05 - The Emergence of Dark Secret (1)

Sejak berita online yang diterbitkan Jejak mengenai kasus pelecehan seksual mahasiswi oleh dosen, topik tersebut menjadi obrolan hangat di kalangan para mahasiswa. Lia sangat puas karena kasus ini tidak tertutup-tutupi lagi. Selain itu, banyak juga korban-korban lain yang menghubunginya untuk melaporkan kelakuan bejat Pak Lukman. Hal ini terjadi, karena di akhir artikel ia meminta kepada para mahasiswa yang pernah jadi korban untuk menghubunginya secara langsung, agar oknum pelecehan seksual ini dapat segera ditumpas.

Sampai saat ini ia sudah mengantongi enam nama, termasuk Maurin. Dua di antaranya sudah menyandang gelar sarjana, satu mahasiswi lain memilih untuk pindah kampus, dan dua orang mahasiswi masih aktif kuliah hingga sekarang.

Siang ini, ia akan menemui Bu Sari, untuk menanyakan kenapa permintaan Mbak Ririn mengganti dosbing belum diterima. Gadis itu juga ingin mendengar kasus ini dari sisi Bu Sari. Apa malah benar seperti yang dikatakan para mahasiswa semester atas, kalau dosen-dosen kompak bungkam. Jika hal ini benar terjadi, ia sangat kecewa. Harusnya, para mahasiswa bisa mencari ilmu dengan perasaan aman.

Mata Lia menyipit saat tatapannya menangkap sosok yang akhir-akhir ini membuatnya jengkel. Siapa lagi kalau bukan Brian? Kenapa lelaki itu ada di depan ruangan Bu Sari? Jangan-jangan doi ada perlu lagi? Kalau dia lama, bahaya. Gue bisa telat kelas, jam setengah dua nanti.

Di sisi lain, Brian juga terkejut saat melihat kedatangan Lia. Dia tak menyangka akan bertemu gadis itu di sini. Ia jadi teringat perkataan Rissa kemarin. Gue tanyain apa, ya? Si Juleha ketemu Bu Sari mau ngapain? Kalau mau ngobrolin soal dosen cabul, kan sekalian. Akan tetapi, kalau teringat bagaimana ketusnya nada bicara Lia dan wajah judesnya, ia jadi malas sendiri.

"Ketemu Bu Sari mau apa?" tanyanya, membuang perasaan malas dan gengsi dari dalam dirinya.

Lia menoleh, memberikan tatapan culas. "Kepo."

Sialan, judesnya nggak luntur-luntur nih, si Juleha. "Kalau urusan kita sama, kita bisa masuk bareng. Gue mau nanyain soal kasus pelecehan seksual yang lo rilis."

"BEM juga lagi nyelidiki ini?"

"Lo kira kita diem-diem aja apa? Lo boleh nggak suka gue, tapi lo jangan remehin kinerja BEM fakultas," tukas Brian kesal.

"Idih! Gue kan cuma nanya!" semprot Lia tak kalah sewot.

Lalu keduanya sama-sama memilih diam. Brian menarik napas panjang, dia lelah kalau harus tarik urat dulu setiap ngobrol dengan gadis antik di sebelahnya. Akan tetapi, menyelesaikan masalah ini lebih penting daripada menyelamatkan diri dari semburan kata-kata pedas dan nada ketus Lia.

"Lo belum jawab pertanyaan gue, Jul."

"Ya udah, nanti masuk bareng."

Oke, satu tahap terlalui. Brian mencentang daftar yang ia buat di kepalanya. Semoga gadis itu bisa banyak membantu BEM terkait masalah ini. Sesuai janji temu yang disepakati, pukul satu siang, lelaki itu imemasuki ruangan Bu Sari, dengan Lia mengekorinya. Wanita berkaca mata itu tersenyum ramah dan mempersilakan kedua mahasiswa itu duduk.

"Mas Brian dan Mbak siapa ini?"

Lia tersenyum sopan. "Julia Bu, angkatan 2019."

"Ada keperluan apa nih? Bikin janji temu sama ibu?"

Salah satu dari beberapa hal yang disukai Brian dari Bu Sari adalah, wanita itu sangat ramah dan tidak sungkan untuk mengobrol serta bercanda dengan para mahasiswa. Sehingga banyak mahasiswa yang dekat dengan kepala prodi Sastra Inggris tersebut.

"Begini Bu, saya mewakili BEM dan Julia mewakili Majalah Jejak, ingin menanyakan soal rumor yang tengah beredar ini," jelas Brian hati-hati. "Menurut informasi yang kami peroleh, ada mahasiswi angkatan 2017, yang meminta ganti dosen pembimbing pada Bu Sari, karena mendapat perilaku pelecehan seksual dari dosen pembimbingnya. Apa itu betul?"

Bibir Bu Sari yang mulanya mengembang, langsung membentuk garis tipis. Wanita itu menghela napas beberapa kali. "Memang ada mahasiswi yang minta ganti dosen pembimbing. Ada beberapa lah."

Brian tersenyum kecut. Ternyata Bu Sari sama dengan kebanyakan dosen lain. Memilih bersikap apatis, demi melindungi nama baik instansi. "Dengan alasan pelecehan seksual, ada juga 'kan, Bu?"

"Kenapa Bu Sari tidak mengabulkan permintaan mahasiswi tersebut? Saya yakin hal ini bukan pertama kalinya terjadi. Soal mahasiswi yang meminta ganti dosbing karena dilecehkan." Lia menimpali karena tidak sabar. Lelaki di sampingnya ini terlalu bertele-tele, meski ia tahu hal itu dilakukan untuk menjaga sopan santun.

"Tidak ada bukti terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan dosen kepada mahasiswi. Jadi, kami tidak boleh gegabah menanggapi laporan dari mahasiswi. Bisa jadi mahasiswi itu menggunakan alasan tersebut, karena memang tidak suka dengan dosen yang bersangkutan, dan ingin segera mendapat dosbing pengganti." Jawaban Bu Sari terdengar sangat rapih. Seperti sudah dipersiapkan sebelumnya, untuk berjaga-jaga.

Brian dan Lia saling berpandangan dan menghela kekecewaan.

"Saya sudah mengantongi enam nama mahasiswi yang menjadi korban pelecehan seksual oleh dosen yang sama, Bu," tutur Lia. "Kalau ini cuma manipulasi, tidak mungkin 'kan Bu, ada enam korban dari angkatan berbeda, tidak saling mengenal, melaporkan kasus dengan pelaku sama?"

Brian mendecakkan lidah, tak percaya. Enam? Lia sudah punya enam nama? Gadis itu tak main-main rupanya dalam menyelidiki kasus ini. Mengesampingkan rasa tidak sukanya pada Lia, ia pasti akan melibatkan gadis itu untuk menyelesaikan masalah ini bersama BEM.

"Apa Mbak Lia sudah punya bukti kuat, kalau mereka memang mengalami pelecehan dari dosen yang Anda maksud? Seperti yang saya sudah bilang, bisa jadi mereka ngomong begitu karena hanya tidak suka secara personal dengan dosen tersebut? Mengangkat kasus seperti ini, harus hati-hati, Mbak. Kalau salah langkah, Mbak Lia bisa dituntut atas pencemaran nama baik."

Lia menggeram kesal. Kenapa Bu Sari mati-matian melindungi pelaku sih? Kalau pun kabar itu belum terbukti benar, paling tidak harusnya dia menunjukkan simpati dan perhatian kepada para mahasiswi.

"Kenapa Bu Sari kesannya tidak punya simpati atau rasa kasihan pada korban sih, Bu?" tembakku.

Bu Sari tersenyum kaku. "Bukan begitu, Mbak Lia. Kemarin, memang ada satu mahasiswi yang meminta ganti dosbing dengan alasan demikian. Tetapi, saya tidak bisa langsung mengabulkan begitu saja, selama belum ada buktinya. Ketika saya tanya lebih lanjut bagaimana bentuk pelecehannya, yang bersangkutan tidak bisa menjelaskan. Saya, sebagai kepala prodi harus bersikap adil tentu saja. Dosen yang bersangkutan juga pasti akan bingung, kalau tiba-tiba anak bimbingannya dipindah ke dosen lain. Kecuali mahasiswi itu bisa membuktikan jika memang mengalami pelecehan, saya pasti langsung pindah dia."

Bukti, bukti terus! Mau bukti gimana? Rekaman video? Mana sempat rekam! CCTV? Ruang dosen juga nggak ada CCTV-nya! Visum? Nggak mungkin lah! Ini kan pelecehan kelas ringan! Pasti hasil visumnya juga nihil! Dipegang-pegang mana ada bekasnya!

"Bu Sari, minta bukti kayak gimana? Video? Rekaman? Nggak mungkin kan, Bu, di saat terdesak keluarin ponsel terus rekam-rekam? Kalau saya jadi korban, saya pasti lari, Bu! Shock! Nggak bakal sempat rekam-rekam," tukas Lia kesal.

Brian berdeham karena merasa suasana berubah jadi tegang. "Terima kasih, Bu atas informasinya. Kami berdua akan terus cari bukti lain dan keadilan untuk para mahasiswa, karena kami berhak belajar dengan aman dan nyaman. Permisi, Bu." Lelaki itu berdiri dan menyeret tangan Lia keluar dari ruangan Bu Sari.

Gadis itu terus menggerutu. "Ngapain keluar? Kita kan belum selesai!"

"Lo pikir Bu Sari bakal buka mulut? Nggak akan! Kita pakai cara lain!" balas Brian. "Tapi, kasih tahu gue siapa korban-korban yang lo dapetin."

"Mereka nggak mau kasih nama mereka ke orang lain."

Brian menyugar rambutnya. "Serius? Bisa omongin ke mereka, kalau gue, BEM pengin ketemu buat ngobrol. Ya, walaupun nggak semuanya."

Lia berpikir, menimbang-nimbang permintaan lelaki itu. "Kalau gue kasih nama mereka ke lo, apa imbalannya buat mereka? Apa yang bisa lo lakuin buat mereka?"

"Gue bakal expose kasus ini besar-besaran. BEM bakalan bikin aksi protes buat fakultas. Dan yang pasti, BEM bakal berusaha diskusi sama pihak fakultas, biar Pak Lukman dapat punishment," tekad Brian yakin.

"Janji?" Lia memicingkan matanya.

"Janji."

***

Daftar Korban Pelecehan oleh L

1. Maurin Kartianti (Angkatan 2017)

Kronologi kejadian: [15 Agustus 2020 | sekitar pukul 11.00 WIB - 12.00 WIB] M berada di ruangan L untuk bimbingan skripsi. Namun, L tiba-tiba berjalan ke belakang kursi M dan menepuk bahu, memegang tengkuk, dan mengusap kepala M. M yang terkejut hanya bisa diam, dan M merasa tidak enak untuk berdiri dari kursi dan kabur.

[20 Agustus 2020 | sekitar pukul 14.45 WIB - 15.15 WIB] Seminggu kemudian, M bertemu L lagi untuk bimbingan di ruangan L. Bimbingan berjalan normal selama lima belas menit, sampai akhirnya L bangkit mengambil buku referensi untuk skripsi M dari rak, meletakkannya di hadapan M dan duduk di samping L (awalnya L duduk saling berhadapan dengan M). M membuka buku tersebut untuk melihat-lihat isi buku secara sekilas. Akan tetapi, L tiba-tiba meletakkan tangannya di punggung kursi M, dan mengusap-usap bahu dan pipi M. Hal itu membuat M takut dan tak kuat, sehingga M memutuskan untuk keluar dan menghentikan kegiatan bimbingan.

Aksi: M menemui S (Kepala Prodi S1 - Sastra Inggris) pada 25 Agustus 2020 untuk meminta ganti dosen bimbingan dengan alasan pelecehan seksual, tapi S meragukan pernyataan M, dan tidak mengabulkan permintaan M.

Kondisi Terkini: M berhenti berangkat kuliah dan bimbingan skripsi sejak empat minggu yang lalu (1 September - 26 September 2020).

Brian mengumpat dalam hati karena membaca laporan kronologi yang ditulis Lia. Ia merasa marah dan jijik. Dosen senior yang selama ini ia anggap sebagai panutan ternyata seorang monster. Apapun alasannya, Pak Lukman tidak memiliki hak untuk bertindak demikian. Memberi tatapan secara intens kepada lawan jenis saja sudah masuk tindakan pelecehan seksual, apalagi sampai menyentuhnya? Gila memang!

Lelaki itu membuka lembar-lembar laporan selanjutnya, tidak yakin sanggup membacanya lagi. Brian menarik napas, sebagai laki-laki, ia bahkan merasa malu, meskipun bukan dia yang melakukannya. Gimana pun caranya, gue harus bisa ungkap kasus ini dan kasih pelajaran ke Pak Lukman. He deserve hell!

Kronologi kelima korban lainnya mirip seperti Maurin. Mereka mendapat pelecehan seksusal dari Pak Lukman saat bimbingan skripsi, kecuali Della Aranita. Brian termenung, dia membaca dengan serius laporan kejadian Della. Matanya seketika membelalak lebar, saat sadar jika Della korban pelecehan Pak Lukman adalah rekan lomba debatnya semester lalu. Mbak Della, serius? Kapan? Kok gue nggak ngerti! Tiba-tiba Brian merasa bersalah, harusnya ia lebih peka, harusnya dia bisa mencegah kejadian mengerikan itu.

2. Della Aranita (Angkatan 2017)

Kronologi kejadian: [15 Maret 2020 | sekitar pukul 13.30 - 14.15 WIB] D mengikuti lomba debat tingkat nasional, bersama dua mahasiswa lain, angkatan 2017 dan 2018. D merupakan satu-satunya mahasiswi di kelompok debat tersebut. Biasanya mereka bertiga bertemu L secara bersama-sama, tapi pada 15 Maret 2020, sekitar pukul 08.00 WIB, D mendapat pesan dari L yang meminta D untuk menemui L setelah jam makan siang.

Pukul 13.30 WIB D memasuki ruangan L, dan membicarakan soal materi debat. D juga melakukan latihan debat seorang diri, melawan L. Tiba-tiba L berjalan ke belakangnya dan memijit tengkuk D membuat D terkejut. Saat D menoleh dan berhenti latihan L mengatakan, D harus tetap melanjutkan latihan dan tidak boleh terganggu oleh hal-hal kecil. L berdalih yang dilakukannya adalah untuk melatih D berdebat di bawah tekanan. L kemudian melanjutkan aksinya dengan mengusap-usap bahu dan punggung D. Bahkan, L sampai melingkarkan tangan ke pinggang D. D yang ketakutan pamit keluar dengan alasan ada kelas.

Pada 16 Maret 2020 pukul 17. 54 WIB, D mendapat pesan dari nomor asing yang mengancam D untuk tutup mulut soal kejadian kemarin (read: pelecehan dengan L), kalau D masih ingin mengikuti lomba debat tersebut. "Diem aja, kalau masih mau masuk tim debat. Kamu anak baik, 'kan?"

Aksi: Tidak ada.

Kondisi Terkini: D sedang sibuk kuliah dan mengerjakan skripsi.

Brian memejamkan matanya rapat-rapat, apa yang baru saja ia baca membuatnya mual. Tidak hanya melakukan pelecehan, Pak Lukman juga melakukan pemerasan pada mahasiswinya sendiri? Monster macam apa dia? Tekad lelaki itu untuk mengungkap kasus ini semakin besar. Fakta bahwa salah satu temannya menjadi korban membuatnya semakin marah. Sekarang memang baru Mbak Della yang jadi korban, tapi nanti, bisa jadi teman satu angkatannya menjadi korban.

Ia kemudian teringat jika Pak Lukman kembali menangani tim debat. Brian segera mengecek ponselnya dan membuka grup tim debat, perutnya melilit ketika tahu ada seorang mahasiswi di sana. Sonya Serafina Soetadji. Ia harus memperingatkan gadis itu, agar kejadian yang menimpa Mbak Della tidak terulang kembali.

TBC
***
Sori, wiken kemarin tidak update. Aku ganti double update hari ini. Siang ini sama nanti malem.

Yang mau baca duluan di KaryaKarsa ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top