02 - Topic of the Month

Tidak ada waktu untuk bersantai-santai bagi Brian, meskipun baru dua bulan menjabat sebagai ketua BEM. Sabtu, pukul tujug pagi, ia sudah harus bersiap karena ada acara seminar kewirausahaan yang diadakan di gedung serba guna Fakultas Sastra. Selain bertugas sebagai ketua BEM yang mengawasi kegiatan, Brian juga akan tampil bersama Sixth Sense sebagai bintang tamu. Awalnya ia menolak, tapi para staf lelaki itu terus membujuk. Bersama Gary–sang wakil, Brian berangkat ke kampus.

"Anggota band lo nanti berangkat sendiri?"

"Iya, lah. Mereka berangkatnya palingan mepet, sekitar jam setengah dua belas. Sixth Sense perform abis istirahat makan siang, 'kan?"

Gary mengangguk. "Eh, lo nanti yang jemput Pak Ikhsan, ya. Bareng Diana. Dia pembicara utamanya."

"Nggak masalah."

Sesampainya di kampus, sudah ada beberapa anggota BEM yang di sana. Salah satunya Rissa, sang penanggung jawab acara. Gadis itu nampak sedang menyantap roti dan susu kotak. Brian lalu menghampiri gadis itu sambil tertawa kecil.

"Udah sarapan aja, nih."

"Takut pingsan gue, Bang. Grogi ketemu sama Mas Ozy nanti," jawabnya diselingi kekehan.

Brian mendengkus. "Emang ya, cewek selalu lemah sama cowok ganteng, berduit." Ozy Nugraha, salah satu pengusaha muda di bidang makanan, yang tengah jadi primadona. Lelaki itu akan jadi pembicara kedua dalam seminar ini.

"Ya pasti dong, Bang!" Rissa mengangguk-angguk. "Eh, tapi nanti ada Sixth Sense juga. Aduh senengnya, mata sama telinga gue akan dimanjakan hari ini. Mintain nomernya Bang Jay, dong."

"Minta sendiri lah!"

Pukul delapan, aula sudah dipenuhi oleh para peserta seminar. Mata Brian menangkap seorang gadis yang tidak asing. Si adik kelas judes di kelasnya itu. Oh, dia jurnalis 'Jejak' ternyata. Batin Brian saat melihat kartu nama yang dikalungkan di lehernya. Ia tersenyum miring, pantes kritis orangnya. Kritis apa nyinyir, ya?

Setelah istirahat makan siang, Brian masuk bersama anggota band-nya, kedatangan lima lelaki itu disambut tepuk tangan meriah. Sebelum beralih ke pembicara selanjutnya, Sixth Sense akan menampilkan dua lagu andalan mereka, Congratulation dan Hi Hello. Bernyanyi bersama teman-temannya membuat lelaki itu merasa relaks. Beban sebagai ketua BEM seperti hilang untuk sementara. Selelah apapun dia, musik selalu bisa jadi penyembuhnya.

"Gila! Gila! Jadi pencipta lagu, suaranya bagus, ganteng, ketua BEM kita kurang apa lagi coba?" seru Angel, sang pembawa acara.

"Kurang pacar," celetuk Jay disambut gelak tawa peserta yang memenuhi aula.

Angel terkekeh kecil. "Bener banget. Buat temen-temen yang naksir sama Bang Brian, boleh daftar buat jadi pacarnya ya, tenang aja. Bisa, 'kan Bang?"

Brian menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa kecil. "Boleh-boleh, biar gue punya ibu negara yang dampingi gue tugas nanti. Kalian juga boleh daftar jadi pacar anak Sixth Sense yang lain, mereka available kok."

"Ah, gue nggak percaya, masa Sixth Sense pada jomlo?"

"Brian kan ngomongnya availabe, bukan jomlo," celetuk Dion.

Rayyan melotot, dengan ekspresi berlebihan, dia memukul pundak Dion. "Pacar lo yang di Jekardah, mau lo ke manain, woy?"

"Ya, makanya gue available di Semarang aja, kalau di Jekardah gue booked," sahut Dion cengengesan, membuat satu ruangan menyorakinya.

"Tolong, buat temen-temen yang bisa nge-drum, kita cari pengganti drummer," tukas Arsen.

"Setuju. Cowok kardus begini nggak cocok jadi anggota Sixth Sense. Lagu kita soal bucin, gagal move on, bukan suka selingkuh," tutur Jay.

Dion menatap kedua temannya dengan tatapan tak percaya. Sedangkan Brian, terbahak puas, melihat anggota termuda Sixth Sense dinistakan.

***

Materi seminar hari ini benar-benar menarik. Satu halaman buku catatan Lia kini sudah penuh dengan tulisannya, karena terlalu banyak poin-poin penting yang harus gadis itu catat. Pembicaranya pun punya cara unik saat menyampaikan materi, sehingga membuat kelas hidup dan tidak membosankan.

Sorak sorai menggema memenuhi ruangan saat Sixth Sense muncul. Lia mencebik, tidak menyangka jika sang ketua BEM akan tetap aktif dengan aktivitas band-nya. Satu sudut bibirnya terangkat, membentuk seringaian. Besok Senin, artikel yang ia tulis tentang Brian, akan rilis. Ia tidak sabar melihat bagaimana reaksi lelaki itu.

"Boleh-boleh, biar gue punya ibu negara yang dampingi gue tugas nanti. Kalian juga boleh daftar jadi pacar anak Sixth Sense yang lain, mereka available kok," kata Brian.

Lia mendengkus melihat para peserta berteriak tidak jelas karena ucapan gombal Brian. "Nggak jelas banget, gitu aja dibaperin."

Ia menoleh dan mendapati Yezy, temannya malah sibuk mengambil video Sixth Sense yang sedang ditanya-tanyai oleh pembawa acara.

"Ngapain lo?"

"Titipannya Ayuna," kata Yezy. "Kata dia Bang Brian bakal jarang ikut Sixth Sense manggung, soalnya sibuk sama BEM. Jadi, mumpung masih full team, dia minta videonya."

"Kenapa dia nggak dateng sendiri aja, sih?"

"Ih! Lo baca grup nggak sih, Ya?" tukas Yezy gemas. "Ayuna kan sampai besok, ada acara himpunan mahasiswa."

"Dasar pada bucin," bisiknya tapi masih bisa didengar Yezy.

"Lagian lagu mereka juga enak-enak kok. Lo aja yang terlalu gengsi," sahut Yezy sambil tersenyum meledek.

Pukul setengah tiga sore, acara seminar pun selesai. Lia dan Yezy pun langsung pulang ke indekos. Keduanya menempati kos yang sama sejak menjadi mahasiswa baru. Di indekos yang ia tempati ada dua belas orang, dan lima orang di antaranya adalah satu angkatan dengan Lia. Mereka berlima, sekarang jadi teman akrab meskipun memiliki kepribadian dan jurusan berbeda-beda.

"Bawa titipan gue nggak?" tanya Echa yang sedang bersantai di ruang tamu.

Lia mengangguk lalu meletakkan es buah titipan gadis berambut panjang dengan kulit putih itu. "Lo seharian di kos aja?"

"Iya, dong! Rebahan all weekend!" jawab Echa diiringi tawa kecil.

Ia mendengkus. "Mana si Ruika?"

"Di kamar." Echa menunjuk kamar gadis dengan rambut sebahu itu. "Ka? Ruika?"

Ruika—mahasiswa kedokteran umum itu keluar dengan ponsel di tangannya. "Eh, kenapa si Yuna ribut minta video Six Sense? Emang mereka perform di mana?"

Lia memutar bola mata malas. Kenapa topik pembicaraannya tidak pernah jauh-jauh dari mereka sih? "Di seminar yang gue datangi tadi."

"Keren banget sih tadi, berasa konser. Se-aula pada nyanyi bareng," tutur Yezy antusias.

"Eh, gue denger-denger Brian jadi ketua BEM Fakultas Sastra, ya?" tanya Echa penasaran.

Yezy mengangguk. "Udah dua bulanan. Lia ini kebakaran jenggot mulu, tiap lihat Bang Brian."

"Ya, lo lihat sendiri lah, Zy. Dia itu nggak mencerminkan ketua BEM banget, nggak berwibawa. Mana masih sempet buat manggung lagi. Fokus dia itu bakal kepecah sama band-nya," dumel Lia. "Hobinya nyebat di parkiran, pakai celana bolong-bolong mulu, nggak pantes aja lihatnya."

"Fakultas lo kan bukan kawasan bebas asap rokok, nggak ada salahnya, dong?" komentar Ruika. "Kalau dia nyebatnya di fakultas gue, baru salah."

"Kenapa sih lo benci banget sama Kak Brian? Suara dia bagus tahu, lagunya juga syahdu banget," timpal Echa.

"Ya emang suara dia bagus. Kenapa nggak fokus ke karir musik dia aja? Siapa tahu bisa jadi famous gitu?" kata Lia. "Ngapain harus sok peduli sama kampus, jadi ketua BEM?"

Yezy menatapnya dalam. "Lia, lo bahkan belum kenal dia, tapi lo berani ngomong begitu soal Bang Brian? Siapa tahu dia emang peduli? Lagian baru dua bulan Bang Brian jabat jadi ketua BEM, dia masih punya waktu sepuluh bulan buat berjuang, 'kan?"

Percuma, mereka tidak akan mengerti kekhawatirannya, batin Lia. Mereka terlalu jatuh pada pesona lelaki itu, atau lebih tepatnya terjebak. Ia akan membuktikan jika Brian, bukan lelaki yang tepat untuk memimpin kampusnya.

***

Seperti biasa, Brian berangkat ke kampus dengan motornya, memesan segelas kopi dulu sebelum masuk kelas. Tidak ada sesuatu yang spesial. Akan tetapi, ia merasa ada yang aneh. Beberapa orang menatapnya dengan tatapan yang tak ia mengerti. Gue mandi kok. Baju gue juga wangi, baru ambil di laundri semalem. Kenapa deh?

Dari belakang, seseorang menyenggol bahunya. "Udah baca artikel baru Jejak?" tanya Dion.

"Artikel yang mana?"

"Baca ini." Dion menyodorkan ponselnya.

Langkah Brian terhenti saat membaca headline artikel yang baru dirilis dua jam lalu, tepatnya pukul delapan pagi. 'Dari Nge-Band ke Nge-BEM, Totalitas Nggak Ya?' Saat melihat siapa jurnalis yang bertanggung jawab menulis artikel ini, salah satu sudut bibir Brian terangkat, lelaki itu menyeringai. Julia Maheswari. Ia tahu siapa gadis itu. Beberapa kali satu kelas dengannya, membuat Brian akhirnya tahu siapa nama adik tingkat super judes yang terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan padanya.

Isi artikel ini, setengahnya berisi tentang penerawangan gadis itu akan bagaimana ia menjalani perannya sebagai ketua BEM. Selain itu, Lia juga sepertinya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, untuk menggiring opini para mahasiswa, agar berpikiran jika Brian bukanlah ketua BEM yang tepat untuk Fakultas Sastra.

'Apa Brian benar-benar bisa melepaskan Sixth Sense dan fokus dengan tugasnya sebagai ketua BEM? Sebelum jadi ketua BEM, lelaki itu belum pernah menjabat sebagai ketua organisasi. Keren banget ya, posisi ketua BEM Fakuktas dijadikan uji percobaan. Kita lihat nanti, apa proker-proker BEM dapat berjalan baik dan lebih bagus dari tahun kemarin?'

"Bisa, bisa." Brian mengangguk. "Dia serius juga ternyata jadi hater gue."

"Lo tahu siapa yang nulis?"

"Anak baru di kelas kita, yang wajahnya jutek."

"Gila!" Dion memekik. "Nama penulis artikelnya nggak pakai nama samaran lagi. Dia mau ngajakin lo perang terbuka apa gimana?"

"Biasa lah, anak semester tiga, dia lagi seneng-senengnya di organisasi, showing off something they can do," komentar Brian. "Gue sih nggak masalah dia mau nulis apa, tapi yang gue nggak suka dia seolah-olah tahu gue bakal screwing this job, dan si Julia ini pakai media artikel ini buat menggiring opini publik."

"Lo mau ngomong sama dia nanti?" tanya Dion.

Brian mengedikkan bahunya. "Nggak tahu, sebenernya gue males ngurusin begituan." Namun, saat dalam perjalanan menuju kelas, samar-samar lelaki itu mendengar beberapa orang membicarakannya.

"Bener sih, kayak seleb-seleb yang tiba-tiba nyaleg atau nyalon gubernur sama wali kota, nggak jelas nanti kinerjarnya," kata seseorang.

"Dia menang juga karena fansnya banyak," sahut yang lain. "Lo pasti pilih dia, ya? Lo kan bucinnya Sixth Sense."

"Enak aja, nggak dong! Gue suka Sixth Sense tapi nggak pilih Brian, gue juga ngerti kali, mana yang bisa mana yang cuma mau main-main."

"Kayaknya gue bakalan ngomong deh sama Julia, kalau nanti ketemu," tukas Brian berubah pikiran.

Sesampainya di kelas, Brian langsung menuju tempat duduk andalannya, kursi belakang dekat jendela. Banyak teman-teman sekelasnya yang melaporkan mengenai artikel baru majalah Jejak. Tentu saja mereka tidak menyukainya. Sastra Inggris angkatan 2018, terkenal akan solidaritasnya yang tinggi.

"Eh, bukannya ini yang nulis adik tingkat di kelas 'Kritik Sastra Inggris' nggak, sih?" celetuk Alma.

"Yang juteknya minta ampun itu?" timpal Irsyad.

"Betul banget," sahut Dion. "Nanti lo mau ngomong sama Julia, 'kan? Kok belum dateng, ya? Apa bolos dia karena takut?"

"Idih! Coward banget, habis nulis begitu nggak berangkat kelas," sindir Alma.

"Santai lah, kalian nggak usah bales nyinyirin dia. Biar gue aja ngomong sendiri," kata Brian mendinginkan suasana.

"Itu, si jurnalis nyinyir dateng," bisik Dion.

Dari arah pintu, Lia dan Yezy masuk kelas. Kali ini kedua gadis itu duduk di kursi barisan nomor dua. Entahlah, Brian pikir mungkin mereka sengaja menghindarinya. Tanpa buang waktu, ia beranjak dan menghampiri gadis itu. Dia dapat melihat jika Yezy tampak gugup, sedangkan Lia, tidak ada perubahan ekspresi yang adik tingkatnya tunjukkan.

"Julia Maheswari?"

Lia mendongak, menatap lelaki itu malas. Ia sudah menduga, lelaki itu akan mendatanginya. "Ada urusan sama gue?"

Brian mendecakkan lidah. Ketus amat. "Butuh berapa jam buat nulis artikel Jejak yang terbit hari ini?"

"Nggak selama yang lo pikirin," jawab Lia. Ia sendiri bingung, kenapa Brian malah berbasa-basi. Langsung ngomong aja lagi, kalau tersinggung.

"Oke, di waktu yang nggak lama itu, lo bisa lihat masa depan gue nggak becus jadi ketua BEM?" Brian menatap gadis itu tajam. "Belajar ilmu dukun di mana? Apa lo anak indigo?"

"Nggak perlu jadi anak indigo buat tahu itu, kalau lo cuma main-main daftar jadi ketua BEM," jawab Lia sengit.

"Apa buktinya?" tantang Brian. "Lo bahkan nggak punya bukti valid untuk dukung tulisan-tulisan lo di artikel. Kredibilitas lo sebagai jurnalis, patut dipertanyakan sih."

"Namanya juga kolom opini, gue bebas beropini, dong." Lia mencebikkan bibirnya. "Kalau emang lo bisa, buktiin aja."

"Oh, thats my plan, tapi bukan untuk membuktikan ke lo. Emang karena dari awal gue nggak main-main," tutur Brian. "You need to fix your attittude, Julia. Lo nggak bisa hasut orang-orang buat ikut benci orang yang lo benci."

Setelah mengatakan itu, Brian kembali ke kursinya tanpa memberi kesempatan Lia bersuara. Tak selang lama, Miss Rahmi memasuki ruangan. Wanita itu meminta para mahasiswa untuk duduk sesuai pasangan masing-masing yang dibentuk Senin kemarin. Ia bingung, karena lelaki itu tak masuk Senin kemarin. Tatapannya jatuh pada gadis menyebalkan itu yang tidak bergerak dari tempat duduknya. Oke, jangan bilang mereka satu kelompok.

"Julia sama Brian, minggu kemarin nggak berangkat, 'kan? Kalian satu kelompok ya," kata Miss Rahmi mengkonfirmasi tebakan Brian. "Karena saya ada rapat, hari ini saya akan terangkan tugas yang harus kalian kerjakan secara kelompok, dikumpulkan minggu depan."

Oh God, what the hell.

TBC
***

Sebelum bucin banget di Sweet Chaos Brian-Ijul pernah semusuhan ini😝

Kalian bisa bayangin nggak? Brian-Julia di kampus, yang nggak akur sama sekali tiba-tiba kedatengan anak mereka dari masa depan. Bayangin bakal se-chaos apa. Kalau penasaran bisa baca ekstra part Brian-Ijul-Gauri ya di KaryaKarsa🥰😘


Nah, jadi Gauri's Journey itu special part daily life Brian-Ijul sama Gauri anak perempuan mereka yang masih 3 tahun. Udah ada 2 part ya. Kalian bakal gemes banget sama tingkah lakunya si Gauri ini yang sama nyebelinnya kayak Juleha waktu kuliah😋

Oh BTW Double Trouble di KaryaKarsa udah sampai part 12 ya. Yang mau baca silakan ke sana.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top