BAB II
.
.
.
.
.
Saat ini...
.
Lima belas mil di luar kota ternyata sudah cukup jauh. Tidak ada seorangpun yang pergi sejauh ini dari Sumit hanya untuk pergi ke apotik. Kecuali, tentu saja kalau mereka berusia sembilan belas
tahun dan sedang memerlukan sesuatu yang tidak ingin warga kota mengetahui apa yang mereka beli. Sesuatu yang di beli di apotik lokal akan tersebar ke seluruh kota kecil Sumit, Alabama dalam
beberapa jam. Terutama jika kau belum menikah dan membeli kondom...atau alat tes kehamilan.
.
Win meletakkan alat tes kehamilan di atas meja dan tidak menatap pada kasir. Dia tidak bisa. Rasa takut dan bersalah di matanya adalah sesuatu yang tidak ingin dia bagi dengan orang asing. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dia katakan pada Luke. Sejak Win mendorong pergi Bright keluar dari kehidupannya tiga minggu lalu dia perlahan-lahan kembali ke rutinitasnya dulu dengan menghabiskan waktu bersama Luke. Ini mudah. Luke tidak menekannya untuk berbicara tapi ketika Win membicarakannya dia mendengarkan.
.
"Enam belas dolar lima belas sen," wanita di samping meja kasir berkata. Win bisa mendengar nada keprihatian dalam suaranya. Tidak mengejutkan. Ini adalah sesuatu yang memalukan bagi seorang pemuda sepertinya, mungkin gadis ini mengira dia telah menghamili anak orang. Win memberinya dua puluh dolar tanpa mengangkat mata dari kantong kecil yang ia letakkan di depan. Kantong itu menyimpan satu jawaban yang dia butuhkan dan itu membuat nya sedikit takut. Mengabaikan fakta bahwa ada banyak hal berubah sejak dua minggu lalu dan menganggap hal seperti ini tidak terjadi dengan mudah dia adalah laki-laki. Tapi bagaimanapun juga dia harus mencari tahu.
.
"Kembalianmu tiga dolar dan delapanpuluh lima sen," katanya saat Win meraih dan mengambil uang itu dari tangannya yang terulur.
.
"Terima kasih," gumam Win dan mengambil kantongnya.
.
"Kuharap semuanya baik-baik saja," kata wanita itu dengan suara lembut. Win mengangkat mata dan bertemu sepasang mata coklat penuh simpati. Dia orang asing yang tidak akan pernah akan Win lihat lagi tapi saat ini sangat membantu jika ada orang lain yang Win kenal. Dia tidak merasa begitu kesepian.
.
"Aku juga," Win menjawab sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu. Kembali ke matahari musim panas yang menyengat. Mengambil dua langkah menuju tempat parkir ketika matanya menatap pada sisi kemudi truk. Luke bersandar di sana dengan lengan bersedekap. Topi baseball abu-abu yang ia pakai bertuliskan Univertas Alabama ditarik kebawah menutupi dengan rendah tatapan matanya dari Win.
.
Win berhenti dan menatapnya. Tidak ada kebohongan tentang ini. Dia tahu Win tidak ke sini untuk membeli kondom. Ada ada satu kesimpulan lain. Meskipun tak mampu melihat ekspresi matanya Win tahu...kalau dia tahu.
.
Menelan gumpalan di tenggorokannya yang sudah dia tahan sejak mengendarai truk pagi ini dan pergi ke luar kota. Sekarang bukan hanya Win yang tahu. Sahabat baiknya juga juga tahu. Win memaksakan diri untuk melangkah mendekat. Luke akan bertanya sesuatu dan Win akan menjawab. Setelah beberapa minggu berlalu dia layak mendapatkan jawaban. Luke layak tahu yang sebenarnya. Tapi bagaimana Win menjelaskan ini?
.
Win berhenti hanya beberapa kaki di depannya. Dia senang bahwa topi yang Luke pakai menutupi wajahnya. Akan lebih mudah untuk menjelaskan jika Win tidak bisa melihat apa yang Luke pikirkan melalui matanya.
.
Keduanya berdiri dalam keheningan. Win ingin Luke bicara terlebih dulu tapi setelah beberapa menit Luke tidak mengatakan apapun sehingga Win tahu dia ingin Win bicara lebih dulu.
.
"Bagaimana kau tahu aku ada di sini?" Win akhirnya bertanya.
.
"Kau tinggal di rumah nenekku. Saat kau pergi dengan bersikap aneh, nenek menelponku. Aku khawatir padamu," jawabnya.
.
Air mata menggantung di mata Win. Dia tidak boleh menangis tentang hal ini. Dia akan menangisi semua yang ingin dia tangisi. Menggenggam tas yang berisi tes kehamilan lebih erat Win meluruskan pundak. "Kau mengikutiku," kata Win. Ini bukanlah pertanyaan.
.
"Tentu saja," jawabnya, kemudian menggelengkan kepala dan mengalihkan tatapannya dari Win, beralih pada hal lain. "Apakah kau akan mengatakannya padaku, Win?"
.
Apakah Win akan mengatakan padanya? Win tak tahu. Dia tidak berpikir sejauh itu. "Aku tidak yakin ada yang harus kukatakan." Jawab Win jujur.
.
Luke menggelengkan kepalanya dan mengeluarkan tawa kecil yang sama sekali tidak terdengar lucu, "Tidak yakin, hah? Kau datang ke sini karena tidak yakin?"
.
Dia marah. Atau apakah dia terluka? Dia tidak punya alasan untuk keduanya. "Sampai aku memakai tes ini aku tidak yakin. Aku tidak terlambat selayaknya gadis yang punya siklus, tapi aku tahu ada yang aneh. Itu saja. Tidak ada alasan aku harus mengatakan padamu tentang ini. Ini bukan urusanmu."
.
Perlahan, Luke mengangkat pandangannya hingga tatapannya tertuju pada Win. Dia mengangkat tangannya dan memiringkan topinya kebelakang. Bayangan telah hilang dari matanya. Ada rasa tak percaya dan rasa sakit di sana. Win tidak ingin melihatnya seperti ini. Rasanya hampir sama buruknya melihat penghakiman di matanya. Dimana penghakiman sepertinya lebih baik.
.
"Benarkah? Itukah yang kau rasakan? Setelah semua yang telah kita lalui itukah yang sejujurnya kau rasakan?"
.
Apa yang pernah mereka lalui adalah masa lalu. Luke adalah masa lalunya. Win pernah melalui banyak hal bersamanya. Sementara Luke menikmati kehidupan SMAnya Win berjuang untuk mempertahankan hidup. Dia sebenarnya menderita karena apa? Rasa marah perlahan mendidih dalam darah membuat Win mengangkat matanya untuk menatap Luke.
.
"Ya, Luke. Itu yang kurasakan. Aku tak yakin apa sebenarnya yang telah kita lalui. Kita teman baik, kemudian kita pacaran, kemudian ibuku sakit dan kau butuh kejantananmu dihisap jadi kau selingkuh dariku. Aku menjaga ibuku yang sakit sendirian. Tidak ada tempat bersandar. Kemudian ibuku meninggal dan aku pindah. Aku patah hati, duniaku berantakan dan pulang. Kau ada di sini untukku. Aku tidak memintamu tapi kau melakukannya. Aku berterima kasih untuk itu tapi ini tidak membuat semua masalah lain menghilang. Itu tidak akan memperbaiki keadaan bahwa kau meninggalkan aku ketika aku sangat membutuhkanmu. Jadi maafkan aku kalau duniaku sekali lagi
runtuh kau bukanlah orang pertama yang akan kuhubungi. Kau bahkan belum pantas menerimanya."
.
Win terengah-engah dan air mata yang tidak ingin dia tumpahkan menuruni wajah piasnya. Win tidak ingin tangis sialan ini. Luke memperkecil jarak diantara mereka dan Win menggunakan semua kekuatan untuk mendorongnya dari hadapan jadi Win bisa meraih gagang pintu dan membukanya. Win harus keluar dari sini. Jauh darinya.
.
"Minggir," Teriak Win saat berusaha keras untuk membuka pintu sementara tubuhnya masih ada di sana. Win mengira Luke akan mendebatnya. Win mengira Luke akan melakukan hal lain selain yang dia minta. Tapi nyatanya tidak. Win memanjat ke tempat duduk di belakang kemudi dan melemparkan kantong plastik kecil pada kursi di samping sebelum menyalakan truk dan mundur dari tempat parkir. Win bisa melihat Luke tetap berdiri di sana. Dia tidak banyak bergerak. Hanya cukup memberi Win ruang agar bisa masuk ke dalam truk. Dia tidak memandang Win. Dia hanya menunduk menatap tanah seolah semua jawabannya ada di sana. Win tak perlu kuatir tentang Luke sekarang. Dia perlu pergi jauh. Mungkin Win tidak seharusnya berkata seperti itu kepadanya. Mungkin Win harus tetap menyimpannya di dalam hati di mana dia mengubur semuanya bertahun-tahun lamanya. Tapi ini sudah terlambat sekarang. Luke menekannya di saat yang salah dan Win tidak merasa bersalah tentang ini.
.
Win juga tidak bisa kembali ke rumah neneknya. Neneknya berpihak pada Win. Luke mungkin akan menelponnya dan mengatakan padanya. Jika tidak mengatakan yang sebenarnya, mungkin sesuatu yang nyaris mendekati. Win tidak punya pilihan lain. Dia akan menggunakan tes kehamilan itu di toilet pompa bensin. Akankah keadaan ini bisa menjadi lebih buruk lagi?
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top