Together 🔥 16

Day 13 (Dorm)

Seluruh isi dorm sedang kosong, Lisa pulang ke dorm untuk mengambil baju dan mencuci seragamnya. Kebetulan Hanbin sudah terlelap dan dapat ditinggal. Ia melakukannya dengan cepat, ia tidak bisa menghentikan untuk memikirkan Hanbin di rumah sakit.

TIT TILULIT

Ada seseorang yang baru datang. Lisa mengabaikannya karena hanya fokus pada cuciannya. Ia langsung membilas dan keluar dari kamar mandi.

"Omo!" pekik spontan gadis itu. Jennie muncul dihadapannya. "Kaget aku." Ia menghela napasnya.

"Kenapa kau tidak menyalakan lampunya, sih?" Jennie berjalan menuju kulkas yang ada.

Lisa melengos pergi ke balkon dorm. "Nyalakan saja, aku buru-buru tadi."

Jennie mendengus. "Kenapa jadi aku yang harus menyalakannya?"

"Karena kau sedang tidak ada kegiatan," sahut Lisa cepat. "Palli, nyalakan lampunya atau semuanya disini akan terlihat horor."

TIT TILULIT

"Aku pulang," sapa Jisoo begitu melangkah memasuki dorm.

Jennie berjalan menghampiri saklar lampu dan menekannya. Seisi dorm langsunh terang. "Sudah, tuh." Hanya Lisa yang berani menyuruh Jennie, karena gadis itu selalu memiliki alasan karenanya.

"Apa kalian juga baru pulang?" Jisoo mendudukkan diri di sofa.

"Hmm," jawab Jennie dan Lisa bersamaan. Sesudahnya, Jisoo tak lagi bertanya apapun. Tentu saja, mana mungkin bertanya di saat suasananya seperti ini? Jawaban apa 'hmm' itu?

TIT TILULIT

Tidak ada suara.

Tidak biasanya Rosé datang dengan kebisuan? Semua mata terfokus pada arah pintu.

Rosé, gadis itu berjalan gontai, dengan muka yang berantakan. Jisoo langsung berdiri. "Kau kenapa?" Kakinya melangkah menghampiri gadis chubby itu.

Rosé langsung memeluk Jisoo. "Hiks ... Hiks ..."

Jisoo mengelus lembut punggung gadis itu. "Ada apa?"

***

"Hanya Tuhan yang berhak menilai kita. Orang lain tidak berhak untuk menilai kita." Jisoo menoleh ke arah Rosé. "Jadi, jangan pernah pikirkan penilaian orang lain, karena mereka hanya membual. Tidak penting."

Gadis tertua di dorm itu melihat ke arah langit dari balkon dorm. "Yang akan kita dapatkan dari mendengar mereka yang mencaci adalah rasa sakit." Ia tersenyum getir. "Sepertiku."

Rosé mengusap air matanya. "Unnie..."

"Makanya jangan dengarkan mereka. Yang tahu bagaimana kita ya kita sendiri, serta Tuhan." Gadis itu berusaha menguatkan Rosé. "Yang terpenting, kita memiliki rapor bagus dimata Tuhan."

Jennie memeluk keduanya dari belakang. "Semenjak aku datang ke dorm ini, aku banyak mendapat pelajaran berharga, yang tak pernah kudapat ketika aku berada di rumah."
Kedua yeoja itu menoleh. "Aku merasakan bagaimana rasanya memiliki teman," lanjut Jennie. "Aku merasa tidak sendirian."

"Aku juga," sahut Jisoo.

"Aku juga," timpal Rosé.

"Aku juga, tapi maaf aku tidak bisa berkumpul memeluk kalian. Daahh..." Lisa meninggalkan ketiga yeoja itu dengan tergesa-gesa.

"Eoddiya?" Jisoo memekik, namun tak mendapat jawaban dari Lisa yang telah pergi dari dorm. Gadis itu memandang Jennie dan Rosé. Dua yeoja itu kompak menggelengkan kepalanya. "Mau kemana dia malam-malam begini?"

"Dia bahkan mencuci seragamnya lalu kabur begitu saja," sahut lirih Jennie. Ia menatap dua gantungan seragam yang masih basah tersebut, lalu geleng-geleng kepala. "Bagaimana ini akan kering dalam semalam?" Ia lantas mengambil baju milik Lisa dan berjalan menjauhi Jisoo dan Rosé.

"Mau kemana?" tanya Jisoo.

Jennie mengankat dua jemuran basah itu ke udara. "Laundry." Sesingkat itulah jawaban Jennie.

Jisoo mengernyit, "Aku rasa ada yang aneh." kemudian memandang Rosé.

***

Malam-malam menyusuri Seoul hanya untuk mencari Laundry yang masih buka. Kesambet setan apa Jennie? Peduli banget dengan baju seragam Lisa? Dia sendiri merasa aneh tapi juga tetap ingin melakukannya. Demi apa juga? Demi Lisa? Kenapa juga demi gadis itu?

Entahlah. Bingung.

Jennie tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

"Sendirian aja cantik." Jennie menghentikan langkahnya. Sial.

Dua namja mendekat ke arah Jennie. "Apa mau kalian?"

"Kita? Biasa. Hanya sebagian kecil darimu." Lelaki tinggi itu menaik-turunkan kedua alisnya dan menatap dua bagian sensitif wanita.

Gadis rambut belah tengah itu mendengus. Ia menunduk. Matanya lantas menyorot tajam dua pemuda itu. "Maju."

Yang bertubuh gempal mulai mengernyit. "Kau menantang kami?"

"Bisa jadi." Jennie mengeluarkan smirk-nya.

"Apa yang ingin kalian lakukan pada seorang yeoja?" Tubuh gadis itu memutar ke belakang dengan spontan.

Lelaki itu menarik tangan Jennie ke belakang tubuhnya. "Pria lawan pria, jika kau benar-benar menggangap dirimu seorang pria."

"Apa yang kau lakukan?" tanya Jennie.

"Melindungimu?" Senyuman tipis tergurat dari wajah namja itu.

Tolong kendalikan senyuman itu. - Jennie.

"Apa ini drama SBS?"

"Jangan banyak bicara. Lawan aku," tukas Jaewon.

Iya, lelaki itu adalah Jaewon.

***

Jennie pada akhirnya berhasil menemukan Laundry yang masih buka, ditemani Jaewon di sampingnya.

Jennie melirik sekilas Jaewon. Manik hitamnya menatap sudut bibir Jaewon yang mengeluarkan darah.

"Kira-kira, besok pagi jam lima saya ambil bisakah? Soalnya besok ingin dipakai."

"Bisa agasshi, besok jam lima sudah siap pakai."

Jennie tersenyum. "Iya, terimakasih."

Keduanyapun keluar dari Laundry. Jennie masih dengan kebisuannya, Jaewon mengerti. Semua karena kejadian beberapa menit yang lalu.

"Aku tidak apa-apa," seloroh Jaewon tiba-tiba.

"Aku tidak tanya." Jennie memandang ke arah lain. Jaewon hanya mangut-mangut.

"Kalau begitu, lihat ke arahku. Disini ada manusia, untuk apa kau melihat ke arah tembok?"

Gadis itu mengerjapkan mata. Benar juga. Apa yang sedang kulakukan?

Tok.

Jaewon menjentikkan jemarinya di depan mata Jennie.

"Bibirmu." Jennie langsung menunjuk bibir Jaewon. "Appo?" Mata gadis itu nanar.

Sisi lain seorang Jennie. Sensitif. Dan sisi itu bisa muncul ketika berada disisi Jaewon, uniknya.

Lelaki tampan itu meraih jemari Jennie dan menempelkannya pada pipinya, lalu membuat lengkungan ke atas dengan jari tersebut. "Gwaenchana."

"Geotjimal. Luka itu sakit. Apalagi yang terlihat seperti itu."

Jaewon menggeleng. "Hati yang terluka jauh lebih sakit. Setidaknya hatiku kali ini bahagia." Senyuman manisnya hadir kembali.

***

Lisa sampai di rumah sakit ketika dua sahabatnya masih terlelap. "Syukurlah. Aku pikir Bobby akan membuat keributan." Ia mengelus dadanya.

Lisa menarik tempat duduk yang ada. Ia duduk di tengah-tengah ranjang dua namja itu. "Seharusnya kalian yang menjagaku. Tapi apa ini? Aku justru menjadi babysitter kalian."

Gadis blonde itu sedikit menghela napasnya.

"Aku tidak ingin melihat hal mengerikan seperti kemaren. Aku sungguh membencinya. Tapi aku juga tidak bisa meninggalkan kalian. Aku tahu kalian mencintai dunia balap, akupun sama. Tapi aku merasa jika kita harus berhenti sekarang. Aku takut kehilangan kalian." Lisa memandang bergantian dua sahabatnnya itu.

"Terkadang aku merasa jenuh dan jengkel. Kenapa hidupku seperti ini? Aku bosan menjadi pemarah yang selalu berlari ke arena balap. Aku bosan melihat kalian keluar masuk rumah sakit karena kecelakaan balap. Aku muak mendengar orang lain menilai kita yang macam-macam."

"Walaupun, kita sama-sama tahu bahwa, hanya dengan hal ini, kita bisa menjadi tenang. Kita juga tahu bahwa, dengan hal ini, kita tidak akan memiliki tempat untuk hal lain yang jauh lebih membahayakan, seperti narkoba. Kita telah memiliki pelampiasan. Bagi kita itu sudah cukup."

"Tapi aku bosan, Hanbin, Bobby."

"Sayangnya, aku tidak bisa mengatakannya secara langsung pada kalian."

"Aku tidak tahu reaksi seperti apa yang akan kalian hadirkan. Aku takut kalian membenciku."

Lalisa kemudian menunduk dalam.

***

Rosé memeluk Jisoo layaknya adik memeluk kakaknya. Keluarganya yang jauh darinya, membuat Rosé menganggap Jisoo sudah sebagai keluarganya. Jisoo pantas atas hal itu, mengingat dia selalu ada disaat-saat Rosé membutuhkan.

Bagi Jisoo, Rosé adalah adik yang baik. Dirinya sama seperti Rosé. Seseorang yang hidup dengan banyak orang tapi ternyata hanya sendirian. Juga seseorang yang mudah terluka. Bedanya, Jisoo jauh lebih baik dalam hal menyembunyikan segalanya, sementara Rosé lebih bisa mengekspresikan segalanya.

-TBC-

***

Tetiba aja pembacanya bejibun ya pas Maddi hiatus lebaran. Hmmm...

Padahal pas ditungguin angka views gak nambah-nambah.

Eh sekarang nambah terus pas ditinggal. Ucul juga.

Hahaha.

Nih, karena views tambah bejibun, Maddi yang masih lebaran di sanak-saudara sempetin nulis buat kalian.

Btw, MINAL AIDZIN WAL FAIDZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN bagi para muslim yang membaca cerita Maddi.

See you 😙😙

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top