bisa mengatasinya bersama-sama. Aku berharap dia akan menyadarinya sebelum semuanya terlambat. Tapi dia tidak, bukan? Kau telah pergi dan menemukan orang lain untukmu."
.
Ini bukan sesuatu yang Win harapkan. Dia mengambil kursi di depannya dan mulai mengupas kacang polong jadi Win tidak perlu melihatnya. "Luke dan aku telah putus lebih dari tiga tahun silam. Tidak ada yang terjadi sekarang karena hubungan itu. Dia adalah temanku, itu saja."
.
Granny berdeham dan bergeser di ayunan teras dimana duduk ."Aku tidak mempercayainya. Kalian berdua tidak terpisahkan semenjak anak-anak. Bahkan ketika remaja dia tidak bisa berhenti
menatapmu. Itu lucu melihat betapa dia memujamu dan bahkan tidak menyadarinya sendiri. Tapi masa remaja menghantam mereka dan kehilangan pikirannya tentang mencintai. Aku benci dia begitu. Aku benci dia kehilangan dirimu, Win. Karena tidak akan ada Win lain untuk Luke. Kau untuknya."
.
Luke tidak menyebutkan tes kehamilannya pada Granny. Apakah Granny tahu Win membelinya?
.
Bagaimanapun juga Win tidak ingin mengulang masa lalunya dengan Luke. Tentu mereka punya kenangan tapi ada begitu banyak kesedihan dan penyesalan yang tidak ingin Win alami lagi. Dia sudah hidup dalam kebohongan yang dibangun oleh Ayahnnya. Hanya mengingatnya saja sudah terasa menyakitkan. "Apakah Luke datang ke sini hari ini?" tanya Win.
.
"Ya. Dia datang pagi ini mencarimu. Aku bilang padanya kau belum kembali dari kepergian awalmu. Dia tampak khawatir dan berbalik dan pergi tanpa mengatakan apa -apa. Dia juga menangis. Jangan dikira aku pernah melihatnya menangis sebelumnya. Paling tidak sejak ia masih kecil."
.
Luke menangis?
.
Win memejamkan mata dan menjatuhkan kacang polong ke dalam ember plastik besar yang digunakan Granny. Luke seharusnya tidak marah. Dia tidak seharusnya menangis. Dia membiarkan Win pergi sejak lama. Mengapa ini begitu sulit baginya?
.
"Berapa lama itu?" tanya Win, berpikir tentang berapa jam yang telah Luke lalui sejak dia memperlihatkan semua padanya di tempat parkir apotek.
.
"Ah, sekitar sembilan jam yang lalu kurasa. Itu masih pagi. Dia terlihat kacau, Win. Setidaknya pergilah mencarinya dan berbicara dengannya. Tidak peduli bagaimana perasaanmu padanya sekarang dia perlu mendengar sendiri darimu bahwa kau baik-baik saja."
.
Win mengangguk. "Bisakah aku memakai telponmu?" tanyanya sembari berdiri.
.
"Tentu saja bisa. Makanlah salah satu dari pie goreng saat kau berada di sana. Aku membuat cukup untuk banyak orang setelah dia kabur pagi ini. Itu rasa favoritnya," Granny dan senyum indah nya yang selalu saja sama.
.
"Cherry," jawab Win dan Grannya tersenyum. Win bisa melihat begitu banyak hal dalam mata miliknya. Dia tahu Luke. Tidak ada yang mengejutkanku darinya. Win memahami dia. Mereka memiliki masa lalu. Win mencintai keluarganya dan mereka jelas mencintainya juga. Ini adalah rasa aman.
.
Gigie berdiri di sisi lain dari pintu menyesap segelas teh manis dan mengeluarkan ponselnya ke arah Win. Dia menguping. Win sama sekali tak terkejut. "Telponlah dia. Selesaikan masalah ini," katanya.
.
Win mengambil ponselnya dan berjalan ke ruang tamu untuk memberi sedikit privasi pada dirinya sendiri sebelum menekan nomor Luke. Win menghapalnya di luar kepala. Dia punya nomor yang sama sejak dia punya ponsel pertama ketika mereka berumur enam belas tahun.
.
"Halo," jawabnya. Win bisa mendengar keraguan dalam suaranya. Sesuatu telah terjadi. Dia terdengar seperti sedang berbicara melalui hidungnya.
.
"Luke? Apakah kau baik-baik saja?" tanya Win tiba-tiba khawatir tentang Luke. Ada jeda kemudian desahan panjang. "Win. Yeah... Aku baik-baik saja."
.
"Dimana kau?"
.
Dia berdeham. "Aku, eh...aku di Rosemary Beach."
.
Luke ada di Rosemary? Apa? Win terduduk di sofa di belakangnya dan mencengkeram erat ponsel. Apakah Luke memberitahu Bright? Hatinya terasa sakit dan Win memejamkan mata erat-erat sebelum bertanya, "Kenapa kau ada di Rosemary? Tolong katakan padaku kau tidak ..." Win tidak bisa mengatakan itu. Tidak dengan Gigie ada di ruangan dan lebih dari senang menguping pembicaraannya.
.
"Aku harus melihat wajahnya. Aku perlu tahu jika dia mencintaimu. Aku perlu tahu...karena, aku hanya perlu tahu." Itu tidak masuk akal.
.
"Apa yang kau katakan padanya? Bagaimana kau menemukannya? Apakah kau menemukannya?" Mungkin Luke tidak menemukannya. Mungkin Win bisa menghentikan ini.
.
Ada tawa keras di ujung lain telpon. "Ya, aku menemukan dia baik-baik saja. Tidak sulit. Tempat ini kecil dan semua orang tahu di mana putra bintang rock tinggal."
.
Oh Tuhan, "Apa yang kau katakan padanya?" tanya Win perlahan kala ketakutan mulai menyelimutinya.
.
"Aku tidak memberitahunya. Aku tidak akan melakukannya kepadamu. Berikan aku sedikit kesempatan. Aku selingkuh sebab aku adalah remaja pria yang bergairah tapi sialan Win kapan kau akan memaafkanku? Apakah aku harus membayar kesalahanku itu sepanjang hidupkuku? Aku minta maaf! Oh Tuhan Aku benar-benar menyesal. Aku akan kembali dan mengubah segalanya jika aku bisa." Luke berhenti dan membuat rengutan yang terdengar seperti sedang sakit.
.
"Luke. Ada apa denganmu? Apakah kau baik-baik saja?" tanya Win sekali lagi, dia tidak mau mengakui apa yang Luke katakan. Dia tahu Luke menyesal. Dia juga. Tapi tidak, Win tidak akan pernah bisa melaluinya. Memaafkan adalah satu hal. Melupakan adalah hal lain.
.
"Aku baik-baik. Aku hanya sedikit babak belur. Anggap saja dia tidak suka padaku, oke." Dia. Bright? Apakah Bright menyakitinya? Itu tidak terdengar seperti Bright sama sekali. "Siapa?"
.
Luke mendesah, "Bright."
.
Win melongo saat menatap lurus ke depan. Bright telah menyakiti Luke? "Aku tidak mengerti."
.
"Tidak apa-apa. Aku punya kamar untuk menginap dan aku akan tidur. Aku akan pulang besok. Kita punya beberapa hal untuk dibicarakan."
.
"Luke. Mengapa Bright menyakitimu?"
.
Ada jeda lain dan kemudian napas kelelahan. "Karena aku bertanya akan hal yang menurutnya bukanlah urusanku. Aku akan pulang besok."
.
Dia bertanya pertanyaan. Pertanyaan macam apa?
.
"Win, kau tidak harus memberitahunya. Aku akan menjagamu. Hanya saja... kita perlu bicara."
.
Luke akan menjaganya? Apa yang dia bicarakan? Win tidak akan membiarkan Luke mengurusnya. "Dimana kau sebenarnya?" tandas Win.
.
"Di sebuah hotel di luar dari Rosemary.Mereka pikir omong kosong mereka tidak akan ketahuan di kota.Semua yang ada disana biayanya lima kali terlalu mahal."
.
"Oke. Tetaplah disitu dan aku akan menemuimu besok." Jawab Win kemudian menutup telepon. Gigie melangkah ke dalam ruangan. Dia mengangkat satu alis gelapnya saat menatap Win dan menunggu. Dia telah menguping . Win tahu dia melakukannya.
.
"Aku butuh tumpangan untuk Rosemary," Win bangkit berdiri. Dia tidak bisa membiarkan Luke berbaring terluka di kamar hotel dan Win tidak bisa menghadapai kemungkinan jika Luke dan akan kembali mencoba untuk berbicara dengan Bright lagi. Jika Gigie bisa mengantarnya kesana maka Win bisa memeriksanya dan kemudian mengantarnya pulang.
.
Gigie mengangguk dan tersenyum kecil. Win tahu dia tidak ingin Win untuk melihat bagaimana bahagianya dia mendengar ini. Tapi, Win tidak akan tinggal. Dia tidak perlu melambungkan harapannya terlalu tinggi. "Ini hanya tentang Luke. Aku tidak...Aku tidak bisa tinggal di sana."
.
Dia tampaknya tidak percaya. "Tentu saja. Aku tahu."
.
Win sedang tidak bersemangat untuk meyakinkannya. Menyerahkan ponsel dan kembali ke kamar sementaranya untuk berkemas beberapa hal.
.
Win akan pergi ke Rosemarry...
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top