04 - Hot Issue

Akhir-akhir ini hari-hari Lia terasa membosankan, dan sedikit menyebalkan—thanks to Brian for that. Apalagi karena artikel yang ditulisnya tentang lelaki itu, membuat ia seakan dimusuhi oleh anak-anak Sastra Inggris 2018. Rumor, angkatan di atasnya sangat kompak sepertinya bukan isapan jempol belaka. Tiap kali ia memasuki kelas Miss Rahmi, tatapan tajam tak pernah absen menyambut gadis itu.

"Laper nggak, lo?" Yezy menyenggol bahunya.

Lia mengangguk. "Abis kelas Miss Rahmi kelar, kantin yuk. Pengin bakso."

Lima belas menit kemudian, dua gadis itu sudah duduk manis di kantin, menunggu makanan mereka diantar ke meja. Dua mangkuk bakso dan es teh. Di sebelah meja Lia, ada segerombolan mahasiswi Sastra Inggris tingkat akhir. Ia tahu, karena di sana ada Mbak Tiara, mahasiswi Sastra Inggris 2017 yang satu kos dengannya.

Suasana kantin yang sangat ramai karena jam istirahat, membuat Lia dan Yezy harus menunggu cukup lama. Lia menghela napas sambil terus melihat ke arah dapur kantin. Berbagai topik obrolan terdengar melengkapi keadaan hiruk pikuk kantin fakultas. Karena bosan, ia membuka aplikasi Instagram untuk melihat berita-berita menghibur yang gadis itu lewatkan. Jempolnya yang sibuk menggulir foto-foto di aplikasi tersebut berhenti, ketika telinga Lia menangkap percakapan menarik dari meja sebelah.

"Gila emang itu, si dosen geblek!"

"Gue udah pernah denger gosip-gosip soal dosen mesum sebenernya, tapi nggak tahu dia siapa. Eh, pas sekarang tahu, temen sendiri yang jadi korban."

"Bangsat emang."

"Kabar si Ririn gimana?'

"Kata dia sih, pas chat-an sama gue kemarin, mau berhenti bimbingan. Dia nggak kuat kalau harus ketemu sama dosen mesum itu."

"Kalau gue mah, juga iya. Kalau nggak bisa ganti dosen pembimbing, mending pindah!"

"Jijik sumpah. Kenapa nggak dipecat-pecat, sih?"

Mata Lia membelalak. Sudah lama memang ada kabar angin tentang dosen mesum di fakultasnya. Namun, baru kali ini ia mendengar rumor ini dengan detail jelas, dan betapa mengejutkan gadis itu si dosen mesum ternyata dosen jurusannya, karena ia dengar obrolan tersebut dari kakak kelasnya.

"Lo denger nggak barusan?" Lia berbisik pada Yezy.

Gadis itu mengangguk. "Jadi, gosip itu beneran, ya?"

"Kayaknya sih, iya." Lia menoleh ke arah meja Tiara. "Menurut lo, siapa si dosen cabul itu?"

Yezy menghembuskan napas. "Dosen Sastra Inggris di mata gue, tampangnya baik-baik semua. Eh, nggak tahunya ada yang cabul. Bingung gue."

"Tadi kan mereka nyebut nama Ririn, lo kenal nggak siapa dia?"

"Tanya ke Mbak Ti-"

Obrolan mereka terhenti saat sang ibu kantin datang mengantar dua mangkuk bakso yang masih mengepul dan dua es teh manis. Lia tersenyum kepadanya, setelah mengucapkan terima kasih. Gadis itu lalu menyeruput es tehnya untuk melegakan tenggorokan.

"Gue juga kepikiran buat tanya Mbak Tiara. Mending tanya di kampus atau di kos aja?" tutur Lia dengan tangannya sibuk mengaduk bakso yang sudah dicampuri sambal.

"Kos aja deh, nanti malem."

Lia mengangguk-angguk menyetujui saran Yezy. Siang ini, ia jadi tidak bisa menikmati makanan kesukaannya. Otak gadis itu terlalu keras berpikir, kira-kira siapa si dosen cabul itu dan bagaimana caranya untuk menguak kasus mengerikan ini.

***

Sejak pukul enam sore, setelah menunaikan salat maghrib, Lia menetap di ruang tamu, menunggu kedatangan Mbak Tiara. Sudut matanya terus melirik pintu, berharap handle pintu bergerak, dan terbuka, lalu menunjukkan sosok yang dinantinya. Lia mengetuk-ngetukkan jarinya di permukaan meja. Laptop di hadapan gadis itu yang menampilkan materi presentasi besok belum ia baca.

Setelah hampir satu jam menunggu, yang Lia tunggu pun tiba. "Mbak Tiara!"

"Eh, Lia ... ngapain sendirian di sini?"

"Nungguin lo, Mbak."

Satu alis Mbak Tiara terangkat. "Kenapa?" Perempuan itu lalu menempatkan diri di sebelahnya.

"Tadi siang, gue nggak sengaja denger lo ngobrol sama temen-temen lo pas di kantin. Pas lo bahas tentang dosen mesum. Itu, beneran Mbak?"

Raut wajah Mbak Tiara seketika menegang. "Bener, Ya. Sebel banget gue."

"Kalau boleh tahu, kronologisnya gimana Mbak?"

"Jadi, ada temen gue yang jadi anak bimbingan doi nih, terus ya ketemu beberapa kali gitu, biasa di ruangan dia. Kayak dosen mahasiswa pada umumnya. Terus, tiba-tiba gue denger Ririn protes ke kepala jurusan, minta ganti dosbing. Gue nggak tahu kabar kelanjutannya gimana, Ririn juga udah beberapa minggu nggak nongol di kampus. Kata Malvin, temen se-bimbingan Ririn, dia berhenti ikut bimbingan," cerita Mbak Tiara. "Awalnya gue belum tahu kalau itu pelecehan. Waktu gue tanya kenapa berhenti, Ririn bilang, 'gue trauma ketemu sama Pak Lukman, dia sukanya pegang-pegang'. Gue shock kan, Ya. Gue tanya pegang-pegang gimana maksudnya, Ririn nggak jelasin, katanya 'nggak selayaknya dosen sentuh-sentuh mahasiswinya begitu. Gue nggak mau dilecehin terus'."

Lia mencerna penjelasan Mbak Tiara yang cukup rinci tersebut. Ada satu hal yang membuat gadis itu terkejut. "Pak Lukman? Itu dosen cabulnya, Mbak? Serius?"

Mbak Tiara mengangguk. "Nggak nyangka 'kan lo?"

Astaga! Dosen senior, ramah, kayak Pak Lukman jadi dosen mesum? Apa kasus-kasus pelecehan kemarin, Pak Lukman juga oknumnya? Kenapa namanya nggak kesebar kemarin-kemarin?

"Gosip-gosip dulu yang pernah muncul, itu Pak Lukman juga?" tanyanya masih tak percaya.

"Kalau itu gue nggak tahu, Ya," jawab Mbak Tiara mengangkat bahu.

"Kira-kira temen Mbak Tiara, mau ditanya-tanyain nggak?"

"Aduh ... kalau itu gue nggak yakin Ririn mau nggak. Sama temen se angkatannya aja dia nggak terbuka, apalagi sama lo." Mbak Tiara terlihat tidak yakin. "Buat artikel Jejak, 'kan?"

Lia mengangguk. "Gini deh, Mbak. Mbak Tiara coba tanyain dulu ke Mbak Ririn, mau atau nggak. Ini kesempatan bagus buat ekspos kejahatan Pak Lukman. Biar banyak yang lebih aware sama dia."

"Lo nggak takut nanti kenapa-napa, Ya? Kalau lo angkat kasus ini, lo sama aja buka aib kampus sendiri."

"Lebih baik buka aib kampus sendiri, dari pada jadi pelindung orang cabul kayak dia. Kalau kita diem padahal tahu apa yang Pak Lukman lakuin, sama aja kita jadi penjahat, 'kan?"

***

Brian mengernyit heran, saat melihat notifikasi di ponselnya membludak. Jujur saja, bukannya sombong, ponsel lelaki itu tidak pernah sepi. Ada saja, chat yang masuk. Akan tetapi kali ini ia menerima notifikasi dua kali lebih banyak. Jumlah pesan yang belum Brian baca di grup chat BEM dan kelasnya terus bertambah. Aduh, perasaan gue nggak enak nih. Jangan-jangan si Juleha nulis aneh-aneh lagi tentang gue.

Ia memilih untuk membuka grup kelasnya lebih dulu. Siapa tahu, ada info kelas hari ini kosong. Matanya seketika melebar setelah membaca satu per satu pesan di sana. Lelaki itu bahkan harus mengulang membaca lagi, karena masih tidak yakin akan berita yang barusan dibacanya.

"What the-" Brian menghela napas, masih tak percaya. "Pak Lukman, really?"

Tidak mungkin, dosen sebaik dia melakukan hal tidak senonoh begitu. Pak Lukman pernah membimbingnya untuk lomba debat Bahasa Inggris tahun lalu. Lelaki itu sangat ramah, baik, dan juga lucu. Dia juga termasuk dosen senior yang disegani. Tunggu, dari mana mereka dapat gosip seperti ini?

Brian: Berita dari mana ini?

Dion: Buka Jejak, Brader. Scroll ke atas aja, Alma share artikelnya kok.

Menuruti perkataan Dion, ia mencari artikel Jejak yang sahabatnya maksud. Setelah beberapa saat mendaki ke puncak obrolan, Brian menemukan artikel tersebut. Harus diakui, Jejak merupakan salah satu majalah kampus paling kompeten di Universitas Tunas Nusantara, mengesampingkan artikel yang Julia tulis. Jadi, mustahil sepertinya jika mereka menulis rumor tanpa dasar.

Kampus Tercemar Dosen Cabul: Bimbingan Tugas Akhir Jadi Momok Meresahkan Mahasiswi.

Ia berhati-hati membaca kalimat demi kalimat artikel tersebut, berharap dapat informasi yang cukup jelas. Akan tetapi sampai di akhir paragraf, Brian belum juga menemukan nama Pak Lukman disebut. Semua nama orang yang bersangkutan, di artikel ini disamarkan. Mulai dari korban sampai tersangka. Tapi kenapa teman-temannya bisa tahu kalau dosen cabul itu Pak Lukman?

Brian: Nggak disebut nama Pak Lukman. Gimana bisa kalian tau?

Alma: Gue tanya sama kating. Kata dia emang ada anak yg berhenti bimbingan dan sempet minta dosbing pengganti tp ga di acc.

Feby: Iya. Gue juga tau ini dari Kak Olla. Dia bilang si anak ini trauma ketemu sama Pak Lukman. Katanya suka pegang2 kalo lagi bimbingan.

Brian: Kalian tahu siapa nama korbannya?

Feby: Gue tau. Tp gamau bilang. Mending lo tanya sama Julia, dia kan yg nulis artikel ini.

Betul! Kenapa dia tidak tanya Juleha saja? Eh, maksudnya Julia. Tapi kan, gue masih musuhan sama dia, masa gue tanya-tanya sih? Gengsi dong! Kalau gini, bagaimana caranya cari tahu soal kasus ini? Astaga! Bego lo, Bri. Lo kan punya anak buah sekarang, suruh mereka ajalah yang tanya ke Julia. Oke, oke, good job. Gue bakal minta Rissa cari tahu.

To: Rissa
Ris, tanyain ke Julia, jurnalis Jejak ya, soal berita terbaru soal dosen cabul. Selengkap-lengkapnya. Nanti gue kasih no. WA Jay.

From: Rissa
Siap bosque. Demi Mas Jay apapun kan ku lakukan

To: Rissa
Gantengan gue juga padahal 😩

***

Sekre BEM sore ini cukup penuh, saat Brian mampir ke sana untuk bertemu Rissa. Ada Gary, Angel, Kamal dan Nania. Cukup lah, melakukan diskusi dadakan untuk membahas gosip yang sedang memanas di fakultasnya.

"Jangan pada balik dulu, ya," kata Brian. "Diskusi sebentar soal rumor dosen cabul. Lagi nunggu Rissa dateng, semoga dia bawa info penting."

"Eh, iya. Sumpah sih, gue kaget pas Jejak keluarin artikel online begitu," sahut Angel.

"Kita perlu cari tahu berita itu valid, nggak? Terus kemarin-kemarin juga sempet ada rumor dosen cabul juga, itu oknum yang sama bukan?" komentar Gary.

"Nah, makanya gue lagi nunggu Rissa. Dia habis wawancara sama Julia, yang nulis artikel."

Lima belas menit menunggu, Rissa pun akhirnya menampakkan diri. Brian langsung menodong gadis itu untuk menceritakan semua informasi yang didapat, dengan detail. Ia dan teman-temannya yang lain, duduk mengelilingi Rissa, siap mendengarkan fakta mengejutkan apa yang gadis itu bawa.

"Lia nggak mau kasih tahu nama korban. Tapi dia membenarkan kalau dosen cabul yang dimaksud itu Pak Lukman," kata Rissa. "Korban itu anak bimbingannya Pak Lukman. Untuk gimana pelecehannya pun Lia sendiri nggak tahu detailnya, karena korban nggak mau cerita. Kata korban, Pak Lukman udah beberapa kali lakuin itu ke dia. Suka nyentuh-nyentuh lah. Kalau duduk sebelahan kadang tiba-tiba tangan Pak Lukman di pahanya. Sebatas itu aja gue dikasih tahunya. Si korban ini udah lapor ke kepala prodi, buat minta dosbing pengganti, tapi belum di-acc."

"Ada korban lain nggak, Ris?" tanya Brian.

Rissa menggeleng lesu. "Lia belum tahu. Dia masih nyelidiki juga."

"Oke, oke. Besok gue mau ketemu Bu Sari, buat tanya-tanya soal mahasiswi yang minta ganti dosbing," tukas Brian.

Gary manggut-manggut. "Habis itu bikin press release. Kita harus bergerak. Biar orang-orang tahu BEM nggak cuma diam."

"Kali aja kalau kita gerak, nanti ada korban-korban lain yang mau bersuara, walaupun sembunyi-sembunyi," tutur Angel.

"Bang Bri, kita kerjasama aja sama Jejak? Kayaknya mereka juga mau ngulik kasus ini deh," usul Rissa. "Lo juga sekelas sama Lia, 'kan?"

Lelaki itu mengangguk.

"Nah kalau gitu, lo coba tanya-tanya ke dia lagi. Siapa tahu lo bisa nyelidiki bareng gitu? Kan enak, langsung dapet berita dari sumber utama?"

Brian meringis. Ya, alasan gue nyuruh lo karena nggak mau kontak langsung dia, Ris! "Nanti gue pikirin lagi."

TBC
***
Haloo.. ada yang kangen Ijul-Brian kuliah ga? Hahaha di KaryaKarsa udah update sampai part 21. Besok kalo sempat aku update lagi di sana.

See u hari Sabtu depan🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top