Bab 43
Love dulu buat part ini ♥️
Selamat hari libur ♥️♥️
Sayang-sayangku ♥️
Jangan lupa follow vote and Coment
Komen setiap paragrafnya ya biar author semangat update... Vote juga ya 🙏🙏🙏
***
Keluar dari diorama masih meninggalkan perasaan takut di benak Yola. Ini semua gara-gara Kiran yang menceritakan kisah hantu penghuni benteng Vandeburg. Jujur ia takut horor tapi penasaran dengan ceritanya. Namanya juga manusia, takut tapi penasaran.
"Kamu mau naik becak mini itu?" tanya Arsha menunjuk becak mini di taman. Banyak pasangan kekasih yang menaiki itu. Terlihat kekanak-kanakan memang, tapi sedikit romantis. Bahkan ada yang jatuh ke rerumputan hijau saking semangatnya menggowes.
Yola menggelengkan kepala cepat. Mana mungkin ia bisa bersenang-senang setelah kejadian berat yang baru saja ia lalui. Yola trauma curhat sembarangan. Dirinya benar-benar gila membayangkan semua pesan yang pernah ia kirim ke prince charming. Ternyata benar rahasia teraman itu jika kita sembunyikan untuk diri sendiri. Jujur ia merasa seperti dipermainkan oleh Arsha. Kenapa pria ini tidak pernah memberitahu identitasnya? Pantas saja dulu ketika ia bertanya apa nama akunnya. Arsha tidak berani menjawab.
"Bukannya tadi kamu ngeliatin terus pas masuk?"
"Atau kamu mau foto?"
"Aku mau pulang," mood Yola memburuk. Malu, marah, kesel jadi satu. Rasanya ia mau meledak saat ini juga.
Arsha menghela napas, ia maju beberapa langkah di depan gadis itu. Lalu menghadang pergerakannya. Yola terkejut karena kemunculan Arsha yang tiba-tiba. Pria itu menundukkan kepala mensejajarkan wajahnya dengan wajah Yola.
"Jangan canggung, maaf baru memberitahumu mengenai prince charming. Karena di akun itu, saya tidak perlu khawatir akan di blokir kamu," perkataan Arsha membuat Yola terdiam. Ia yang awalnya sedikit kesal jadi ikut sedih. Disinilah ia yang salah dan kekanak-kanakan. Setiap ada masalah ia akan langsung memblokir dan menghilang dari peradaban Arsha.
"Lala juga minta maaf,"
"It's okay. Lain kali selesaikan masalah dengan kepala dingin. Jangan tinggalkan saya apapun yang terjadi. Kita hadapi semuanya sama-sama," ujar Arsha sambil mengacak-acak rambut Yola.
Yola tersenyum lalu memeluk erat pinggang Arsha. Rasanya beruntung sekali memiliki pria seperti Arsha. Pria yang sabar menghadapi tingkah kekanak-kanakannya. Pria yang selalu berada disisinya dan mencintainya. Ia tidak akan bertingkah bodoh lagi.
"Jangan tinggalin saya lagi, ya...." Ucap Arsha membalas pelukan Yola.
"Mas Shaka juga jangan ninggalin Lala."
"I Will always stay with you, my princess..."
***
Hari pertunangan Arsha dan Yola tiba. Semua berjalan lancar sesuai rencana. Latifah dan obsesinya berhasil di hentikan Arsha. Kabar burung Latifah pergi meninggalkan kota ini, karena malu.
Pertunangan diadakan di salah satu ballroom hotel. Menurut Yola ini berlebihan, karena terlalu mewah. Namun ternyata acara pertunangannya dirangkap dengan ulang tahun Arsha.
Dekorasi didominasi dengan warna putih dan biru. Di setiap sudut ruangan dihiasi rangkaian bunga anyelir putih. Bunga yang memiliki arti kesetiaan. Yola tersenyum melihat bunga itu. Karena selama ini Arsha tak pernah memberinya bunga selain bunga uang. Selain itu juga ada MC dan band untuk menghibur.
Yola mengenakan gaun biru yang panjangnya melebihi mata kaki. Gaun tersebut tidak memiliki lengan sehingga memperlihatkan bagian pundaknya. Rambutnya di sanggul dan diberikan hiasan mahkota. Ia seperti menjadi sosok Elsa di kartun Frozen. Sepertinya Arsha memang sengaja membuat konsep seperti ini.
Dihadapannya Arsha berdiri memakai tuxedo putih dan celana senada. Pria itu terlihat sangat tampan dan menawan. Sebentar lagi acara pertukaran cincin akan dimulai. Ruangan sudah dipenuhi oleh tamu. Arsha mengundang kerabat, teman dan relasi bisnisnya. Sedangkan Yola hanya mengundang teman kuliah dan membawa keluarganya.
Suara MC yang memimpin jalannya acara terdengar, acara pertukaran cincin di mulai. Ares lah yang membawa cincinnya dan berada di tengah mereka. Adiknya itu terlihat seperti mengejeknya. Andai saja bukan diatas panggung sudah ia injak kakinya itu.
Arsha mengambil cincin pertunangan mereka. Ia memasangkannya di jemari manis Yola secara perlahan. Cincin tersebut akhirnya melingkar indah hal itu seperti mimpi bagi Yola. Satu langkah lagi hubungan mereka akan ke jenjang pernikahan, ia tidak sabar menanti hari itu. Kini gantian Yola yang memasangkan cincin ke jari Arsha. Entah kenapa ia gugup. Tangannya bergetar, untung cincinnya tidak jatuh.
Setelah memakaikan cincin, Arsha memegang kedua pundak Yola menghadap dirinya. Lalu berkata, "Aku ingin mencintaimu tanpa tapi, ibarat burung merpati yang terbang sejauh apapun akan kembali kepada yang terkasih."
Kemudian Arsha mendekatkan wajahnya mencium kening Yola dalam dan penuh cinta. Yola memejamkan matanya menikmati ciuman tersebut. Namun tepuk tangan dari tamu membuatnya tersadar jika disini banyak orang. Sontak Yola gugup. Pipinya merona malu.
Arsha tertawa melihat kegugupan tunangannya. Ia menggenggam tangan gadis itu erat seolah-olah menenangkan. "Rileks, sweetheart," bisik Arsha dengan lembut.
Yola tersenyum mendengar perkataan Arsha yang menenangkannya, namun ia sedikit terkejut ketika Arsha tiba-tiba mengecup pundaknya. Ia langsung melotot. Astaga! Bagaimana jika ada yang liat? Yola jadi tambah gugup jadinya. Ia malu.
Dasar Arshakampret!
Tak jauh dari sana. Berdiri Antariksa menatap nanar panggung. Hatinya benar-benar patah sekarang. Ia tidak memiliki kesempatan lagi mendekati Yola. Cintanya bertepuk sebelah tangan begitu saja.
Mungkin ini akhir dari perjuangannya. Ia harus mengubur cintanya. Ia mencoba untuk tersenyum, tapi tak mampu. Hatinya seakan mati rasa. Ia sudah berulangkali coba untuk lupa. Tapi, tak mampu. Senyum dan wajah gadis itu selalu terbayang di kepalanya. Semua kenangan mereka yang sederhana itu begitu istimewa di hatinya.
"Selamat tinggal, Yola. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu," ujar Antariksa sambil meninggalkan ballroom. Ia tak kuasa lagi melihat kemesraan mereka.
***
Vivi berjalan-jalan di taman hotel. Lalu ia duduk di kursi kayu dekat air mancur. Di acara pertunangan Yola, ia sempat melihat Tunjung. Namun ia tidak berani mendekati. Ia takut Tunjung marah dengannya karena pernah membohongi pria itu.
Langit malam begitu indah. Bintang dan rembulan bersinar melukis kanvas langit yang kelam. Vivi mendongak menikmati keindahannya dengan semilir angin malam yang menyelimuti tubuhnya. Kenapa kisah cintanya seperti ini? Padahal hubungan mereka belum jauh. Ia bahkan tidak tahu apakah Tunjung mencintainya.
"Tidak baik sendirian malam-malam," Tunjung menyampirkan jas hitamnya ke pundak Vivi. Ia tidak ingin gadis itu sakit karena angin malam.
Sejak tadi ia ingin menghampiri Vivi, tapi gadis itu selalu menghindarinya. Ketika Vivi keluar dari ballroom. Tunjung mengikutinya diam-diam dari belakang. Ia ingin memperjuangkan perasaannya. Tak peduli apapun reaksi Vivi nanti. Yang terpenting ia akan menyatakan perasaannya mengakui cintanya yang selama ini ia pendam.
"Mas Rama," Vivi kaget dengan kehadiran Tunjung. Ia menatap jaket yang Tunjung sampir kan di pundaknya. Ia menelan ludah gugup. Mau apa Tunjung kesini?
"Sudah lama sekali kita nggak ketemu," ujar Tunjung memulai percakapan.
"Iya, Mas. Lagi sibuk skripsi." padahal ia sibuk menangisi Tunjung. Bodohnya ia menghapus nomer pria itu. Kadang ia tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Ia terlalu malu berhadapan dengan Tunjung, tapi ia tidak ingin kehilangan pria itu.
"Maaf saya nggak kasih tau nama panjang saya Sri Tunjung Ramadhan ke kamu. Saya takut kamu akan memandang saya aneh, karena nama depan saya seperti perempuan."
"Nggak masalah, Mas. Nama itu pemberian orang tua. Doa orang tua untuk anaknya." Tunjung lega mendengar itu.
"Kamu nggak kangen saya?"
Hah? Pertanyaan Tunjung membuat Vivi terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Dari sekian banyak kata di dunia kenapa harus kangen. Apa mukanya terlalu mudah dibaca? Hingga Tunjung tahu jika dirinya begitu merindukan pria itu.
"Aku-" belum sempat Vivi menyelesaikan kalimatnya. Tunjung mencium bibir Vivi, membuat Vivi bungkam. Kata-katanya tertelan dan hilang begitu saja. Hal itu membuat Vivi terkejut. Tubuhnya terasa kelu dengan serangan yang dadakan itu. Ia hanya bisa diam mencerna apa yang terjadi. Jantungnya berdebar begitu cepat, bahkan ia merasakan kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"I love you, Vivi," ucap Tunjung setelah melepaskan ciumannya. Ia menatap Vivi lekat-lekat. Tangannya menggenggam tangan gadis itu erat. Seolah takut kehilangan untuk kedua kalinya.
"Mas nggak masalah kalau aku bukan tukang ojek?" Tunjung terkekeh ketika tahu apa yang dikatakan oleh Vivi. Bisa-bisanya di moment romantis seperti ini malah membahas ojek.
"Nggak masalah, saya suka kamu sebagai Vivi bukan tukang ojek." mendengar itu Vivi bahagia. Ia kemudian memeluk Tunjung erat.
"I Love you too, Mas Rama...."
***
Hidden part 43 di karya karsa
200 komen baru lanjut
Spam next yaaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top