Planning
Aku berdiri di ambang pintu kamar mandi dalam kamar, masih berpakaian tidur semalam. Mataku menatap ke arah bathtub yang tidak jadi tersentuh kemarin, dan enggan kusentuh pagi ini.
Tergelincir di bathtub? Cih! Lalu di mana lagi mereka pernah bercinta?
"Kamu memikirkan sesuatu?"
Tiba-tiba saja sepasang tangan sudah bergelung di pinggang, memelukku dari belakang. Terasa juga dagu yang mendarat di pucuk kepala.
Aku menghela napas, masih memandang bathtub dengan miris.
"Ndra ...."
"Uhm?"
"Aku enggak suka bathtub-nya."
"Ya udah, kamu mandi di pancurannya aja."
"Bukan itu, Ndra ...." Aku membalik tubuh hingga, mendongak menatap Andra. "Aku beneran enggak suka bathtub-nya." Aku merengek.
"Kamu suka sekali berendam di sana, kenapa tiba-tiba jadi tidak suka?" Andra mengerutkan kening.
Aku mendengkus, memberi pukulan ringan di dadanya karena gemas. Memangnya dia tidak berpikir, kenapa akhirnya aku memutuskan untuk tidak bergelut dengannya di bathtub semalam? Memang dia tidak ingat, apa yang dikatakan Lia semalam masalah benda laknat itu?
Rese, Andra!
"Aku mau bathtub-nya dicopot, ganti! Lalu setiap benda di mana kamu pernah main-main sama Lia. Semuanya!"
Terlihat jakun Andra bergerak-gerak. Dia tidak menyahut sama sekali.
Aku bergerak lepas dari pelukannya, mundur selangkah untuk kemudian berkacak pinggang di hadapannya.
"Kenapa? Kamu keberatan?" tanyaku sambil mengerutkan kening.
Andra menggeleng, tapi kemudian kedua bahunya lunglai. "Semua?" ulangnya.
Aku mengangguk keras.
Dia mendengkus, menatap melewati bahuku. Kuikuti arah pandangan sampai kepala harus menoleh ke belakang.
Pancuran? Jangan bilang kalau ....
Segera aku menoleh lagi ke arahnya yang saat ini sedang menoleh ke dalam kamar. Cepat aku keluar melewati tubuhnya, mengikuti arah pandangnya dengan khawatir. Terkejut ketika tatapannya tertuju pada bufet di kamar.
Bufet? Mataku mulai membelalak. Seheboh apa mereka dulu?
Lalu pandangan mata Andra, memelas turun ke lantai.
"Andra!" jeritku dengan tidak tahan.
"Kami nikah delapan tahun, Vin!" Dia ikut-ikutan frustrasi, mengacak rambut sendiri dengan napas terengah.
"Terus di mana lagi? Di ranjang?!" Aku menebak, dan kesakitan sendirian. Gila saja kalau aku selama ini tidur di ranjang yang sama dengan yang pernah dia dan Lia tiduri.
Aku enggak terima!
"Aku udah ganti ranjangnya. Jangan khawatir."
Berengsek!
Aku berbalik, mendorong tubuh Andra yang menghalang di pintu kamar mandi.
"Aku mau berendam, mumet!"
"Akan kumasakin air panas!"
Kemudian aku terdiam, menatap bathtub untuk kemudian berkata, "Enggak jadi. Aku enggak suka bathtub-nya."
Terdengar di belakang, langkah yang tadinya bergerak cepat, berhenti.
"Aku mandi di pancuran saja." Meski sebenarnya aku juga tidak mau. Bayangan bagaimana Andra dan Lia berbasah-basahan di bawahnya sudah cukup membuatku panas. Namun, aku rasa, aku bisa mandi dengan cepat.
Kakiku melangkah gemetar masuk ke kamar mandi. Tiba-tiba aku tidak suka berada di dalam sini, padahal biasanya aku suka berlama-lama.
Jadi, langkahku terhenti lagi. Dadaku berdebar cepat karena nyeri yang entah apa. Mataku mulai terasa panas dan menyengat.
Apa-apaan ini?
Kucengkeram gaun bagian dada hingga sedikit kulit juga terengkuh. Kenapa rasanya kelewat nyeri.
"Vin ...." Andra memanggil dari balik tubuh. "Apa sebaiknya kita pindah saja?"
Tiba-tiba saja air mataku meleleh begitu saja, bersamaan dengan tubuh yang luruh di lantai dengan sengguk tak tertahan.
Ini enggak adil!
❤❤❤
Aku bergegas menuju halaman untuk mencapai mobil yang sudah terparkir di sana. Keadaan mesin yang menyala, meyakinkanku bahwa Andra sedang memanaskan mesinnya.
Benar saja, tak lama lelaki yang hanya dibalut celana panjang piama garis-garis hitam putih itu, keluar dari dalam BMW i3 metalik yang akan kukendarai.
"Siap digunakan, Sayang!" Terdengar Andra berseru.
Segera aku mendekati.
"Hati-hati di jalan ...." Dipersilakannya aku melewati tubuh telanjang dadanya, mendekat ke pintu pengemudi yang terbuka.
Aku tersenyum tipis, malas untuk melakukan ciuman pamit sebagaimana yang bisa kami lakukan setiap pagi.
Namun, ketika hendak memasuki pintu mobil, langkahku terhenti. Berbalik, kutatap Andra yang salah satu tangannya masih menahan pintu agar tetap terbuka.
"Pindah?" tanyaku, mengingatkan ucapannya tadi.
"Aku akan usahakan secepatnya. Hari ini aku akan menghubungi Hans." Disebutnya nama salah seorang temannya yang bergelut di bisnis property.
Aku mengangguk. Hendak berbalik lagi masuk saat Andra tiba-tiba menahan lenganku.
"Cium ...." Bibirnya mengerucut sementara tubuhnya sudah mencondong maju.
Kuhela napas dalam-dalam, mencoba menahan rasa geli yang menguar. Mengapa suamiku bisa setampan dan semenggemaskan ini sekaligus.
"Cium, Vin. Aku enggak akan bisa melewati hari dengan semangat tanpa itu." Dia merajuk, masih dengan posisi tubuh dan bentuk bibir yang sama.
Aku berdecak. Untung cinta.
Kucondongkan kepala, bermaksud menyambut bibir monyongnya, saat tiba-tiba seruan menyebalkan terdengar dari balik pagar yang sudah dibuka lebar.
"Mas Andra! Selamat pagi!"
Sontak wajahku kembali mundur menjauhi bibir yang belum sempat melekat. Menoleh keluar pagar, terlihat Ajeng. Perempuan tanpa suami beranak dua yang tinggal berselang tiga rumah dari rumah kami.
Ajeng terlihat mengenakan pakaian training ketat berwarna pink dengan rambut dikuncir ekor kuda. Sebuah handuk kecil berwarna pink, tergantung di lehernya. Sepatunya juga berwarna sama. Sampai liptiknya juga pink.
Terdengar Andra mendengkus. Kulirik, suamiku itu sudah menarik tubuhnya tegak. Kemudian saat ini menoleh ke arah Ajeng dengan senyum dipaksakan.
"Pagi, Mbak Ajeng ...," ucapnya membalas sapa.
"Tambah seksi aja, Mas! Itu roti sobek di perutnya, bikin Ajeng laper." Lalu perempuan itu mengikik manja.
Aku mendengkus. Apa-apaan?
"Udah, aku mau berangkat!" Cepat kutepis tangan Andra yang masih berada di pintu.
"Kamu enggak nyapa Ajeng?" tanya Andra berbisik. Aku tahu sih, sebenarnya dia tidak mau ditinggal dalam kondisi ini. Kondisi saat para perempuan-perempuan tetangga menyapanya dengan genit.
"Dia enggak nyapa aku. Bodo ah!" Kututup pintu mobil. Melirik Andra yang menatapku memohon dari jendela mobil yang terbuka. "Dah!" kataku, sambil memundurkan mobil.
Andra terlihat mencibir menatapku yang semakin menjauh.
Mobilku hampir mendekati Ajeng, setidaknya aku harus menyapa. Saat aku sudah membuka mulut dan hendak menyapa, perempuan pinky itu justru mengalihkan pandangan ke rumah sebelah. Tepat ketika Lia muncul dari pintu teras rumahnya.
"Mbak Lia! Makin cantik aja, ih! Sama bugarnya dengan Mas Andra ...."
Dengan hati sepanas air yang baru mendidih di atas kompor, kuinjak gas dalam-dalam dan melesat pergi.
Bugar? Sama kayak Mas Andra? Norak!
❤❤❤
"Pindah?" Bian menatapku dengan selidik.
Aku mengangguk, masih mengunyah makan siangku dengan tenang. Fish and chips.
"Kenapa? Kenapa akhirnya pindah?" Perempuan dengan mata bulat itu bertanya penasaran. Salad diet-nya didiamkan begitu saja, baru tersentuh sedikit.
Aku tidak menjawab, hanya mengangkat kedua bahu dengan tak acuh.
"Karena Clara pasti ya? Anak itu terus mengacau?"
Aku mengangkat kepala, sedikit melirik dari balik bulu mata.
"Iya, 'kan?"
Aku menghela napas, meletakkan garpu dan pisau di piring.
"Dia masih anak-anak. Meski kadang suka datang enggak tepat waktu, tapi dia anaknya Andra," sahutku. Jujur, aku tidak membenci anak itu. Meski kadang suka menyebalkan.
"Kalau begitu, ini karena mantan istrinya. Dia mulai genit ke Andra?" Bian masih berusaha menggali informasi.
Lagi, aku menghela napas. Menyahut kembali pisau dan garpu, mulai kembali memotong ikan kecil-kecil.
"Enggak," sahutku datar.
"Terus?"
"Karena aku yang enggak tahan." Kuhela napas. Siapa yang bisa tahan di posisiku?
Bian langsung bungkam. Terdengar suara kriuk dari mulutnya. Bisa jadi selada patah digigitnya.
Kuhela napas, memasukkan sepotong kentang goreng ke mulut.
Pindah, aku rasa itu adalah rencana terbaik yang bisa terpikirkan saat ini.
Tiba-tiba ponsel di sisi piringku berdenting. Sepertinya sebuah pesan masuk. Bergegas kuraih ponsel dan berdecak ketika melihat isi pesan dari Andra.
Aku enggak semangat. Enggak dapet ciuman dari kamu pagi ini.
Di tambah fotonya dengan bibir meruncing.
Cepat kuketik balasan.
Kalau kamu enggak segera hubungi Hans, maka kamu enggak akan dapat ciuman lagi selama-lamanya.
Kukirim dengan ditambahkan emoticon wajah marah.
Tak lama ponselku berdenting lagi. Balasan dari Andra. Hanya satu kata yang membuatku menahan senyum.
Jahat!!
"Jadi, kamu enggak tahan karena Andra digodain mantan istrinya, 'kan? Pilihan tepat untuk pindah."
Ucapan Bian membuatku mengalihkan pandangangan dari layar ponsel. Menatap gadis sawo matang itu dengan lelah. Lalu, kuabaikan.
❤❤❤
Mobilku memasuki pekarangan rumah setelah gerbang otomatisnya terbuka lebar. Terlihat lampu taman dan lampu teras sudah menyala.
Bergegas kumatikan mesin, setelah membuka sabuk pengaman, beranjak keluar dari mobil.
Tadinya aku hendak segera masuk, tapi urung. Masalahnya ekor mataku tanpa sengaja melihat pemandangan menarik dari teras rumah sebelah. Rumah Lia.
Seorang lelaki terlihat berdiri di ambang pintu rumah. Terlihat jelas kalau dia menyembunyikan buket bunga kecil di balik punggung. Sepertinya dia sedang menunggu pintu dibuka.
Aku sedikit bergeser dari tempatku berdiri agar pandanganku melihat lebih leluasa.
Dari punggungnya bisa kunilai kalau lelaki yang berdiri di sana memiliki postur yang lumayan. Bisa jadi, dibalik tatanan rambut yang sleek itu, wajahnya juga sama bagusnya.
Aku segera merunduk ketika pintu rumah itu tetiba terbuka. Namun aku yakin, sempat melihat wajah Lia yang terlihat semringah menyambut.
"Vini!"
Panggilan dari arah teras rumah membuatku menengadah. Andra terlihat memandangku dengan kening berkerut. Secepat kilat aku berlari ke arahnya masih dengan tubuh membungkuk.
"Ngapain kamu bungkuk-bungkuk gitu?" Andra bertanya ketika aku sudah tiba di hadapannya. Pertanyaan yang langsung kusambut dengan mengatup mulutnya dengan telapak tanganku.
"Pstt!" bisikku memperingati. "Kayaknya, Lia punya pacar ...."
Kening Andra berkerut, matanya berusaha melirik ke rumah sebelah, kemudian beralih lagi ke arahku.
"Pacar," ulangku dengan senyum mengembang.
Bersambung.
Gambar: Pinterest
Hyun Bin as Andra
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top