Bab 11
Love dulu buat part ini ♥️
Jangan lupa follow vote and Coment 💜
Beberapa peraturan baca cerita ini. Karena antusias kalian menentukan cerita ini lanjut atau enggak. Karena kalian tahu aku suka bgt unpublish cerita hahah disaat merasa kurang.
1. Komen disetiap part-nya dan tekan bintang/vote..
2. Follow wattpad aku biar kalian ngk kaget kalau ada bagian yg tiba-tiba hilang.
3. tolong tag juga temen-temen kalian biar ikut bucin
4. Jangan Hate Komentar ya 💜😉
5. Semakin dikit yang komen dan vote semakin lama aku update.
Selamat membaca kesayanganku 🤗
***
Satu jam berlalu begitu cepat. Arsha sedari tadi menjelaskan beberapa langkah yang dilakukan sebelum proses percetakan. Pria itu bilang jika ini adalah buku fiksi pertama yang akan terbit di Arsha media group. Penerbit Arsha lebih fokus menerbitkan buku-buku non-fiksi. Bisa dikatakan Yola adalah kelinci percobaan Tuan Muda Arshaka.
"Walaupun perusahaan kami belum pernah menerbitkan buku fiksi sebelumnya. Kamu jangan ragu dengan saya. Karena saya tidak pernah main-main." Dalam hati Yola mengeluh lalu bagaimana dengan hati saya yang bapak permainkan berulang kali. Dibuat melambung lalu dijatuhkan berulang kali.
"Sudah sarapan?" tanya Arsha mendapati muka Yola yang pucat.
"Iya pak, makan bubur ayam sama temen."
"Temen?" Seketika Arsha curiga mengingat tadi ketika ia menjemput ke kos Yola pulang sendiri menggunakan sepeda. Jadi teman siapa yang Yola maksud.
"Temen kuliah pak Antariksa namanya. Bapak juga nggak kenal kok." Rahang Arsha mengeras seketika. Berani juga nyali anak bau kencur itu mendekati Yola. Awas saja Arsha akan buat perhitungan lagi nanti.
"Saya lapar, lebih baik kita makan." Arsha tiba-tiba berdiri. Yola dibuat bingung apa maksud Arsha. Apa pria itu mengajaknya untuk makan bersama? Yola menatap Arsha tidak mengerti. Arsha mendesah ia menatap balas menatap Yola seakan untuk mengikutinya. Tapi sial Yola tidak mengerti arti tatapannya.
"Temeni saya makan." Akhirnya Arsha mengatakan itu. Memang hanya Antariksa saja yang bisa mengajak Yola makan bersama. Lihat saja Arshalah yang menang kalau urusan ini. Terbukti sudah lebih dari satu kali ia makan dengan Yola. Bukan hanya itu ia juga pernah nonton bioskop bersama.
Yola ikut bangkit berdiri mengikuti Arsha dari belakang. Keningnya berkerut ketika Arsha berhenti di sebuah tangga. Dalam hati ia bertanya-tanya mereka akan makan dimana? Kenapa harus naik ke atas?
"Kita makan di atas kamu tidak keberatan?"
"Enggak kok pak." Makan dimana saja Yola setuju asal gratis dan enak. Lagipula mana berani ia menolak perintah Arsha bisa dipenggal kepalanya.
"Saya sudah menyuruh Sri untuk membelikan makanan."
"Iya pak."
"Jangan terlalu kaku. Setelah ini kita akan sering bertemu." Yola hanya takut tidak sopan. Bagaimanapun Arsha adalah dosen pembimbingnya.
Mereka tiba di rooftop, Yola berdecak kagum melihat taman kecil yang dibangun ada pendopo, kursi, ayunan juga. Dosennya itu tidak pernah main-main untuk membangun sesuatu. Arsha duduk terlebih dahulu di sebuah pendopo. Yola ikut duduk di samping Arsha. Saat itu juga Yola melihat kandang burung.
"Bapak punya burung?" Arsha mengernyit sebentar mencerna pertanyaan Yola. Lalu ia baru mengerti ketika melihat kandang burung yang ditunjuk Yola.
"Ada."
"Boleh lihat pak?"
"Tentu saja."
Kemudian mereka melangkah menuju sebuah kandang berbentuk rumah berwarna putih. Ukurannya lumayan besar. Yola jadi penasaran berapa banyak burung yang dimiliki Arsha. Namun disaat ia mengintip di celah bolongan kandang, ia tidak menemukan satu ekorpun di dalam. Ia mendesah kecewa.
"Kok nggak ada pak burungnya?" Tanya Yola.
"Berarti dilepas OB tadi pagi. Kemungkinan nanti malam atau sore akan kembali lagi." Balas Arsha kembali ke pendopo. Ia membayar karyawan untuk merawat burungnya.
Yola berjalan di belakang Arsha. Ia penasaran burung seperti apa yang Arsha miliki hingga bisa pulang dan pergi. Seumur hidup ia tidak pernah memiliki peliharaan.
"Memang burung apa yang bapak pelihara?"
"Sepasang merpati putih."
"Bapak suka burung merpati?" Yola penasaran kenapa dari sekian banyak burung harus merpati. Ia juga jadi teringat kata-kata Arsha pada buku puisi yang waktu itu diberikan untuknya. Arsha menulis tentang cinta layaknya sepasang merpati yang tak akan pergi meninggalkan satu sama lain.
"Merpati itu mengingatkan akan kisah cinta kedua orangtua saya." Yola terdiam ketika Arsha menceritakan orangtuanya. Pasti pria itu sedih karena Orang tua Arsha sudah meninggal.
"Saya sengaja mendesain taman ini dan memelihara burung merpati sebagai pengingat untuk orang-orang yang saya sayang."
"Papa saya meninggal karena sakit, usianya juga sudah menua. Lalu ibu saya menyusul setelahnya. Waktu itu saya mendapati mama saya meninggal ketika sholat berjamaah dengan saya. Mama sudah tidak bernyawa lagi. Padahal mama dalam keadaan sehat waktu itu. Mungkin benar mama tidak bisa hidup lebih lama tanpa ada papa. Sekarang mereka hidup bahagia bersama. Mungkin mereka juga bertemu dengan Kak Armada."
"Kak Armada?" Jujur Yola menangis, namun ia juga penasaran dengan orang yang di katakan oleh Arsha. Hingga ia tidak bisa mengerem mulutnya. Jiwa kekepoannya ingin tahu.
"Dia kakak kedua saya. Tuhan mengambilnya sebelum terlahir ke dunia. Mama saya pernah keguguran."
"Bapak yang sabar."
Arsha menoleh lalu menatap Yola begitu dalam. Ia tidak mengira akan senyaman ini bersama mahasiswinya. Hingga ia bisa menceritakan rasa sakitnya. Tidak salah ia telah menjatuhkan hatinya pada gadis itu. Ia jadi ingin semakin cepat memiliki Yola. Namun ia ingin Yola menyelesaikan kuliah dan mengejar impiannya terlebih dahulu. Itulah sebabnya kenapa Arsha ingin menjadi pembimbing skripsi sekaligus menerbitkan buku Yola.
"Bisakah kamu panggil saya mas jangan bapak?"
"Eh-" Yola terkejut kenapa tiba-tiba dosennya malah berbicara seperti itu. Bukannya tadi mereka sedang membicarakan tentang orang tua dan kakak Arsha. Jantung Yola berdebar karena baper. Apa itu tandanya Arsha membuka hati untuknya agar lebih dekat?
"Maksud bapak?"
"Agar kamu terbiasa memanggil saya mas nanti." Terbiasa? Kening Yola berkerut dalam. Kenapa harus begitu? Bukannya tidak sopan memanggil dosennya dengan sebutan mas. Ketika Yola sibuk berpikir. Tunjung datang membawa makanan.
"Lebih baik kita makan." Yola terkejut melihat bungkusan plastik berisi makanan dan minuman. Sejak kapan makanan tersebut muncul. Perasaan tadi tidak ada apa-apa.
"Kamu terlalu banyak melamun hingga tidak sadar kehadiran Sri. Tadi dia marah sama kamu karena dicuekin." Yola mencari keberadaan Tunjung namun tidak menemukannya.
"Dia udah pergi."
"Maaf ya pak." Arsha mendesah karena Yola memanggilnya dengan sebutan Pak. Apakah ucapannya tadi kurang jelas? Arsha memberenggut, ia makan dengan wajah yang kesal.
Tadi Arsha meminta Tunjung untuk membeli nasi ayam geprek dan lalapan lengkap dengan air mineral. Tunjung adalah asisten pribadinya di kantor. Bisa dibilang Tunjung mengabdikan diri kepada Arsha menjadi orang kepercayaan pria itu. Tidak peduli dengan umur Arsha yang jauh dibawahnya. Bagi Tunjung Arsha itu sosok panutan. Banyak sekali orang-orang yang meragukan kinerja Arsha dulu hanya karena umur, namun pria itu bisa membuktikan pada semua orang bahwa perusahaannya bisa berkembang maju.
"Pak kira-kira yang jadi editor saya siapa ya pak?" tanya Yola penasaran.
"Saya." Yola langsung tersedak mendengar jawaban Arsha. Mana mungkin bisa itu terjadi. Itu artinya ia akan terus berhubungan dengan Arsha.
Arsha dengan sigap menepuk punggung belakang Yola berulang kali. Lalu ia membukakan botol minum memberikannya pada gadis itu. "Sudah baikan?"
"Makasih pak."
"Lain kali hati-hati."
"Iya pak."
"Kamu keberatan saya jadi editor kamu?"
"Tidak kok pak." Arsha tersenyum dalam hati. Itu tandanya Yola tidak akan keberatan jika suatu hari nanti ia akan menjadi pendamping hidupnya.
"Saya janji akan membuat kisah cinta Arsha dan Yola menjadi cerita terindah yang akan dikenang seluruh masyarakat Indonesia seperti kisah Habibie dan Ainun." Ujar Arsha membuat jantung Yola bertalu-talu. Kenapa dosennya bisa berkata seperti itu? Andai saja yang dibilang Arsha bukan tentang Novel pasti Yola sudah terbang sekarang melayang di angkasa bahkan menembus langit ke tujuh.
Pak Arsha tolong jangan bikin baper terus.. batin Yola bergejolak ingin menangis. Ini namanya penyiksaan tiada henti. Hatinya seperti ombak yang terombang-ambing oleh kata-kata ambigu yang Arsha ucapkan.
Andai saja ada Vivi. Ingin rasanya Yola berkata cekek aku sekarang cepat...
***
Gimana part ini?
Sebelum Next Vote dulu ya ♥️
Spam next buat lanjut yaaa
Lapak Wajib Bar-bar
SPAM ♥️
SPAM 🔥
SPAM "AKU SUKA ARSHAKA"
Ini bab terpanjang yang pernah aku tulis.
Ada yang mau disampaikan ke Arshaka?
Ada yang mau disampaikan ke Yolanda?
SPAM NEXT DISINI BIAR CEPET UPDATEEEE
Jangan lupa follow @wgulla_ @wattpadgulla
Salam
Gulla
Istri sahnya Lee min ho ♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top