Solo Activity🔥 12
Day 13 (Jennie Ver.)
Pagi-pagi Jennie sudah meninggalkan dorm untuk pergi bekerja. Jennie memutuskan untuk tidak mau menghubungi mamanya. Ia ingin menantang dirinya untuk hidup tanpa uang dari mamanya.
"Anyeonghaseo," sapanya usai memasuki pintu kedai tempatnya bekerja.
"Jennie-ah!" pekik Jaewon sumringah. Padahal Jennie sendiri justru membuang muka ketika lelaki itu menyapa. Acuh tak acuh terhadap sapaan Jaewon.
Jaewon yang awalnya mengangkat tangan akhirnya menurunkannya perlahan dan menggaruk-garuk tenguknya yang tidak gatal.
Gadis blonde coklat itu berjalan menuju ruang ganti. Ia hanya bisa menghela napas setiap kali bertemu dengan Jaewon. Namja itu terlalu alay di matanya.
Setelah mengganti baju serta memasang apron dan topi, Jennie langsung bergegas menuju kasir kedai. Disana sudah ada Jaewon yang juga menjadi pelayan di kedai tersebut.
"Buka tokonya, gih," suruh Jaewon.
"Kau saja sana," ketus Jennie.
"Aku seonbae disini, kau adalah seorang hobae-ku. Jadi menurutlah padaku," ucap Jaewon memberitahu.
"Kontrak kerjanya tidak menyebutkan adanya senioritas." Jennie menyahut pedas.
"Yak!" Jaewon meletakkan topinya di meja. "Kenapa kau dingin sekali padaku? Kita ini rekan kerja. Bersikap baiklah."
"Tidak butuh. Aku hanya bersikap baik pada pelanggan dan atasan." Jennie lantas berjalan meninggalkan Jaewon. Gadis itu hendak mengambil ponselnya yang tertinggal di loker.
"Aish!" Jaewon geram sendiri. Baru pertama kali ia kalah di depan wanita. Baru pertama kali ia gagal mendapatkan hati wanita.
Jennie memang bukan wanita yang mudah ditangguhkan hatinya. Hatinya terlalu beku untuk bisa cair. Sekalipun ia mengagumi seorang namja, tapi bukan berarti namja itu akan berakhir di hatinya. Ia selalu merasa takut ketika memasukkan seseorang baru dalam hidupnya.
Gadis itu hendak membuka pintu lokernya, tapi ia tangguhkan. Kepalanya menunduk dan matanya terpejam.
Tolonglah jangan datang disaat seperti ini.
Matanya basah dan ia langsung mengelapnya begitu saja. Jennie membuka pintu loker dan segera mengambil ponselnya. Sebelum kembali ke kasir, ia mengipas-kipaskan tangannya di muka supaya matanya lebih kering.
Kau harus semangat, Jennie! Ajja!
***
Kedai hari ini lumayan ramai sehingga Jennie lumayan capek dalam melayani pembeli di kasir. Apalagi jika berhadapan dengan pembeli buaya darat, setiap ditanya pesan apa jawabnya selalu 'pesan WO buat nikahan kita, beb', najis sekali.
Maklum saja, Jennie memang gadis yang sangat cantik, dandan mautun tidak dandan. Sehingga cukup banyak lelaki yang mendekatinya. Yang lalu, semua lelaki itu menyerah dengan kejutekkannya.
Duduk-duduk istirahat ketika kedai tengah lenggang. Ia menyandarkan kepalanya pada meja kasir lalu memejamkan mata dan terlelap.
Jaewon menarik salah satu kursi sangat amat pelan, agar tidak menggaggu tidurnya Jennie. Ia bertopang dagu pada meja dan memandangi wajah Jennie dengan seksama. "Luar biasa tenang ketika sedang tidur." Jennie mendengarnya, tetapi mencoba mengabaikannya.
"Tapi air yang tenang itu tidak akan menyenangkan, bukan? Bukankah lebih menyenangkan bermain di arum jeram? Dimana kau akan menjerit dan berpegang kuat pada perahu sampai akhirnya tiba di hilir." Jaewon lantas tersenyum.
"Aku tidak keberatan sama sekali dengan sikapmu. Bukankah selalu ada alasan dibalik sikap setiap orang? Contohnya aku." Jaewon menatap langit-lagit kedai. "Aku bersikap seolah mengenal orang asing karena aku tidak pernah dikenal dengan orang terdekatku. Jadi, lebih baik dekat pada orang asing bukan?"
Lelaki itu lantas mengelus lembut rambut coklat Jennie. "Semoga alasanmu tidak buruk sepertiku. Kalaupun buruk, aku dapat memahaminya."
"Maaf jika mungkin aku membuatmu tidak nyaman. Tapi aku tidak berbuat jahat padamu, kan? Aku yakin suatu saat nanti kau akan berubah padaku."
***
Jennie mengelap meja pelanggan dengan pandangan kosong. Ia sampai menjatuhkan mangkuk kotor pada meja tersebut. "Omo! Apa yang telah aku lakukan?" Ia langsung berjongkok dan memunguti pecahan mangkuk di lantai. "Aw!" Jemari manisnya terkena pecahan beling.
"GWAENCHANA?" Dua lelaki tampan mendekati Jennie. Lee Taeyong dan Jung Jaewon maksudnya. Kebetulan ia sama-sama keluar dari dapur dan mendengar jeritan Jennie.
"Biarkan saja, aku akan urus pecahan beling ini," ucap Jaewon. "Tae, hmm, bos, tolong obati gadis ini, ya," tambahnya.
"Tentu saja. Ikut aku Jennie." Jennie mengangguk. Tetapi sebelum pergi, ia sempat menengok ke arah Jaewon.
Jennie dibawa ke ruangan pribadi Taeyong. Ruangannya tidak besar, tapi sangat rapi. Sangat menunjukkan kepribadian si pemiliknya. "Duduklah, aku akan mengambil obat merah." Jennie tersenyum kaku dan mengangguk.
"Jangan terlalu tegang. Aku tidak akan memarahi seseorang hanya karena dia memecahkan mangkuk." Taeyong tersenyum. "Santai saja. Santai." Lelaki itu tahu jika Jennie merasa sedikit tegang saat ini. Lagi lagi Jennie hanya menganggukkan kepalanya.
"Aku dan Jaewon adalah teman lama. Dia adalah lelaki yang baik. Jadi, bukankah kau harus bersikap baik juga pada lelaki yang baik?" Taeyong mengangkat kedua alisnya lembut.
"Maafkan atas sikap kasarku, sajangnim." Jennie menunduk.
"Tidak kasar, kok, hanya sedikit jutek," jujurnya. "Coba sini berikan tanganmu."
Jennie mengulurkan tangannya. "Perempuan tidak seharusnya memiliki luka. Apalagi di jari manis, dimana jari itu akan menjadi tempat cincin pengikat hati yang cantik," ucap Taeyong sambil menutul-nutulkan kapas pada luka di jari manis Jennie.
Jennie menatap lurus lelaki yang fokus mengobati tangannya itu. "Selesai," ucap Taeyong. Ia mendongak dan mendapati dirinya ditatap oleh Jennie, tanpa berkedip. Keduanya terjebak eye contact kemudian.
***
Jaewon melirik ke tangan kiri Jennie, dimana salah satu jemarinya tertutup oleh handplast. Ia lantas melihat wajah gadis yang saat ini tengah melayani pesanan pembeli tersebut.
Jennie menoleh ketika pelanggan sudah berbalik dan duduk pada salah satu meja. "Kontrol pandanganmu. Kau ingin aku bersikap baik padamu, kan? Jadi, jangan lakukan hal seperti itu lagi padaku," ucapnya yang kali ini terdengat lebih halus.
Jaewon tersenyum. Ini pertama kalinya Jennie berbicara dengan nada seperti itu padanya. "Iya, mianhae."
Namja itupun mengantar pesanan pelanggan yang telah siap. Jennie sedikit meliriknya. Aku akan berusaha. Jadi, bantu aku, Jaewon.
Sebenarnya, ketika Jaewon berinteraksi dengan Jennie tadi, gadis itu tidak benar-benar terlelap. Awalnya ia memang merasa ngantuk. Lalu ia sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba berbicara dengannya.
Apa yang dikatakan Jaewon memang benar. Semua hal pasti ada alasannya. Jennie sedikit tertohok dengan ucapan lelaki itu tadi. Tapi ia hanya bisa diam.
Jennie lantas melanjutkan aktivitasnya melayani pesanan pelanggan kedai yang datang secara bergantian. Rasanya cukup menyenangkan bekerja disini. Hati Jennie sedikit merasa tenang dan nyaman.
- TBC -
***
Anyeonghaseo chingu ...
Siapa yang nungguin cerita ini? Hayoo ngaku...
Ada beberapa komen minta lanjut disaat Maddi hiatus. Maaf banget gak bisa balesin karena gak ada paketan buat balesin.
Sekarang udah update, chapter khusus Jennie yang cantik, kece, dan warbyasah pokoknya.
Diusahakan akan lebih cepat update buat nebus kehiatusan Maddi..
See you 😙😙
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top