BAB IV



.

.

.

.

.

Makam ibu adalah satu-satunya tempat yang ada dalam pikiran untuk Win tuju. Dia tidak punya rumah. Tidak bisa kembali ke rumah Granny. Dia adalah nenek Luke. Luke mungkin ada di sana menunggunya. Atau mungkin tidak juga. Mungkin Win juga sudah mendorongnya pergi hingga dia enggan untuk menunggu lagi.

.

Win duduk di ujung makam ibu. Menarik lutut di bawah dagu dan melingkarkan tangan di kakinya. Dia pulang kembali ke kota Sumit karena ini satu-satunya tempat yang dia tahu akan dia datangi. Sekarang, Win harus pergi. Dia tidak bisa tinggal di sini. Sekali lagi hidupnya akan segera menikung tajam. Keadaan yang tidak siap untuk dia hadapi.

.

Ketika Win masih kecil ibu pernah membawa dia dan Tine ke sekolah Minggu di gereja Baptis setempat. Win teringat sebuah ayat suci yang orang-orang bacakan untuk mereka dari Alkitab tentang Tuhan tidak memberikan beban lebih banyak daripada beban yang mampu kita hadapi. Win mulai bertanya-tanya apakah itu hanya untuk orang-orang yang pergi ke gereja setiap hari Minggu dan berdoa sebelum mereka pergi tidur di malam hari. Karena Tuhan tidak tanggung-tanggung memberikan pukulannya terhadap Win.

.

Mengasihani diri sendiri tidak akan menolongnya. Win tidak bisa melakukannya. Dia juga harus mencari tahu jawabnya tentang yang satu ini. Menumpang di rumah Granny dan membiarkan Luke membantunya mengatasi urusan hidup sehari-hari hanyalah untuk sementara. Win tahu saat dia pindah ke kamar tidur tamu bahwa dia tidak bisa menumpang terlalu lama. Terlalu banyak sejarah antara Luke dan dia. Win tidak punya niat untuk mengulangi sejarah itu. Jawaban tentang kapan Win akan pergi berada di sini tapi dia masih tetap tidak mengerti kemana dia akan pergi dan apa yang akan dia lakukan sama seperti tiga minggu yang lalu.

.

"Aku berharap kau ada di sini, Mae. Aku tak tahu harus berbuat apa dan aku tidak punya siapa pun untuk kutanyai," bisik Win sambil duduk di pemakaman yang tenang. Dia ingin percaya bahwa ibu bisa mendengarkannya. Win tidak senang memikirkan dia berada di bawah tanah tapi setelah saudara kembarnya, Tine, meninggalkannya duduk di sini, di tempat ini bersama ibu dan mereka bicara dengan Tine. Ibuya pernah berakata arwahnya sedang mengawasi mereka dan dia bisa mendengarnya. Win sangat ingin percaya itu sekarang. Tapi─

.

"Ini aku. Aku rindu kalian. Aku tidak ingin sendirian...tapi begitulah. Dan aku takut." Suara yang terdengar hanyalah desiran angin menerpa daun-daun di pepohonan. "Kau pernah memberitahuku kalau aku mendengarkan dengan cermat aku akan tahu jawabannya di dalam hatiku. Aku mendengarkannya Mae, tapi aku sangat bingung. Mungkin kau bisa membantuku dengan menunjukkan padaku ke arah yang benar, entah bagaimana?" Win menyandarkan dagu di lutut dan memejamkan mata, tidak mau menangis.

.

"Ingat saat kau bilang aku harus mengatakan kepada Luke bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Bahwa aku tidak akan merasa lebih baik sampai aku menumpahkan semuanya keluar. Well, Aku melakukannya hari ini. Bahkan jika dia memaafkanku keadaan tidak akan pernah akan sama lagi. Bagaimanapun aku tidak bisa terusterusan bergantung padanya dalam banyak hal. Sudah waktunya aku mencari tahu sendiri. Aku hanya tidak tahu bagaimana caranya." Hanya bertanya padanya membuat Win merasa lebih baik. Tahu bahwa dia tidak akan mendapatkan jawaban sepertinya tidak menjadi masalah.

.

Suara pintu mobil ditutup memecah kedamaian dan Win menurunkan tangan dari kakinya, menoleh kebelakang di pelataran parkir dan melihat mobil yang terlalu mahal untuk kota kecil ini. Memutar mata untuk melihat siapa yang telah melangkah keluar dari dalam mobil Win terkesiap kemudian melompat. Itu Gigie. Dia ada di sini. Di Sumit, di kuburan ini...mengendarai mobil yang terlihat sangat, sangat mahal.

.

Rambut cokelatnya yang panjang ditarik di atas bahunya membentuk ekor kuda. Ada senyum tersungging di bibirnya saat mata mereka bertemu. Win tidak bisa bergerak. Dia takut jika dia hanya berkhayal yang tidak-tidak. Apa yang Gigie lakukan di sini?

.

"Kau tidak punya ponsel seperti seekor burung. Bagaimana bisa aku meneleponmu dan bilang aku datang untuk menemuimu kalau aku tak punya nomor yang harus dihubungi? Hmmm?" Kata-katanya tidak masuk akal namun hanya mendengar suaranya membuat Win berlari mempersempit jarak di antara mereka.

.

Gigie tertawa dan membuka lengannya saat yang Win melemparkan diri kepadanya. "Aku tak percaya kau ada di sini," kata Win setelah memeluknya.

.

"Ya, aku juga. Ini perjalanan yang panjang. Tapi kau sepadan dan mengingat bahwa kau meninggalkan ponselmu di Rosemary aku tak punya cara untuk bicara denganmu."

.

Win ingin menceritakan semuanya tapi dia tidak bisa. Belum. Dia perlu waktu. Gigie sudah tahu tentang ayahnya. Dia tahu tentang Prim. Tapi yang lainnya... Win tahu dia tidak tahu.

.

"Aku sangat senang kau ada di sini tapi bagaimana caranya kau menemukanku?"

.

Gigie menyeringai dan memiringkan kepalanya. "Aku menyetir mengelilingi kota untuk mencari trukmu. Itu tidak sulit. Tempat ini punya sesuatu seperti lampu merah. Kalau aku berkedip dua kali aku masih akan melewatkannya."

.

"Mobil itu mungkin menarik perhatian warga kota," kata Win melirik ke arah mobil itu.

.

"Itu milik Jirayu. Mobilnya sangat nyaman dikendarai." Gigie masih bersama Jirayu. Bagus. Tapi dada Win terasa sakit. Jirayu mengingatkannya pada Rosemary. Dan Rosemary mengingatkannya pada Bright.

.

"Aku akan menanyakan bagaimana kabarmu tapi, kau terlihat seperti tongkat yang berjalan. Apakah kau pernah makan sejak kau pergi meninggalkan Rosemary?"

.

Semua pakaian Win sekarang longgar. Makan sulit dilakukan mengingat simpul besar yang terus terikat erat di dadanya setiap saat. "Ini adalah beberapa minggu yang buruk tapi kurasa aku semakin membaik. Melupakan banyak hal. Menghadapinya."

.

Gigie mengalihkan tatapannya ke kuburan di belakang Win. Keduanya. Win bisa melihat kesedihan di matanya saat ia membaca kedua batu nisan itu. "Tidak ada yang bisa mengambil pergi kenanganmu. Kau memilikinya," katanya sambil meremas tangan Win dalam hangat.

.

"Aku tahu. Aku tidak percaya mereka. Ayahku seorang pembohong. Aku tidak percaya satu pun dari mereka. Dia, Ibuku, dia tidak akan melakukan apa yang mereka tuduhkan. Jika ada yang harus disalahkan itu adalah Ayahku. Dia menyebabkan rasa sakit ini. Bukan mae ku. Mae ku tak akan pernah."

.

Gigie mengangguk dan menggenggam tangan Win dengan erat. Hanya memiliki seseorang yang mendengarkannya dan tahu bahwa mereka percaya, bahwa mereka percaya Ibunya tidak bersalah sudah cukup membantu.

.

"Apa saudaramu sangat mirip denganmu?"

.

Memori terakhir Win dari Tine adalah saat dia tersenyum. Senyum riangnya jauh lebih cantik dibanding senyum Win. Gigi kelinci sempurna yang menawan. Matanya lebih cerah dibanding matanya. Tapi semua orang mengatakan mereka identik. Mereka tidak melihat perbedaannya. Win selalu heran kenapa. Dia bisa melihatnya dengan jelas.

.

"Kami kembar identik," jawab Win. Gigie tidak akan memahami kebenaran.

.

"Aku tidak bisa membayangkan dua Win. Kalian pasti sudah mematahkan hati seluruh umat manusia di kota kecil ini." Gigie mencoba untuk meringankan suasana setelah bertanya tentang saudaranya yang sudah meninggal. Win menghargainya.

.

"Hanya Tine yang melakukan itu. Aku bersama Luke sejak aku masih kecil. Aku tidak mematahkan hati siapapun." Mata Gigie sedikit terbelalak kemudian membuang pandangannya sebelum berdehem. Win menunggu sampai ia berpaling lagi.

.

"Meskipun melihatmu sangat menyenangkan dan kita bisa benar-benar menggoncang kota ini, aku sebenarnya datang ke sini karena suatu tujuan." Win menduganya, Win hanya tidak tahu dengan tepat apa tujuannya.

.

"Oke," katanya menunggu lebih banyak penjelasan.

.

"Bisakah kita bicara tentang ini sambil menikmati kopi?" Gigie mengerutkan kening kemudian melirik kembali ke jalan. "Atau mungkin Dairy K karena sepertinya itu satu-satunya tempat yang

kulihat ketika aku melewati kota." Dia tidak nyaman berbicara di kuburan seperti Win. Itu normal. Sedangkan Win tidak. "Ya, oke," kata Win dan berjalan untuk mengambil dompet.

.

'Itu jawabanmu,' bisik suara lembut yang sangat pelan hingga Win nyaris berpikir kalau dia hanya berkhayal. Berbalik menengok kembali ke arah Gigie dia tersenyum dengan tangannya terselip di saku depan.

.

"Apa kau mengucapkan sesuatu?" Tanya Win bingung.

.

"Eh, maksudmu setelah aku menyarankan kita pergi ke Dairy K?" tanyanya.

.

Win mengangguk. "Ya. Apa kau membisikkan sesuatu?"

.

Dia mengernyitkan hidungnya dan kemudian memandang ke sekeliling dengan gelisah dan menggeleng. "Tidak...um...kenapa kita tidak keluar saja dari sini?" Katanya meraih lengan Win dan menarik di belakang punggungnya menuju mobil Jirayu.

.

Win menengok menatap makam Ibu dan kedamaian datang dengan aneh. Apakah itu merupakan...? Tidak. Jelas tidak.

.

Menggelengkan kepala, Win berbalik dan menuju ke sisi penumpang sebelum Gigie mempersilahkan dia untuk masuk.

.

.

.

.

.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top